Peluncuran Satelit Satria Mempercepat Transformasi Digital Indonesia
Transformasi digital jadi keniscayaan. Untuk mewujudkan itu, pemerintah dan PT Pasifik Satelit Nusantara mengembangkan satelit Satria dan cadangannya guna memberikan akses internet berkualitas hingga pelosok Nusantara.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
LOS ANGELES, KOMPAS — Peluncuran Satelit Republik Indonesia atau Satria dan cadangannya tahun depan akan mengukuhkan jalan transformasi digital Indonesia. Penyediaan infrastruktur komunikasi ini akan mempercepat digitalisasi layanan publik sekaligus mendorong tumbuhnya ekonomi digital hingga pelosok Nusantara.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di sela-sela kunjungannya ke Boeing Satellite Systems di Los Angeles, Amerika Serikat, Senin (25/7/2022), mengatakan, meski diterpa pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk tetap melakukan transformasi digital. Penyediaan satelit merupakan bagian penyediaan infrastruktur digital hulu agar seluruh masyarakat memiliki akses internet.
”Dunia telah berubah. Disrupsi teknologi membuat banyak aktivitas manusia beralih ke digital. Pandemi makin mengakselerasi perubahan itu. Teknologi digital juga terbukti membuat banyak proses komunikasi, layanan publik, dan ekonomi menjadi lebih cepat dan efisien,” katanya. Dengan internet, layanan pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi digital di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) akan makin mudah.
Selain ke Boeing Satellite Systems yang tengah memproduksi satelit cadangan (hot backup satellite) atau Satelit Nusantara Lima (N5), Johnny dan rombongan juga mengunjungi SpaceX sebagai perusahaan pemilik roket Falcon 9 yang akan meluncurkan satelit ke orbit. Pertemuan juga digelar dengan Hughes Network Systems yang memproduksi terminal penangkap sinyal satelit.
N5 yang memiliki kapasitas 150 gigabit per detik (Gbps) diperkirakan akan diluncurkan antara April dan Mei 2023. Satelit cadangan ini justru akan mendahului satelit utamanya, yaitu Satria atau Satelit Nusantara Tiga (N3) produksi Thales Alenia Spaces, Perancis, yang diprediksi meluncur pada Juli 2023. Baik N5 maupun N3 sama-sama diluncurkan dengan roket milik SpaceX.
”Satelit ini (N5) memiliki prosesor digital tertinggi dan terbaru hingga memungkinkan masyarakat di Indonesia mendapatkan layanan komunikasi digital yang fleksibel dan berkecepatan tinggi,” ujar Presiden Boeing Satellite Systems International Ryan Reid.
Untuk mendukung operasional satelit, PT Pasifik Satelit Nusantara sebagai mitra pemerintah juga akan membangun 18 stasiun bumi. Stasiun bumi utama berada di Cikarang, Jawa Barat, dan cadangannya untuk mengantisipasi kendala cuaca ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Satelit ini (N5) memiliki prosesor digital tertinggi dan terbaru hingga memungkinkan masyarakat di Indonesia mendapatkan layanan komunikasi digital yang fleksibel dan berkecepatan tinggi.
Tahun ini, lanjut Johnny, sebanyak 20.000 terminal penangkap sinyal internet dari satelit N5 akan disediakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah membangun 150.000 terminal penangkap sinyal internet satelit untuk Satria (N3) dan N5.
Dari kapasitas satelit cadangan sebesar 150 Gbps, sebanyak 80 Gbps akan digunakan di Indonesia. Sebagai satelit komersial, sisa kapasitas N5 yang tersedia sebesar 70 Gbps akan digunakan Filipina dan Malaysia. Ini berbeda dengan Satria atau N3 yang seluruh kapasitasnya, juga sebesar 150 Gbps, digunakan untuk Indonesia.
”Dengan kapasitas 80 Gbps dan 20.000 terminal, setiap terminal masih mendapat kapasitas layanan hingga 4 megabit per detik (Mpbs),” ujar Direktur Utama Bakti Kementerian Kominfo Anang A Latif.
Dengan demikian, saat satelit berhasil ditempatkan di orbit, stasiun bumi yang ada siap mengolah informasinya, maka terminalnya yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat di 20.000 titik layanan juga bisa dimulai. Upaya ini akan membuat satelit yang ada bisa segera digunakan, tidak ada potensi yang terbuang percuma.
Talenta digital
Agar pemanfaatan internet makin optimal, ketersediaan infrastruktur komunikasi digital itu perlu didukung dengan penciptaan, pembentukan, dan pemberdayaan talenta digital. Untuk upaya ini, Johnny menegaskan Kementerian Kominfo tidak bisa menyediakannya sendiri. Karena itu, perlu ada dukungan dari kementerian dan lembaga lain.
Untuk tingkat dasar, Kementerian Kominfo membangun gerakan nasional literasi digital yang ditargetkan mampu menyasar 50 juta penduduk hingga tahun 2024, yaitu 12,5 juta penduduk pada 2021 dan 5,5 juta orang pada 2022. Dengan gerakan ini, masyarakat diharapkan memiliki keterampilan tentang kecakapan, keamanan, etika, dan budaya digital.
Sementara untuk tingkat menengah, pemerintah memberikan pelatihan digital bagi 150.000 orang muda. Keterampilan yang diberikan melalui sejumlah akademi itu antara lain tentang pemrograman (coding), kecerdasan artifisial atau buatan, mahadata, internet untuk segala (ioT), realitas virtual (VR), dan pemasaran digital.
Untuk tingkat lanjut, pemerintah melatih para pengambil kebijakan yang terlibat dalam pemerintahan elektronik (e-government) dan kebijakan digital serta pendiri usaha rintisan (start up). Upaya ini dilakukan dengan menggandeng universitas-universitas ternama di dunia, mulai dari AS, Inggris, China, hingga Singapura.
”Upaya membangun kecakapan digital itu membutuhkan usaha dan kerja bersama,” kata Johnny. Bukan hanya kementerian dan lembaga di pusat saja yang harus melakukan ini, melainkan juga pemerintah daerah dan organisasi massa. Harapannya, ekonomi digital yang memproduksi dan mengonsumsi produk dalam negeri akan bisa meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.