Tembus Universitas Top Dunia Tak Cukup Andalkan Nilai Akademik
Kuliah di luar negeri makin diminati pelajar Indonesia. Potensi ini perlu diarahkan agar lebih banyak pelajar Indonesia tembus ke universitas top dunia. Ini tak cukup dengan hanya mengandalkan nilai akademik.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minat orang Indonesia untuk kuliah di luar negeri meningkat. Untuk bisa masuk universitas top dunia, perlu strategi agar bisa berhasil dalam persaingan yang ketat.
Di tahun 2021, ada 53.604 mahasiswa yang studi di luar negeri. Potensi ini perlu didukung dengan pengetahuan dasar tentang seleksi kuliah di luar negeri sehingga lebih banyak pelajar Indonesia yang bisa berkuliah di univeristas-universitas terkemuka di dunia.
Country Manager Crimson Indonesia Vanya Sunanto dalam diskusi tentang Strategi Menembus Universitas Kelas Dunia: Apa yang Harus Dipersiapkan Pelajar Indonesia di Jakarta, Rabu (10/8/2022), mengatakan, pelajar Indonesia secara akademik tak kalah dari pelajar di luar negeri. Sayangnya, pendidikan di Indonesia yang mengedepankan aspek akademik tak cukup membekali pelajar untuk bisa tembus seleksi ke top universitas, utamanya di Amerika Serikat yang ketat.
”Ada faktor lain yang juga penting disiapkan pelajar Indonesia sejak sekolah. Siswa yang aktif di ekstrakurikuler dan berprestasi, memiliki jiwa kepemimpinan, hingga memiliki personality yang bagus juga penting disiapkan,” kata Vanya.
Persaingan ketat
Selama lima tahun terakhir, misalnya, Universitas Stanford di Amerika Serikat menolak sekitar 69 persen pelamar yang memliki skor tes SAT yang nyaris sempurna. Hal ini pun banyak dialami pelajar Indonesia yang juga memiliki skor akademik yang tinggi.
Persaingan untuk masuk univeristas top dunia semakin ketat karena peminatnya juga tinggi. Tingkat penerimaan univeritas terkemuka di AS, misalnya, semakin kecil, rata-rata di bawah 5 persen atau maksimal di kisaran 6-7 persen dari jumlah pendaftar. Di Harvard University, misalnya, di tahun 2008 hanya 4,9 persen, lalu di tahun 2021 menjadi 3,4 persen. Tahun ini menjadi 3,1 persen dari 100 pendaftar. Artinya, untuk masuk sangat kompetitif dan susah.
”Adanya konsultan pendidikan ialah untuk membantu calon mahasiswa untuk memahami strategi agar bisa masuk universitas dunia yang didambakan. Persiapan bukan hanya akademik, tapi juga yang nonakademik,” kata Vanya.
Vanya mencontohkan, ada pelajar Indonesia yang pintar, tapi kurang aktif berkegiatan di ekstrakurikuler di sekolahnya. Bersama konsultan pendidikan luar negeri, ia dapat menyiapkan aktivitas yang bisa membuat universitas yang didambakannya terkesan.
Pelajar Indonesia tersebut mengisahkan bahwa dirinya suka membaca. Lalu, dia pernah pergi ke rumah sakit tempat anak-anak yang sakit dirawat. Konsultan pendidikan melihat kegiatan ini bisa ditingkatkan skalanya dan dampaknya. Lalu, pelajar tersebut memiliki ide untuk menulis buku cerita bersama anak-anak yang sakit, hasil penjualan buku untuk mendukung perawataan anak-anak di rumah sakit.
”Bukan banyaknya aktivitas ektrakurikuler yang diikuti. Karena, pelajar harus juga bisa fokus untuk menunjukkan passion-nya untuk suatu bidang dan bisa menjadi pemimpin, enggak sekadar pengikut. Namun, kegiatan apa pun, entah riset, olahraga, seni, atau kegiatan sosial, bagaimana bisa berdampak yang luas atau pelajar punya kepemimpinan dan ide,” kata Vanya.
Persaingan untuk masuk univeristas top dunia semakin ketat karena peminatnya juga tinggi.
Daniel Chung, College Advisor dan mantan Associate Director of Administration Stanford University mengatakan, ada tiga faktor yang sama penting ketika masuk ke universitas top dunia. Selain akademik yang bagus dengan kisaran bobot 40 persen, aktif di ekstrakurikuler dan potensi kepemimpinan, serta kualitas personal (salah satunya tergambar di tulisan esai) juga penting dengan porsi masing-masing 30 persen.
Vanya menambahkan, ketika ada rencana untuk kuliah di luar negeri dengan target masuk universitas favorit, persiapan harus sudah dilakukan jauh-jauh hari, setidaknya kelas IX. Persiapan dapat dilakukan dengan dukungan lembaga konsultan.
”Universitas top dunia melihat sejarah seseorang sampai empat tahun ke belakang. Supaya nilai dan aktivitas semakin meningkat, tentu harus sedini mungkin dipersiapkan. Kami membantu untuk masuk ke semua universitas di dunia, sekarang lebih ke Amerika atau universitas terbaik di dunia,” papar Vanya.