Setelah UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan, implementasinya perlu dikawal. Sebelum penyiapan aturan turunan, pemerintah dan penegak hukum serta masyarakat harus sama-sama memahaminya agar dapat dilaksanakan.
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pengesahan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Selasa (12/4/2022), semestinya menjadi momentum untuk betul-betul dapat menghilangkan tindak kekerasan seksual di Indonesia. Pemahaman semua pemangku kepentingan perlu dikuatkan sejalan dengan pelaksanaan ketentuan ini di berbagai sektor kehidupan.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research, Adinda Tenriangke Muchtar mengapresiasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang disetujui untuk disahkan menjadi UU TPKS dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa. Namun, pengesahan ini perlu dikawal pelaksanaannya di berbagai tingkat, sektor, dan ranah.
Sosialisasi undang-undang dan peraturan turunannya perlu segera dilakukan untuk mempersiapkan implementasi aturan ini.
”Kesadaran jender dan HAM pemerintah dan penegak hukum khususnya serta masyarakat umum diperlukan untuk memastikan undang-undang ini bekerja dengan optimal,” kata Adinda.
Karena itu, dia berharap pengesahan UU TPKS betul-betul menjadi momentum untuk mencegah dan menghilangkan kekerasan seksual dari Indonesia.
Adinda menambahkan, apabila DPR menjalankan fungsi legislasi dan representasinya sesuai aspirasi rakyat, produk hukum yang diperlukan rakyat bisa dihasilkan. Pengesahan UU TPKS juga dinilai menjadi bukti penting kolaborasi dan pelibatan publik dalam proses kebijakan.
”Isu ini menjadi kepedulian dan kepentingan bersama yang didukung beragam pihak,” tambahnya.
Kesadaran jender dan HAM pemerintah dan penegak hukum khususnya serta masyarakat umum diperlukan untuk memastikan undang-undang ini bekerja dengan optimal.
Petakan aturan pelaksana
Secara terpisah, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan, UU TPKS telah melalui jalan panjang. Namun, semua berhasil diselesaikan berkat kolaborasi bersama seluruh elemen bangsa, mulai dari legislatif, pemerintah, lembaga negara lainnya, masyarakat sipil, akademisi, hingga yudikatif.
Selain itu, katanya, pemerintah selanjutnya akan memetakan aturan pelaksanaan, baik peraturan pemerintah maupun peraturan presiden. Izin prakarsa penyusunan rancangan PP dan rancangan perpres juga disiapkan untuk segera disampaikan kepada Presiden.
Dengan demikian, UU TPKS bisa segera diimplementasikan. Untuk itu, kata Dani, panggilan akrab Jaleswari, diperlukan jadwal dan pengawalan semua prosesnya.
RUU TPKS awalnya diusulkan sebagai inisiatif DPR dengan nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sejak 2016. Namun, pembahasannya macet. September 2021, Badan Legislasi DPR mengubah RUU PKS menjadi RUU TPKS.
Awal Januari 2022, Presiden Joko Widodo meminta RUU TPKS segera disahkan. Gugus tugas untuk percepatan pembahasan RUU TPKS juga dibentuk dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga yang terkait.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun mencontohkan RUU TPKS sebagai salah satu produk hukum yang berhasil diurai kemacetannya melalui gugus tugas bersama. Hal ini disampaikan Moeldoko dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Jakarta, Senin (4/4/2022).