Pemerintah mengundang langsung Paus Fransiskus untuk berkunjung dan melihat kerukunan beragama di Indonesia. Sebelumnya, Paus sudah berencana datang ke Indonesia tetapi batal karena adanya pandemi.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengundang pemimpin umat Katolik sedunia Paus Fransiskus untuk menyapa umat Katolik dan menyaksikan keragaman yang dimiliki Indonesia. Kunjungan Paus Fransiskus diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu model keharmonisan dan kerukunan umat beragama di dunia.
Undangan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumassaat mengunjungi Vatikan, Rabu (8/6/2022)pukul 19.30 waktu setempat. Pertemuan ini juga diikuti oleh Duta Besar Indonesia untuk VatikanLaurentius Amrih Jinangkung, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)Yahya Cholil Staquf, dan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Katolik Kementerian Agama Albertus Magnus Adiyarto Sumardjono.
”Saya ingin menyampaikan undangan Presiden Joko Widodo kepada Yang Mulia untuk datang berkunjung ke Indonesia. Indonesia mampu menjaga toleransi dan perdamaian antarpemeluk agama, termasuk ratusan umat agama lokal. Kami ingin mengundang Yang Mulia untuk melihat keberagaman ini di Indonesia,” ujar Yaqut.
Dalam pertemuan tersebut, Yaqut menyampaikan kerinduan umat Katolik kepada Paus Fransiskus saat datang ke Indonesia. Harapan agar Paus mengunjungi Indonesia ini tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga para uskup agung dan uskup di Indonesia.
Menurut Yaqut, pemerintah telah mengundang Paus Fransiskus sebelum pandemi. Pemimpin umat katolik sedunia tersebut bahkan sudah berencana mengunjungi Indonesia. Namun, rencana tersebut batal setelah Covid-19 merebak di dunia.
Sebelum bertemu dengan Paus, rombongan Kemenag pada hari pertama kedatangan juga menyempatkan untuk menyapa warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Vatikan dan Roma. Mereka, di antaranya, adalah biarawati, pelajar, mahasiswa, serta para pekerja.
Yaqut menjelaskan, Kemenag telah mencanangkan tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi. Pencanangan ini menjadi salah satu wujud komitmen kuat dari pemerintah untuk senantiasa merawat toleransi, baik toleransi sosial, agama, maupun politik. Hal ini diyakini menjadi modal sosial yang sangat penting untuk membangun bangsa.
Sikap toleransi ini juga sangat penting mengingat Indonesia akan menghadapi momentum politik pada tahun 2024. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama seluruh lapisan masyarakat untuk meminimalisasi potensi politisasi agama.
”Kita ingin menjadikan Indonesia sebagai barometer kehidupan keberagamaan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman, serta masyarakatnya toleran dan saling menghargai perbedaan. Kementerian Agama bertugas melayani umat dari semua agama dan tidak ada diskriminasi,” ungkapnya.
Kedatangan Paus Fransiskus akan menjadi kunjungan pertama pemimpin umat Katolik ke Indonesia setelah 33 tahun lamanya. Paus terakhir yang datang ke Indonesia ialah Paus Yohanes Paulus II pada 1989.Saat itu, Paus mengunjungi beberapa kota, antara lain, Jakarta, Yogyakarta, Medan, dan Maumere.
Dalam catatan Kompas, Paus Yohanes Paulus II menyatakan kekagumannya pada dasar negara Pancasila dan toleransi masyarakat Indonesia terhadap sesama umat beragama. Paus juga menyebut bahwa kebebasan beragama merupakan hak fundamental setiap individu maupun kelompok sehingga kebebasan beragama penting untuk dilindungi.
Kita ingin menjadikan Indonesia sebagai barometer kehidupan keberagamaan yang rukun dan harmoni dalam keberagaman, serta masyarakatnya toleran dan saling menghargai perbedaan. Kementerian Agama bertugas melayani umat dari semua agama dan tidak ada diskriminasi.
Model kerukunan
Dihubungi terpisah, Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia diyakini dapat memperkenalkan kerukunan antar-umat beragama kepada Vatikan. Bahkan, Indonesia juga bisa menjadi model kerukunan di dunia karena tetap harmonis meski memiliki suku dan agama yang beragam.
”Menjaga keharmonisan tidak mudah dalam sebuah negara yang memiliki banyak suku, agama, dan etnis. Inilah yang ingin ditunjukkan dari Indonesia. Muslim sebagai pemeluk agama mayoritas di Indonesia juga tetap menjalin kerukunan bagi semua,” ucapnya.
Selain itu, Benny juga memandang bahwa kedatangan Paus tidak hanya berdampak positif bagi aspek agama dan sosial masyarakat, tetapi juga perekonomian negara. Sebab, Paus bisa memperkenalkan ke dunia terkait destinasi religi di Indonesia seperti Candi Borobudur, pemakaman Wali Songo, dan Goa Maria. Semua tempat tersebut menjadi bukti eksistensi dan keharmonisan beragama di Indonesia.
Benny tidak menampik bahwa kontestasi Pemilihan Umum 2024 mendatang berpotensi memunculkan segregasi dan politik identitas dengan memanipulasi agama. Oleh karena itu, kedatangan pemimpin agama seperti Paus Fransiskus maupun Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb ke Indonesia diharapkan bisa menegaskan kembali larangan menjadikan agama sebagai alat politik.
”Dengan kedatangan Paus dan Imam Besar Al-Alzhar, mereka bisa mendorong Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana politik memiliki keadaban. Kontestasi politik Indonesia ke depan harus mengedepankan adu gagasan, bukan politik identitas,” ucapnya.