Saat T-50i Jatuh, KF-21 Boramae Berjaya
Dalam kerja sama pertahanan, RI tidak punya mitra sedekat Korea (Selatan). Dalam hal kapal selam, Korea tidak saja mengulurkan tangan untuk membuatkan, tetapi juga dalam koproduksi dan alih teknologi.
Dalam kerja sama pertahanan, RI tidak punya mitra sedekat Korea (Selatan). Dalam hal kapal selam, Korea tidak saja mengulurkan tangan untuk membuatkan, tetapi juga dalam koproduksi dan alih teknologi.
Lalu dalam kedirgantaraan, selain membeli jet tempur latih T-50i Golden Eagle, RI juga diajak sebagai mitra dalam proyek bersama produksi jet tempur mutakhir, generasi 4,5 KFX/IFX (Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental).
Takdir jua yang mungkin membuat perjalanan kedua negara tak selaras. Saat RI mengalami musibah jatuhnya jet T-50i yang kebetulan buatan Korea pada Senin (18/7/2022) malam, pada hari berikut, yakni 19 Juli 2022, Korea justru bersukacita karena pesawat yang dikembangkannya (dengan keterlibatan Indonesia), KF-21 ”Boramae” (berarti burung elang tempur dalam bahasa Korea), terbang untuk pertama kali.
Indonesia yang dalam porsi kecil ikut proyek ini, dan dipenuhi proses berliku, memang masih diakui Korea, melalui pemasangan bendera Merah Putih di sisi depan badan pesawat. Namun, selebihnya pesawat ini, setidaknya oleh banyak media, disebut sebagai hasil rekayasa teknologi penerbangan Korea melalui perusahaan KAI (Korea Aerospace Industries).
Baca juga : T-50i di Tengah Kurangnya Pesawat Tempur
Penerbangan perdana jet Boramae KF-21 berlangsung di Bandara Sacheon, pusat fasilitas produksi KAI, sekitar 300 kilometer di selatan Seoul. Seperti diumumkan Badan Program Akuisisi Pertahanan Korea (DAPA), seri 001 KF-21 lepas landas pukul 15.40 waktu setempat dan mendarat pukul 16.13, atau 33 menit.
KF-21 dibayangkan sebagai versi lebih murah dari jet tempur generasi kelima buatan Amerika Serikat (AS), F-35 Lightning II. Dengan keberhasilan terbang perdana KF-21, Korea menjadi satu dari sedikit negara yang berkemampuan nasional dalam pembuatan jet tempur supersonik canggih. Sebelum ini, Korea juga sudah membuat jet tempur latih T-50 Golden Eagle, bekerja sama dengan perusahaan AS, Lockheed Martin.
Pilot penerbangan perdana, Mayor Ahn Jun-hyun, sebelumnya sempat gamang. Tetapi, setelah lepas landas, ia lega. “Semua mulus sehingga saya bisa menerbangi seluruh rute seperti rencana,“ ujarnya, seperti dikutip CNN, (19-20/7/2022). Pilot menerbangkan KF-21 hingga kecepatan 400 kilometer per jam.
Baca juga : T-50i di Tengah Kurangnya Pesawat Tempur TNI AU
Korea membeberkan desain KF-21 pada April 2021 sebagai satu rencana luas guna memperlihatkan kemampuannya berdiri sejajar dengan negara sekitarnya, termasuk China, Jepang, dan Korea Utara. Negara ini akhir-akhir ini giat dalam modernisasi militer, antara lain dengan menguji peluncuran rudal balistik dari kapal selam untuk pertama kali dan meluncurkan roket untuk program angkasa luar (Bloomberg, 19/7/2022).
Setelah melakukan produksi, Korea akan menggelar 40 jet ini pada 2029, dan ditingkatkan jadi 120 pada 2032, guna mengganti jet generasi ketiga F-4 Phantom (1 skuadron) dan F-5E Tiger II (6 skuadron) (The Military Balance, IISS, 2021) yang sudah tua.
Sementara RI disebut akan membeli 50 jet. Seiring kesepakatan inilah, pada pesawat itu dipasang bendera kedua negara. Di luar kedua negara, diproyeksikan juga bahwa jet akan terjual 700 unit di pasar dunia (Kompas, 6/4/2018). Peluang ini masuk akal mengingat harganya jauh lebih murah daripada F-35 versi ekspor milik AS.
Meski teknologi Boramae hanya 65 persen yang asli dari Korea, itu cukup membuktikan kecanggihan teknologi Korea, yang sejarah pembuatan pesawatnya relatif belum lama. Sekadar catatan, negara lain pengembang jet tempur supersonik canggih hanya AS, Rusia, China, Jepang, Perancis, Swedia, serta konsorsium Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol (CNN, 19/7/2022).
Dari negara-negara itu, baru AS dan China yang menggelar jet generasi kelima produk domestik. Kriteria jet generasi ini adalah berteknologi siluman, tak kasatradar (stealth), mampu memacetkan (jamming) radar, serta avionik yang menyatukan data dalam-luar pesawat, yang membuat pilot mendapat gambaran real time operasi penerbangannya (NATO, Joint Air Power Competence Center).
