Presiden Jokowi Umumkan Pelonggaran Kebijakan Pemakaian Masker bagi Aktivitas Luar Ruang
Presiden Jokowi mengumumkan pelonggaran penggunaan masker di luar ruangan. Pemerintah juga melonggarkan kebijakan tes usap PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 lengkap.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan melonggarkan kebijakan pemakaian masker bagi masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan atau area terbuka. Kebijakan tersebut diambil dengan memperhatikan kondisi penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin terkendali.
”Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker,” ujar Presiden Joko Widodo dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (17/5/2022) petang.
Namun, untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik, masyarakat tetap harus mengenakan masker. Bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia, atau memiliki penyakit komorbid, Presiden Jokowi tetap menyarankan mereka untuk menggunakan masker saat beraktivitas. ”Demikian juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek, maka tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas,” kata Presiden.
Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker.
Selain melonggarkan kebijakan pemakaian masker, pemerintah juga melonggarkan kebijakan tes usap PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan. Aturan tersebut berlaku bagi mereka yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 lengkap. ”Kedua, bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapatkan dosis vaksinasi lengkap, maka sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen,” kata Presiden Jokowi.
Saat dihubungi, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menganjurkan masyarakat tetap memakai masker ketika masih berinteraksi dengan orang lain di luar ruangan. ”Kebijakannya seharusnya bukan pelonggaran masker, melainkan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) enggak usah diterapkan lagi. Pemulihan ekonomi tidak tergantung masker, tapi tergantung apakah aktivitas penduduk dibatasi atau tidak dibatasi,” ujar Pandu.
Menurut dia, pemakaian masker sebaiknya tetap dilakukan di luar ruangan karena penularan Covid-19 juga masih terjadi. ”Sebaiknya tetap pakai masker, masih ada penduduk yang belum punya imunitas. Mungkin Pak Presiden dapat briefing yang salah dari anak buahnya. Pakai masker itu bagus, kok. Kan, kita enggak tahu udaranya terkontaminasi atau tidak,” tuturnya.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, berharap kebijakan pelonggaran masker ini tidak membangun euforia di masyarakat. ”Atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan yang merugikan kita sendiri. Masker ini adalah satu perilaku yang, selain mudah dan murah, efektif dalam mencegah penyakit yang ditularkan melalui udara seperti halnya Covid-19,” kata Dicky.
Menurut dia, pemakaian masker semakin efektif ketika dikombinasikan dengan akselerasi atau peningkatan cakupan vaksinasi. Pemakaian masker dan vaksinasi ini menjadi satu kombinasi yang sangat signifikan dan berkontribusi dalam menurunkan serta memperbaiki situasi pandemi. ”Menurunkan potensi penularan yang kita tahu terjadi terutama karena ditularkan lewat udara,” katanya.
Pelonggaran masker disampaikan Presiden Jokowi dalam konteks cakupan vaksinasi dua dosis di Indonesia yang sudah jauh meningkat. Namun, di sisi lain, varian dan subvarian dari Omicron juga masih terus berkembang. Varian BA2.12.1, misalnya, hanya bisa efektif dilawan dengan vaksinasi tiga dosis. Negara-negara lain yang sudah mulai melakukan pelonggaran pemakaian masker umumnya juga telah memiliki cakupan dosis vaksinasi penguat di atas 70 persen, sementara cakupan vaksinasi penguat di Indonesia belum mencapai 70 persen. ”Tidak serta-merta, outdoor itu boleh tidak memakai masker,” ucapnya.
Dicky mengaku sependapat dengan Presiden Jokowi yang sebelumnya menyebut bahwa peralihan dari pandemi menuju endemi harus dilakukan bertahap. ”Pelonggaran masker harus bijak dan tidak terburu-buru. Kita ada masa transisi sampai 6 bulan itu. Karena, saya prediksi akhir tahun ini, kita sudah dalam situasi lebih aman. Kita belum dalam kondisi yang cukup aman untuk betul-betul pelonggaran dalam artian pembebasan masker ini,” paparnya.
Menurut Dicky, status pandemi bisa dicabut paling cepat akhir tahun 2022 atau awal tahun 2023. Hal ini terjadi apabila cakupan vaksinasi dosis dua secara gobal telah mencapai dosis 70 persen pada Oktober mendatang. Selain itu, syarat lainnya adalah tidak muncul lagi varian atau subvarian baru yang mematikan.