Perubahan Mangrove Jadi Tambak Didominasi di Areal Penggunaan Lain
Selama ini banyak pemilik lahan, khususnya tambak, berpandangan mangrove akan mengurangi nilai ekonomi dari tambak. Pandangan ini perlu ditepis dengan memberikan bukti terkait manfaat mangrove dari berbagai aspek.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Hutan mangrove di Desa Kuala Langsa, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Aceh, Kamis (14/9/2017). Hutan mangrove seluas 6.000 hektar yang memiliki 28 jenis mangrove itu diproyeksikan menjadi obyek wisata berbasis edukasi dan konservasi.
JAKARTA, KOMPAS — Banyaknya mangrove di areal penggunaan lain menjadi salah satu kendala dalam program rehabilitasi. Agar program ini berjalan optimal, para pemilik lahan perlu terus diberikan pemahaman tentang dampak dan manfaat rehabilitasi mangrove.
Perubahan penggunaan lahan yang banyak terjadi saat ini merupakan salah satu permasalahan dalam perlindungan mangrove. Hasil penelitian menyebutkan, perubahan areal mangrove menjadi nonmangrove didominasi oleh tambak, yakni 631.802 hektar. Dari status lahannya, perubahan mangrove menjadi tambak itu mayoritas di areal penggunaan lain (APL) seluas 393.623 hektar (62 persen) dan di kawasan hutan seluas 238.179 ha (38 persen).
Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari mengemukakan, selama ini banyak pemilik lahan, khususnya tambak, berpandangan bahwa mangrove akan mengurangi nilai ekonomi dari tambak. Pandangan ini perlu ditepis dengan memberikan bukti terkait manfaat mangrove mulai dari aspek ekonomi, sosial, hingga lingkungan.
Rehabilitasi mangrove tahun ini ditargetkan seluas 11.000 hektar, tetapi ketersediaan anggaran hanya menyetujui untuk 3.000 hektar.
”Contoh nyata dari manfaat penanaman mangrove ada di Brebes dan Demak, Jawa Tengah. Selain ekowisata yang berkembang, masyarakat di sana juga sudah menyatakan bahwa mereka butuh mangrove untuk melindungi desa dari abrasi,” ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat mangrove merupakan salah satu strategi dalam percepatan rehabilitasi mangrove. Dengan pelibatan masyarakat setempat, mangrove dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghidupan, baik secara langsung dengan diambil buahnya maupun melalui kegiatan ekowisata.
Para pelajar dan sukarelawan dari sejumlah komunitas menanam mangrove di Pantai Laguna, Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (30/7/2019). Mangrove dinilai efektif mengurangi terjangan gelombang tsunami hingga 50 persen.
Dalam proses rehabilitasi mangrove, kata Ayu, terdapat tiga sisi dalam upaya pemberdayaan masyarakat, yakni menciptakan suasana atau iklim, memperkuat potensi, dan melindungi masyarakat. Pemberdayaan ini diwujudkan melalui kegiatan prakondisi masyarakat dan perbaikan kondisi ekonomi melalui pengembangan usaha masyarakat (PUM).
Melalui upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan pada 2021, tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove sebanyak 34.594 orang. Penyerapan tenaga kerja ini tidak hanya dari sembilan provinsi prioritas rehabilitasi mangrove, tetapi juga seluruh wilayah di Indonesia.
Rehabilitasi mangrove dengan skema pemberdayaan masyarakat tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi, tetapi juga sosial. Sebab, rehabilitasi mangrove ini dilakukan oleh semua jender, baik pria maupun wanita. Di sisi lain, pemberdayaan juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mangrove.
Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan KLHK Dyah Murtiningsih mengatakan, pengelolaan rehabilitasi mangrove merupakan tanggung jawab bersama semua pihak. Selain pemerintah, keterlibatan kelompok masyarakat juga sangat menentukan keberhasilan rehabilitasi dan pengelolaan mangrove.
”Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dilakukan khususnya kepada pelaksana atau petugas teknis, pendamping, penyuluh, dan masyarakat lainnya. Peningkatan pengetahuan ini akan terus dilakukan setiap pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya,” ujarnya.
Target ke depan
Terkait dengan rencana ke depan, Ayu menyatakan, tahun ini 3.000 hektar mangrove ditargetkan dapat direhabilitasi. Sebelumnya, rehabilitasi mangrove tahun ini ditargetkan seluas 11.000 hektar, tetapi ketersediaan anggaran hanya menyetujui untuk 3.000 hektar.
Selama 2021-2024, BRGM dimandatkan untuk merehabilitasi mangrove seluas 605.812 hektar di sembilan provinsi prioritas. Sembilan provinsisi tersebut adalah Kalimantan Utara (190.157 ha), Kalimantan Timur (165.536 ha), Sumatera Utara (50.764 ha), Kalimantan Barat (49.293 ha), Papua (38.104 ha), Papua Barat (36.890 ha), Riau (33.556 ha), Kepulauan Riau (23.843 ha), dan Kepulauan Bangka Belitung (17.671 ha).
Ayu mengatakan, selama 2021 program rehabilitasi mangrove dilakukan melalui skema pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk mengatasi permasalahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Lokasi rehabilitasi mangrove rata-rata berupa daerah terpencil dengan kondisi perekonomian yang rendah tidak hanya karena pandemi, tetapi juga akibat rendahnya aktivitas pembangunan.
”Ketika menerima upah dari pelaksanaan PEN, masyarakat menjadikan upah tersebut sebagai modal untuk usaha lain. Dari kegiatan ini, diharapkan masyarakat yang tadinya merambah atau menebang mangrove bisa beralih dengan usaha lain,” katanya.