Persenjataan Boramae
Dari wajah luar, Boramae mirip pesawat generasi ke-5, terutama F-22 Raptor, dengan dua sirip ekor miring, juga bentuk hidung dan lubang masuk udara ke mesin. Boramae juga dilengkapi meriam luar di atas ruang masuk udara sebelah kiri, seperti F-35A.
Sekitar 65 persen teknologi pada Boramae berasal dari Korea sendiri, termasuk radar AESA ( active electronically scanned array) yang diuji pada sebuah jet Boeing 737-500.
Dari segi persenjataan, jet ini bisa mengangkut rudal udara-ke-udara, termasuk rudal Meteor buatan MBDA, yang empat mock-up-nya sudah ikut dipasang di bawah badan (fuselas) pesawat saat terbang perdana 19 Juli 2022. Tetapi, tak tertutup kemungkinan jet ini akan dipersenjatai rudal jelajah luncur udara, juga rudal udara-ke-darat.
Jika ada teknologi luar pada Boramae, itu tak lain kursi lontar yang khusus dibuat perusahaan Martin-Baker, baik untuk varian kursi satu maupun kursi dua (The Aviationist).
Persenjataan KF-21 memang tidak bisa (atau tak dirancang) untuk diangkut di dalam badan pesawat. Hal ini membuatnya tidak sesiluman F-35, dan itu juga membuatnya tetap dikategorikan sebagai jet generasi 4,5.
”Tetapi, dengan itu saja Korea sudah mencapai keberhasilan mengesankan di bidang teknologi kedirgantaraan, khususnya dalam bidang desain, manufaktur, komponen badan pesawat, dan sistem avionik,” ujar Peter Layton, mantan perwira AU Australia yang kini jadi ahli di Lembaga Asia Griffith, Australia, dikutip CNN. Jika kemampuan (produksi) kelak digiatkan, KF-21 juga bisa menggantikan jet generasi keempat Korea dewasa ini, seperti F-16 dan F-15 (Abraham Ait, Pemred Military Watch Magazine, The Diplomat, 2020, CNN).
Wacana kerja sama untuk pengembangan KFX/IFX sebenarnya sudah lahir sejak 9 Maret 2009 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemitraan Korea dan RI diresmikan pada 2014 dengan penandatanganan kesepakatan untuk bekerja sama membuat jet tempur generasi baru dalam proyek senilai 7,5 triliun won (6,3 miliar dollar AS). Melalui skema ini RI sanggup membayar 20 persen biaya pembuatan total (The Aviationist).
Proyek kolaborasi RI dan Korea ini pernah secara formal diumumkan Menteri Pertahanan (saat itu) Ryamizard Ryacudu dalam jumpa pers bersama dengan Duta Besar Korea untuk RI Cho Tai Yeong di Jakarta, 4 Desember 2015 (Kompas, 5/12/2015).
Mengapa dalam pengembangan jet tempur IFX/KFX Korea mengajak Indonesia, menurut Dubes Cho, ini karena Korea melihat Indonesia sebagai mitra paling strategis di Asia Tenggara. Indonesia sudah membeli pesawat T-50i dan pesawat latih KT1 Wong Bee, hingga kapal selam. Sebaliknya, Korea membeli pesawat CN-235 buatan PT DI, yang dijadikan pesawat kepresidenan di Korea.
Dimensi lain dari kerja sama Indonesia-Korea bisa lebih luas. Misalnya saja, dalam bidang pemasaran produk, PT DI bisa menggandeng KAI untuk memasarkan produk PT DI ke kawasan yang sudah dikuasai KAI, seperti Amerika Latin (Kompas, 5/12/2015).
Perjalanan berliku
Perjalanan kerja sama KFX-IFX tidak mudah. Pada November 2017, berdasarkan sidang kabinet, Presiden Joko Widodo sempat memberi arahan agar dana proyek KFX/IFX tidak dicairkan dulu karena ada masalah dalam renegosiasi perjanjian.
Melihat skala pembiayaannya, memang satu hal yang dari awal bisa jadi kendala adalah pendanaan. Bagi Korea yang sudah negara kaya, dana 7 miliar dollar bukan masalah. Namun, bagi Indonesia, 20 persen dari jumlah itu pun, tahun 2018 sekitar Rp 13,6 triliun, sudah besar. Tak heran, media Jane’s 360 pada Januari 2018 menyebut RI kekurangan uang sehingga keterlibatan dalam proyek KFX/IFX dikurangi (Kompas, 6/5/2018).
Untunglah, kedua negara dapat mengatasi perbedaan melalui rangkaian renegosiasi yang antara lain mencakup pembagian biaya biaya produksi, alih teknologi, keuntungan hak kekayaan intelektual, dan pemasaran.
Boramae sudah terbang perdana. Pengujian masih panjang. Namun, menarik untuk mengetahui apakah rencana-rencana awal tentang pembelian jet ini oleh kedua negara akan terwujud, antara lain pembelian 50 jet oleh Indonesia.