Operasi Bedah Jarak Jauh dengan Robotik
Teknologi telebedah robotik akan dikembangkan di Indonesia. Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas layanan bedah di Tanah Air, sekaligus mengatasi keterbatasan jumlah dokter spesialis bedah.
Teknologi bedah robotik kian berkembang di dunia. Pemanfaatannya pun semakin luas. Tidak hanya dilakukan di sejumlah negara di Amerika dan Eropa, bedah robotik juga sudah dilakukan di beberapa negara di Asia, seperti China, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura.
Bedah robotik bahkan pernah dilakukan secara jarak jauh oleh tim bedah yang berlokasi di New York, AS sementara pasien yang ditangani berada di Perancis. Operasi yang dikenal sebagai operasi Lindbergh ini dilakukan pada 2001 untuk penanganan kolesistektomi atau pengangkatan kantong empedu.
Selain itu, operasi bedah jarak jauh juga dilakukan di China. Penelitian Wei Tian dkk di jurnal Neurospine pada 2020 menyebut, operasi tulang belakang telerobotik berbasis jaringan 5G dilakukan pada 12 pasien. Dalam operasi ini menunjukkan hasil yang aman dengan penundaan atau latensi yang minimal pada jaringan, kapasitas bandwidth yang tinggi, dan komunikasi yang andal dalam pelayanan medis tanpa ada kesalahan telekomunikasi.
Dokter spesialis bedah digestif RS Hasan Sadikin Bandung Reno Budiman menyampaikan, pemanfaatan telebedah robotik telah dimanfaatkan secara luas. Teknologi ini menjadi salah satu pilihan yang bisa diandalkan di bidang ilmu bedah.
Sebagai uji coba, pengembangan bedah robotik dilakukan di dua rumah sakit pemerintah, yakni RS Dr Hasan Sadikin Bandung dan RS Dr Sardjito Yogyakarta.
”Robot yang digunakan untuk telebedah menjadi perpanjangan tangan dokter bedah dan memiliki akurasi yang lebih tinggi. Gerakannya pun lebih akurat dan presisi sehingga bisa dikatakan pembedahan yang dilakukan minim invasi dengan luka sayatan yang kecil,” katanya saat dihubungi di Jakarta, akhir Juni 2022.
Baca Juga: Mendekatkan Layanan Kesehatan
Meski begitu, teknologi bedah robotik tersebut belum banyak digunakan di Indonesia. Padahal, teknologi ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi ketimpangan layanan bedah di Tanah Air.
Dari data Kementerian Kesehatan, setidaknya tercatat kekurangan sumber daya manusia untuk spesialis ilmu bedah di Indonesia pada 2022 mencapai 2.581 orang. Kondisi tersebut membuat layanan bedah di masyarakat menjadi tidak optimal dan tidak merata.
Sebagian besar dokter spesialis bedah masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Persoalan yang lebih besar ditemui pada ketersediaan dokter subspesialis bedah, seperti bedah saraf, bedah plastik dan estetik, bedah jantung dan pembuluh darah, serta bedah kanker. Saat ini setidaknya jumlah dokter spesialis bedah kanker hanya 217 orang yang tersedia di 28 provinsi di Indonesia.
Bedah robotik
Karena itu, Reno mengatakan, pemanfaatan teknologi telebedah robotik perlu dikembangkan di Indonesia. Selain untuk mengatasi persoalan distribusi dan keterbatasan jumlah dokter bedah, teknologi ini juga dapat meningkatkan kapasitas bedah di Tanah Air.
Ia mengatakan, dalam penggunaan telebedah robotik, gerakan robot lebih akurat dan presisi. Tremor tangan yang terjadi pada dokter bedah yang bertugas sebagai operator dapat diabsorbsi sehingga gerakan instrumen tetap stabil.
Selain itu, posisi dokter bedah sebagai operator lebih ergonomis sehingga tidak melelahkan untuk melakukan operasi yang memakan waktu lama. Bedah robotik ini juga berpotensi untuk dilakukan secara jarak jauh antara operator dan pasien. Jarak jauh ini bisa hanya berbeda ruangan antara pasien dan dokter di rumah sakit yang sama atau di lokasi rumah sakit yang berbeda.
Saat ini, penggunaan telebedah robotik tengah dimulai di Indonesia. Dari berbagai alat yang dikembangkan di seluruh dunia, Indonesia lewat program Pembangunan Pusat Bedah Robotik akan memanfaatkan teknologi Sina Flex. Teknologi ini merupakan sistem bedah robotik yang dikembangkan dan diproduksi oleh Sina Robotics and Medical Innovators Co., LTD. yang berpusat di Iran.
