Mikroplastik dari Alat Pelindung Diri Meningkat Selama Pandemi
Hasil riset BRIN menunjukkan mikroplastik dari sampah alat pelindung diri di muara sungai menuju Teluk Jakarta mengalami peningkatan yang signifikan selama pandemi. Mikroplastik juga ditemukan di sembilan muara sungai.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil riset peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan terdapat peningkatan mikroplastik bentuk benang yang berasal dari alat pelindung diri hingga sepuluh kali lipat setelah kasus Covid-19 merebak. Mikroplastik ini ditemukan di muara sungai menuju Teluk Jakarta.
Hasil riset tentang monitoring mikroplastik selama pandemi dari peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN ini dirilis di jurnal Marine Pollution Bulletin, Agustus 2022. Riset dilakukan BRIN dengan sejumlah perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.
Hasil riset menyimpulkan, mikroplastik yang terindikasi dari sampah alat pelindung diri (APD) dari muara sungai menuju Teluk Jakarta semasa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan yang signifikan, terutama pada saat curah hujan tinggi.
Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, M Reza Cordova, mengemukakan, peningkatan mikroplastik bentuk benang dari APD terindikasi memiliki bentuk asal dan jenis komposisi kimia yang sama dengan masker medis. Saat awal Covid-19 terdeteksi di Indonesia atau Maret 2020, proporsi mikroplastik ini hanya sekitar 3 persen. Namun, pada Desember 2020 proporsinya terdeteksi meningkat sepuluh kali lipat.
Melalui hasil riset ini, masyarakat dapat terdorong untuk turut berperan dalam menjaga kesehatan lingkungan mengingat kondisi pandemi yang belum usai.
Riset monitoring mikroplastik di muara sungai ini mencatat kelimpahan yang lebih tinggi di wilayah pesisir timur Teluk Jakarta dibandingkan pesisir bagian barat. Mikroplastik juga ditemukan di sembilan muara sungai yang diteliti di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
”Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan ada pada kisaran 4,29-23,49 partikel mikroplastik per 1.000 liter air sungai dengan rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai yang bergerak menuju perairan Teluk Jakarta,” ujar Reza dalam siaran pers, Rabu (3/8/2022).
Menurut Reza, penambahan mikroplastik paling tinggi ditemukan pada musim hujan, yakni rata-rata 9,02 partikel per 1.000 liter air sungai. Sementara jumlah paling rendah ditemukan pada musim kemarau yakni 8,01 partikel per 1.000 liter air sungai.
Reza menyatakan, melalui hasil riset ini, masyarakat dapat terdorong untuk turut berperan dalam menjaga kesehatan lingkungan mengingat kondisi pandemi yang belum usai. Masyarakat dapat mulai memperhatikan pembuangan sampah APD, terutama masker, yang biasa digunakan sehari-hari.
Selain itu, hasil riset ini juga diharapkan dapat mendorong perbaikan pengelolaan sampah plastik sekali pakai. Perbaikan dimulai dengan mengimplementasikan aturan yang ketat, mengubah sistem pengelolaan sampah plastik, hingga pemberian sosialisasi dan pemahaman publik untuk mempromosikan metode pembuangan yang benar.
Hasil riset ini menambah catatan terkait pencemaran mikroplastik di Teluk Jakarta dan sungai-sungai lainnya di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 120 titik atau lebih dari 90 persen sungai di Jakarta berada di fase pencemaran sedang hingga berat dan beberapa di antaranya tercemar mikroplastik.
Sementara hasil ekspedisi dan kajian Yayasan Konservasi dan Lahan Basah (Ecoton) juga menemukan pencemaran mikroplastik di sejumlah sungai di Jawa seperti Sungai Brantas, Bengawan Solo, Ciliwung, Citarum, dan Ciujung. Setelah dianalisis, kisaran kandungan mikroplastik dalam sungai ini yaitu 62-198 particulate matter (PM) dalam 100 liter air.
Manajer Pengembangan Proyek Ecoton Daru Setyorini mengatakan, kandungan mikroplastik yang mencemari sungai mayoritas berasal dari plastik kemasan saset. Oleh karena itu, perusahaan produsen kemasan saset juga perlu terlibat dan bertanggung jawab dengan membuka rencana pengurangan sampah plastiknya ke publik.
Selain itu, kata Daru, semua pihak juga perlu mendorong agar pemerintah menetapkan standar kandungan mikroplastik dalam baku mutu air sungai yang dijadikan bahan air minum. Sebab, tidak sedikit sungai yang terdeteksi mengandung mikroplastik juga dijadikan sebagai salah satu sumber air minum.