25 Juta Anak Melewatkan Imunisasi Rutin karena Pandemi
Sekitar 25 juta anak di seluruh dunia telah melewatkan imunisasi rutin terhadap penyakit umum seperti difteri. Indonesia termasuk yang mengalami penurunan cakupan cukup besar.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 25 juta anak di seluruh dunia telah melewatkan imunisasi rutin untuk penyakit umum seperti difteri. Ini menjadi penurunan cakupan vaksin tertinggi selama 30 tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena pandemi Covid-19 telah mengganggu layanan kesehatan dan memicu informasi yang keliru soal vaksin.
Demikian laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia dan Unicef yang dikeluarkan pada Jumat (15/7/2022). Laporan ini menunjukkan adanya tren penurunan cakupan imunisasi anak yang dimulai sejak 2019.
Menurut laporan ini, persentase anak-anak yang menerima dosis ketiga vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP3) antara 2019 dan 2021 turun 5 persen menjadi 81 persen.
Akibatnya, pada tahun 2021 saja, sebanyak 25 juta anak melewatkan satu atau lebih dosis vaksin DTP dalam program imunisasi rutin. Jumlah ini 2 juta lebih banyak dari kondisi tahun 2020 dan 6 juta lebih banyak dari 2019. Kondisi ini menunjukkan anak-anak yang berisiko terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi meningkat.
”Ini adalah peringatan bahaya untuk kesehatan anak. Kami menyaksikan penurunan berkelanjutan terbesar dalam imunisasi anak dalam satu generasi,” kata Catherine Russell, Direktur Eksekutif Unicef.
Menurut dia, jika di awal pandemi Covid-19 penurunan terjadi karena adanya pembatasan dan pengetatan akibat Covid-19, apa yang terjadi sekarang adalah penurunan yang berkelanjutan. ”Covid-19 bukan (lagi) alasan. Kita perlu mengejar imunisasi untuk jutaan anak atau kita pasti akan menyaksikan lebih banyak wabah, lebih banyak anak sakit, dan tekanan yang lebih besar pada sistem kesehatan,” katanya.
Indonesia termasuk tinggi
Menurut data WHO dan Unicef, sebanyak 18 juta dari 25 juta anak tidak menerima dosis tunggal DTP sepanjang tahun. Sebagian besar dari mereka tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan India, Nigeria, Indonesia, Etiopia, dan Filipina mencatat jumlah tertinggi. Negara dengan peningkatan jumlah anak yang tidak divaksin antara 2019 dan 2021 terbesar adalah Myanmar dan Mozambik.
Secara global, lebih dari seperempat cakupan vaksin human papillomavirus (HPV) untuk mencegah kanker serviks yang dicapai pada 2019 telah hilang. Konsekuensinya serius bagi kesehatan perempuan dan anak perempuan karena cakupan dosis pertama vaksin HPV global hanya 15 persen.
Kita perlu mengejar imunisasi untuk jutaan anak atau kita pasti akan menyaksikan lebih banyak wabah, lebih banyak anak sakit, dan tekanan yang lebih besar pada sistem kesehatan.
Cakupan vaksin campak dosis pertama turun menjadi 81 persen pada 2021, terendah sejak 2008. Artinya, 24,7 juta anak melewatkan dosis pertama vaksin campak mereka pada tahun 2021 atau 5,3 juta lebih banyak dari kondisi tahun 2019.
Selain itu, sebanyak 14,7 juta anak tidak menerima dosis kedua yang dibutuhkan. Dibandingkan dengan 2019, sebanyak 6,7 juta lebih banyak anak melewatkan dosis ketiga vaksin polio dan 3,5 juta anak melewatkan dosis pertama vaksin HPV.
Penurunan tajam cakupan imunisasi rutin dalam dua tahun ini menghentikan hampir satu dekade kemajuan yang dicapai. Ini berarti, tantangannya bukan hanya terkait pandemi Covid-19, melainkan lebih sistemik.
Para ahli mengatakan, kemerosotan cakupan vaksinasi ini sangat mengganggu karena tingkat kekurangan gizi yang parah juga meningkat. Anak-anak yang kekurangan gizi biasanya memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah dan infeksi seperti campak sering kali dapat berakibat fatal bagi mereka.
”Perencanaan dan penanganan Covid-19 juga harus berjalan seiring dengan vaksinasi untuk penyakit mematikan seperti campak, pneumonia, dan diare,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.
WHO dan Unicef bekerja sama dengan Gavi Vaccine Alliance dan mitra lainnya saat ini menyiapkan Agenda Imunisasi global 2030 (IA2030), sebuah strategi untuk semua negara dan mitra global yang relevan untuk mencapai tujuan dalam mencegah penyakit melalui imunisasi dan memberikan vaksin kepada semua orang, di mana saja, untuk setiap usia.
”Sungguh memilukan melihat lebih banyak anak kehilangan perlindungan dari penyakit yang dapat dicegah selama dua tahun berturut-turut. Prioritas kami, membantu negara-negara untuk mempertahankan, memulihkan, dan memperkuat imunisasi rutin di samping melaksanakan rencana vaksinasi Covid-19 yang ambisius,” kata Seth Berkley , CEO Gavi, Vaccine Alliance.