Meskipun harus tetap fokus menangani pandemi Covid-19, dunia sudah harus bersiap menghadapi ancaman pandemi berikutnya. Kerja sama yang kuat diperlukan untuk memastikan akses kesehatan yang adil bagi semua negara.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum usai dengan pandemi Covid-19, dunia diajak bersiap menghadapi ancaman pandemi berikutnya. Berbagai pembahasan pun dilakukan secara intens agar kesenjangan dan hambatan yang terjadi dalam penanganan pandemi saat ini tidak terulang kembali, terutama terkait akses pada obat, alat diagnostik, dan vaksin.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan, kesiapsiagaan dan tanggap darurat kesehatan dunia terhadap ancaman pandemi berikutnya harus diperkuat. Kesepakatan untuk memperkuat arsitektur kesehatan global perlu dipastikan dapat terimplementasi dengan baik yang disiapkan secara agresif.
”Dunia harus mengambil pelajaran dari pandemi Covid-19. Kecepatan menjadi sangat penting. Kita perlu bergerak cepat untuk mempersiapkan dunia dari ancaman pandemi yang bisa saja lebih serius,” katanya dalam konferensi pers Pertemuan Pertama Menteri Kesehatan G20 di Yogyakarta yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (20/6/2022).
Menurut Tedros, setiap kali pandemi terjadi, respons dunia berupa kepanikan dan pengabaian. Ketika sedang krisis, dunia akan bereaksi. Namun, setelah krisis mereda, perhatian kembali beralih ke hal lain dan hanya melakukan sedikit hal yang terkait dengan upaya pencegahan kesehatan darurat berikutnya.
Terkait hal itu, WHO telah menyusun proposal untuk memperkuat arsitektur global terkait kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan ketahanan dalam kondisi darurat kesehatan. Terdapat 10 rekomendasi utama untuk mewujudkan tata kelola, sistem, dan pembiayaan yang lebih kuat. WHO pun diharapkan dapat menjadi pusat arsitektur kesehatan global yang lebih kuat.
Tedros mengatakan, salah satu yang menjadi perhatian adalah membentuk sistem pembiayaan yang memadai dan efisien. WHO dan Bank Dunia memperkirakan 31 miliar dollar AS dibutuhkan setiap tahun untuk memperkuat sistem keamanan kesehatan global.
Dunia harus mengambil pelajaran dari pandemi Covid-19. Kecepatan menjadi sangat penting. Kita perlu bergerak cepat untuk mempersiapkan dunia dari ancaman pandemi yang bisa saja lebih serius.
Sebesar dua pertiga dari kebutuhan tersebut bisa didapatkan dari sumber daya yang ada, tetapi artinya masih ada celah 10 miliar dollar AS per tahun. Untuk menutup kesenjangan tersebut, WHO mendukung pembentukan Dana Perantara Keuangan (FIF) seperti yang telah diusulkan para pemimpin negara G20.
”FIF yang fleksibel akan membantu mengurangi celah itu. WHO akan memainkan peran sentral dalam menjalankan dana tersebut,” katanya.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, FIF dapat digunakan sebagai dana cadangan yang dapat diakses oleh negara-negara yang membutuhkan untuk penanganan pandemi. Tata kelola dalam pemanfaatan dana dalam FIF akan diformalkan sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan kedaruratan kesehatan.
Kesepakatan yang akan dibangun dalam FIF bukan hanya dari lembaga-lembaga global, melainkan juga dengan sektor swasta. Hal ini dimaksudkan agar dana yang sudah tersedia dapat digunakan secara optimal ke dalam bentuk alat medis yang dibutuhkan, seperti vaksin, obat, dan alat diagnostik.
”Kita perlu memastikan bahwa kita memiliki semacam kesepakatan sosial dengan pihak swasta agar ketika pandemi terjadi, kerja sama antara pemerintah dan swasta bisa lebih cepat terjadi, khususnya untuk pengembangan vaksin, terapi, dan diagnostik. Jadi, swasta pun berkomitmen menyediakan kebutuhan itu secara tepat waktu dan mudah diakses,” kata Budi.
Direktur Eksekutif Global Fund untuk penanggulangan AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria Peter Sands mengatakan, kesiapsiagaan dalam memobilisasi sumber daya keuangan tambahan dalam menghadapi pandemi sangat penting. Pada saat pandemi ini terjadi kegagapan.
Anggaran yang seharusnya digunakan untuk penanganan penyakit lain, seperti HIV, TB, dan malaria, harus dialihkan untuk penanganan pandemi. Hal ini sebenarnya bukan solusi, justru memperdalam ketidakadilan akses kesehatan.
Peter Sands menambahkan, pandemi tidak hanya berdampak pada penularan penyakit, tetapi juga kondisi lain, seperti dampak dari kekurangan pangan, kenaikan harga pangan, serta kurangnya nutrisi pada masyarakat. ”Ketika berbicara tentang memperkuat sistem ketahanan kesehatan, kita perlu berpikir luas dan tidak hanya terpaku pada potensi pandemi,” kata Peter.
Pandemi Covid-19
Tedros menuturkan, dunia harus tetap waspada akan penularan Covid-19. Meskipun kasus baru dan kematian yang dilaporkan akibat Covid-19 sudah turun lebih dari 90 persen dari puncak kasus tahun ini, pandemi masih belum berakhir.
Penularan masih meningkat di sejumlah negara. Di lain sisi, pemeriksaan dan pengurutan genom (genome sequencing) sangat menurun. Selain itu, masih ada 40 persen penduduk dunia belum divaksinasi.
”Meski penting untuk berbicara tentang persiapan dan pencegahan pandemi di masa depan, kita harus tetap fokus untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Itu artinya harus terus lebih banyak memvaksinasi masyarakat, terutama pada kelompok paling berisiko, yakni petugas kesehatan, orang berusia di atas 60 tahun, dan kelompok lain yang berisiko mengalami keparahan dan kematian,” tutur Tedros.