Secara teknis, teknologi ini dilengkapi oleh beberapa bagian, yakni perangkat satuan daya (power unit), perangkat kontrol, perangkat kendali bedah, tempat tidur bedah, lengan robot bedah, dan kamera bedah. Perangkat kendali bedah akan dioperasikan oleh operator yang merupakan dokter spesialis bedah robotik, sementara lengan robot dan tempat tidur bedah untuk pasien akan berada terpisah.
Pada perangkat robot kendali bedah dilengkapi dengan layar utama, pegangan ergonomik, dan pedal kaki. Kontrol yang dilakukan operator pada perangkat ini akan dikirimkan ke perangkat robotik yang berada di sisi pasien. Secara bersamaan, robot pembantu yang berada di sisi pasien akan mengukur kekuatan interaksi antara robot dan pasien, termasuk gaya jepit yang terjadi. Sinyal ini akan dikirimkan ke sistem robot utama yang dikendalikan oleh operator.
Reno menuturkan, gerakan yang dilakukan oleh robot bedah lebih akurat dan presisi sehingga minim invasi atau luka operasi yakni sekitar 5 milimeter. Nyeri yang biasa muncul pascabedah akan lebih ringan.
Baca Juga: Teknologi Bedah Kian Berkembang
Selain itu, trauma jaringan dan risiko perdarahan lebih sedikit. Risiko infeksi pun lebih kecil. ”Dengan robotic surgery (bedah robotik) lama rawat menjadi lebih singkat dan pasien dapat cepat kembali beraktivitas,” katanya.
Sejumlah operasi yang bisa dilakukan dengan teknologi bedah robotik, yakni bedah toraks untuk pembedahan jantung dan paru, serta bedah digestif untuk bedah kolesistektomi, apendektomi, reseksi kolon, pembedahan bariatrik, liver, dan limpa. Tidak hanya itu, bedah robotik juga dapat dimanfaatkan untuk bedah urologi dalam pembedahan ginjal, kandung kencing, dan prostat, serta di bidang ginekologi untuk bedah mioma uteri, kista ovarium, dan endometriosis.
Menurut Reno, melalui telebedah robotik, dokter bedah konsultan yang ahli tidak perlu datang ke daerah terpencil atau daerah konflik untuk dapat melakukan pembedahan kompleks yang tidak dapat dilakukan dokter bedah di daerah tersebut. Telebedah robotik tidak hanya membuat layanan menjadi lebih efektif, akses pasien pun menjadi lebih mudah.
Teknik dalam telebedah robotik ini serupa dengan bedah laparaskopi atau bedah teropong. Namun, telebedah robotik dinilai lebih unggul.
Pada bedah laparaskopi, instrumen dikendalikan langsung di hadapan pasien sehingga posisi dokter terkadang kurang nyaman, sementara pada bedah robotik instrumen atau alat dikendalikan jarak jauh dan posisi dokter lebih ergonomis (nyaman) sehingga tidak melelahkan. Pada bedah laparaskopi, gerakan dari alat laparaskopi terbatas hanya dua arah sementara pada robotik sangat fleksibel sehingga lebih bebas bergerak.
Meski berbagai keunggulan dapat ditemukan dari bedah robotik, sejumlah kelemahan dan kontraindikasi perlu diperhatikan. Itu, antara lain, terkait kapasitas bandwidth yang besar, jaringan internet yang kuat, dan membutuhkan dokter bedah dengan keahlian khusus.
Reno mengatakan bedah robotik tidak terlalu efektif apabila ukuran jaringan yang dioperasi terlalu besar, banyak perlengketan bekas operasi sebelumnya, serta adanya komorbid paru atau jantung pada pasien. Biaya untuk bedah robotik juga lebih tinggi dibanding operasi konvensional.
Pengembangan
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Ketahanan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro menuturkan, program Pembangunan Pusat Bedah Robotik akan dijalankan secara bertahap mulai 2021-2024. Saat ini, tahapan yang berjalan yakni pelatihan pada dokter bedah. Sebagai uji coba, pengembangan bedah robotik dilakukan di dua rumah sakit pemerintah, yakni RS Dr Hasan Sadikin Bandung dan RS Dr Sardjito Yogyakarta.
Baca Juga: Bedah Minimal Invasif untuk Varises dan Kelainan Tiroid
Ditargetkan akan ada 80 dokter setiap tahun dari dua rumah sakit tersebut yang dilatih sebagai dokter bedah robotik. Saat ini pelatihan dilakukan dengan simulator untuk meningkatkan keterampilan tangan dan visual mata. Pelatihan ini juga diawasi langsung oleh para ahli.
Ia pun mengatakan kerja sama dengan PT Indofarma sebagai industri juga dilakukan dalam upaya alih teknologi tersebut. Diharapkan, nantinya perangkat yang dibutuhkan bisa diproduksi di dalam negeri dan harganya menjadi lebih ekonomis.
”Ditargetkan pada 2024-2025 kita sudah bisa mempraktikkan bedah robotik ini lebih baik di Indonesia,” katanya.