Lewat Bioskop Inklusif, Ratusan Penyandang Disabilitas Menonton Film ”Keluarga Cemara 2”
Belum semua ruang publik, termasuk mal dan bioskop, ramah kepada penyandang disabilitas. Lewat program Bioskop Inklusif, mereka dapat merasakan atmosfer menonton film dengan didampingi sukarelawan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 100 penyandang disabilitas menghadiri pemutaran film Keluarga Cemara 2 produksi Visinema Pictures di Studio One Belpark XXI, Jakarta, Minggu (26/6/2022). Kelengkapan deskripsi audio dan subtitle bahasa Indonesia membantu penonton merasakan atmosfer menonton film dalam program Bioskop Inklusif yang diinisiasi oleh Yayasan Matahatiku Berdaya Mandiri tersebut.
Penonton penyandang disabilitas di antaranya tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan disabilitas mental. Mereka didampingi sukarelawan yang menceritakan adegan nondialog.
Bioskop Inklusif merupakan program yang memberikan ruang berekspresi kelompok lintas disabilitas dalam menikmati karya film yang selama ini masih sangat sulit mereka akses. Sebelumnya, program tersebut juga mengajak kelompok lintas disabilitas menikmati pemutaran film KKN di Desa Penari produksi MD Pictures. Penonton berharap program menonton bareng tersebut berlanjut pada bulan-bulan berikutnya.
Pendiri dan Ketua Yayasan Matahatiku Berdaya Mandiri Amin Shabana mengatakan, Bioskop Inklusif memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok disabilitas merasakan atmosfer menonton film di bioskop. ”Tempat yang mungkin tidak pernah terpikirkan akan dapat mereka kunjungi dan berbaur dengan kelompok nondisabilitas lainnya. Bioskop Inklusif merupakan program advokasi agar industri perfilman nasional lebih inklusif kepada kelompok disabilitas,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (28/6/2022).
Menurut Amin, semua pemangku kepentingan, mulai dari sineas, ekshibitor, rumah produksi, distributor film, hingga pemerintah mesti memberikan keadilan dan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas dalam mengakses karya film, khususnya film nasional. Dengan berbagai keterbatasan, mereka pun menghadapi sejumlah tantangan dalam mengikuti program itu.
Dalam aspek aksesibilitas, misalnya, belum semua ruang publik, termasuk mal dan bioskop, ramah kepada penyandang disabilitas. Padahal, para tunanetra sangat memerlukan jalur penanda bagi tongkat dan signage Braille sebagai petunjuk.
Semua pemangku kepentingan, mulai dari sineas, ekshibitor, rumah produksi, distributor film, hingga pemerintah mesti memberikan keadilan dan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas dalam mengakses karya film, khususnya film nasional.
Sementara tunadaksa terkendala minimnya akses bagi pengguna kursi roda atau tongkat untuk membantu mobilitas mereka. Oleh sebab itu, kehadiran sukarelawan sangat dibutuhkan dalam mendampingi semua kelompok disabilitas.
Ketua Bidang Program Yayasan Matahatiku Berdaya Mandiri, Hikmah Almassawa, mengatakan, para sukarelawan bertanggung jawab mendampingi dari rumah menuju bioskop, menonton film, hingga kembali pulang ke rumah masing-masing. Sukarelawan memberikan pendampingan beragam sesuai keterbatasan penyandang disabilitas.
”Bila kelompok tunanetra didampingi oleh suakrelawan bisik, tunarungu didampingi juru bahasa isyarat. Sementara tunadaksa didampingi sukarelawan fisik dan disabilitas mental didampingi orang terdekat, seperti keluarga,” jelasnya.
Fajri Hidayatulah, anggota Himpunan Disabilitas Muhammadiyah, mengatakan, sebelum memasuki bioskop, setiap penyandang disabilitas dan pendamping diberi tiket dengan nomor kursi yang telah ditentukan. Tiket itu kemudian diverifikasi oleh penjaga pintu bioskop.
”Langkah ini terbukti memudahkan sukarelawan dalam menuntun dan mencari nomor kursi yang telah ditentukan. Setelah menempati kursi, masing-masing disabilitas akan duduk berdampingan dengan sukarelawan,” katanya.