Subvarian Baru Omicron Teridentifikasi, Perketat Kembali Protokol Pengendalian Covid-19
Kasus penularan Covid-19 di Indonesia mulai mengalami peningkatan. Penularan tersebut diperkirakan akan terus meningkat, terutama setelah subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 teridentifikasi di Tanah Air.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah secara resmi melaporkan adanya kasus subvarian virus Omicron BA.4 dan BA.5 di Tanah Air. Kewaspadaan perlu kembali ditingkatkan melalui penguatan testing, pelacakan, dan protokol kesehatan. Potensi kenaikan kasus Covid-19 bisa terjadi mengingat subvarian ini memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat dari subvarian Omicron sebelumnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Jumat (10/6/2022), menyampaikan, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 telah teridentifikasi di Indonesia pada 9 Juni 2022. Monitoring akan terus dilakukan terkait dengan kasus dengan subvarian tersebut.
”Kita sudah prediksi subvarian ini akan masuk (ke Indonesia) karena negara tetangga seperti Singapura dan Australia sudah teridentifikasi. Yang harus dilakukan saat ini segera percepat vaksinasi, terutama vaksin booster, juga tetap perkuat protokol kesehatan, seperti penggunaan masker di kerumunan, ruang tertutup, juga jika sedang tidak sehat,” katanya.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menuturkan, secara rinci terdapat satu kasus yang teridentifikasi dengan subvarian BA.4 dan tiga kasus dengan subvarian BA.5. Satu kasus dengan subvarian BA.4 merupakan warga negara Indonesia. Sementara itu, tiga kasus dengan subvarian BA.5 merupakan pelaku perjalanan luar negeri yang merupakan delegasi pada pertemuan The Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada akhir Mei 2022.
Seluruh kasus dengan subvarian tersebut sudah menerima vaksinasi Covid-19 lengkap. Bahkan, dari kasus BA.5, dua kasus sudah menerima tiga dosis vaksin dan satu kasus mendapatkan empat dosis vaksin. Pemeriksaan yang dilakukan kepada seluruh kontak erat dari kasus dengan subvarian tersebut menunjukkan hasil negatif.
Yang harus dilakukan saat ini segera percepat vaksinasi, terutama vaksin booster, juga tetap perkuat protokol kesehatan, seperti penggunaan masker di kerumunan, ruang tertutup, juga jika sedang tidak sehat. (Budi G Sadikin)
Syahril mengatakan, kewaspadaan akan ditingkatkan karena subvarian BA.4 dan BA.5 dilaporkan telah menyebabkan kenaikan kasus di beberapa negara di dunia, seperti Afrika Selatan, Portugal, dan Chile. Kenaikan ini juga dilaporkan di sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat.
Di Indonesia, tambah Syahril, kenaikan kasus Covid-19 juga telah terjadi. Namun, menurut dia, kondisi penularan di tengah masyarakat masih terkendali. Tingkat kasus positif atau positivity rate pada 9 Juni 2022 sebesar 1,15 persen.
Angka tersebut masih di bawah batasan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen. Meski begitu, tingkat kasus positif tersebut merupakan yang tertinggi sejak April 2022.
Berdasarkan indikator lainnya, situasi penularan Covid-19 di Indonesia masih berada di level 1 dari standar WHO. Kasus konfirmasi Covid-19 berada di angka 1,03 kasus per 100.000 penduduk per minggu, sementara standar WHO menyatakan kasus terkendali jika transmisi kurang dari 20 kasus per 100.000 penduduk per minggu. Kasus rawat inap dan kasus kematian juga masih di bawah standar WHO, yakni 0,11 kasus rawat inap per 100.000 penduduk per minggu dan 0,01 kasus kematian per 100.000 penduduk per minggu.
”Masyarakat diharapkan tidak panik dan tetap beraktivitas seperti biasa sesuai yang disampaikan Presiden dengan pelonggaran-pelonggaran yang ada. Namun, diharapkan segera melakukan booster untuk meningkatkan kembali imunitas kita,” ujar Syahril.
Saat ini, setidaknya sudah ada 58 negara yang melaporkan temuan kasus subvarian BA.4 dan 63 negara melaporkan adanya kasus subvarian BA.5. Lima negara dengan laporan terbanyak dari subvarian BA.4 adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Britania Raya, Denmark, dan Israel. Sementara negara dengan laporan subvarian BA.5 terbanyak meliputi Amerika Serikat, Portugal, Jerman, Britania Raya, dan Afrika Selatan.
Kedua varian ini memiliki tingkat transmisibilitas atau penyebaran yang lebih cepat dari subvarian Omicron sebelumnya seperti BA.1 dan BA.2. Selain itu, varian ini juga memiliki kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan. Namun, varian ini tidak memiliki indikasi menimbulkan kesakitan yang lebih parah dibandingkan dengan varian Omicron lainnya.
Testing dan pelacakan
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menyampaikan, varian baru secara signifikan dapat berpengaruh pada peningkatan kasus Covid-19 di suatu wilayah. Karena itu, Indonesia pun perlu bersiap untuk menghadapi kenaikan kasus setelah ditemukan adanya subvarian baru Omicron BA.4 dan BA.5.
Meski situasi penularan masih dinilai terkendali, upaya pengendalian Covid-19 harus kembali diperkuat. Upaya pelacakan dan pemeriksaan pada kontak erat harus kembali diperkuat. Selama ini, kedua upaya tersebut cenderung melemah. Masyarakat pun diharapkan bisa kembali disadarkan untuk memeriksakan diri apabila mengalami gejala serta melakukan isolasi diri.
”Pastikan pula vaksinasi bisa dipercepat. Jangan dulu kita berbicara untuk booster karena vaksinasi dosis kedua kita saja masih di bawah 70 persen. Itu harus dikejar untuk melindungi masyarakat secara lebih luas,” kata Masdalina.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, cakupan vaksinasi dosis kedua baru mencapai 62,16 persen dari total populasi. WHO telah menargetkan agar setiap negara bisa mencapai target vaksinasi dosis lengkap setidaknya 70 persen dari total populasi. Sementara itu, baru sebanyak 47,4 juta penduduk Indonesia yang mendapatkan vaksin dosis ketiga atau sekitar 17 persen dari total populasi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menuturkan, kewaspadaan akan penularan Covid-19 jangan sampai melemah. Pemerintah dan masyarakat perlu sadar bahwa pandemi masih terjadi. Data global dan nasional menunjukkan masih terjadi penularan di masyarakat, bahkan kasus kematian pun masih dilaporkan.
”Kita belum sampai pada ending Covid-19. Penularan masih bisa terjadi, tetapi yang harus kita pastikan, jangan ada kasus yang sampai ke tingkat yang lebih parah sampai kematian,” ujarnya.
Menurut Ede, protokol kesehatan perlu ditingkatkan menjadi protokol hidup sehat. Itu artinya, selain upaya 3M, masyarakat perlu diajak untuk melakukan pola hidup sehat lain, seperti istirahat yang cukup, menghindari stres, menghindari rokok, serta mengonsumsi gizi seimbang. Penularan Covid-19, apa pun variannya, akan memburuk apabila orang yang tertular memiliki komorbid.