Puskemas sebagai layanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian pandemi Covid-19. Itu terutama dalam optimalisasi upaya pelacakan, ”testing”, dan isolasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puskesmas memiliki fungsi besar dalam pengendalian pandemi Covid-19. Kesiapan untuk menghadapi lonjakan kasus perlu ditingkatkan, terutama dengan tingginya jumlah kasus tanpa gejala serta bergejala ringan. Selain pemantauan pada pasien isolasi mandiri dan terpusat, upaya tes dan pelacakan juga harus dipastikan berjalan dengan optimal.
Pelaksana Tugas Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani dalam acara ”Sosialisasi Kesiapan Puskesmas dalam Tata Laksana Covid-19” di Jakarta, Senin (31/1/2022), mengatakan, puskesmas memiliki fungsi untuk melakukan pencegahan, deteksi, dan respons dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Hal itu termasuk pada upaya 3T, yakni tes, lacak, dan isolasi, serta vaksinasi.
”Puskesmas saat ini sibuk dengan vaksinasi, tetapi dengan adanya varian Omicron yang semakin meluas, upaya 3T dan vaksinasi harus sama-sama dikerjakan secara simultan. Pemantauan pada pasien yang menjalani isolasi mandiri juga perlu dilakukan dengan baik termasuk pada efek samping obat,” katanya.
Kalsum menyampaikan, sejumlah persiapan diperlukan untuk memastikan kesiapsiagaan puskesmas dalam manajemen klinis Covid-19. Itu dimulai dari kesiapan sumber daya manusia, obat-obatan, ketersediaan logistik farmasi, manajemen klinis dan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi), pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi seperti telemedik (telemedicine), serta sistem rujukan dan kegawatdaruratan.
Ia mengatakan, pasien yang bisa menjalani isolasi mandiri harus memenuhi syarat klinis dan syarat rumah. Syarat klinis artinya pasien tersebut berusia kurang dari 45 tahun, tidak memiliki komorbid, dan tidak memiliki gejala atau bergejala ringan. Sementara syarat rumah, yakni memiliki kamar terpisah dan memiliki kamar mandi di dalam rumah. Jika tidak memenuhi syarat rumah, pasien harus menjalani isolasi terpusat.
Pasien yang menjalani isolasi mandiri perlu segera dirujuk ke rumah sakit apabila menunjukkan perburukan pada gejala klinis yang dialami. Tanda klinis tersebut, antara lain, demam tinggi lebih dari 38 derajat celsius, kesulitan bernapas atau sesak napas dengan frekuensi napas lebih dari 24 kali per menit dan saturasi oksigen kurang dari 95 persen, wajah atau bibir kebiruan, batuk memburuk, nyeri dada, gangguan kesadaran, tidak mampu makan dan minum, diare, serta pada bayi dan anak terlihat merintih.
Kalsum menambahkan, layanan telemedik atau layanan kesehatan jarak jauh bisa semakin dimanfaatkan dalam mekanisme perawatan pada pasien isolasi mandiri. Dalam layanan telemedik, meliputi triase pasien (pemilihan pasien berdasarkan beratnya penyakit), pemberian resep elektronik, dan pengantaran obat. Kementerian Kesehatan kini sudah bekerja sama dengan 17 layanan telemedik.
Deputy of Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Agus Rachmanto menuturkan, pusat data pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan tersimpan dalam sistem New All Record (NAR) Kementerian Kesehatan. Data tersebut bisa diakses secara real time oleh petugas kesehatan untuk pengambilan keputusan dan monitoring kasus Covid-19.
Dalam penggunaan layanan telemedik, selain bekerja sama dengan 17 layanan telemedik, penyediaan obat juga didukung oleh 15 apotek Kimia Farma yang melayani pasien di 17 kota di Jawa dan Bali. Sementara untuk pengiriman obat akan dilayani oleh layanan Si Cepat.
“Untuk daerah lain yang memang belum bisa mengakses layanan telemedicine, aplikasi lain bisa digunakan untuk sementara seperti dengan WhatsApp grup. Kami terus berupaya agar layanan telemedicine bisa diperluas tetapi pemanfaatan tersebut tentu tidak bisa cepat,” ucap Agus.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 31 Januari 2021 melaporkan, jumlah kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 10.185 kasus dengan 17 kasus meninggal. Adapun kasus aktif yang masih dalam perawatan sebanyak 68.596 kasus. Secara kumulatif, kasus varian Omicron yang ditemukan sebanyak 2.613 kasus dengan 54 persen dari kasus pelaku perjalanan luar negeri dan 38 persen merupakan transmisi lokal yang tersebar di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan.
Tes dan lacak
Koordinator Kelompok Substansi Penyakit Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan Endang Budi Hastuti menuturkan, upaya penemuan kasus harus kembali diperkuat seiring dengan banyaknya kasus penularan varian Omicron yang tidak menunjukkan gejala. Apabila pemeriksaan hanya dilakukan pada orang dengan gejala, banyak kasus yang tidak terdeteksi, serta situasi penularan yang sebenarnya terjadi di masyarakat tidak dapat diketahui.
”Karena itu sangat penting pelacakan pada kontak erat dilakukan karena kemungkinan besar kontak erat itu positif (Covid-19) karena memang mereka tidak memiliki gejala,” ucapnya.
Endang mengatakan, puskesmas memiliki target dan indikator pencapaian yang harus dipenuhi. Dalam target pelacakan, proporsi kasus konfirmasi yang diwawancarai dalam 24 jam setelah kasus terkonfirmasi harus mencapai minimal 80 persen. Selain itu, rata-rata kontak erat yang teridentifikasi untuk setiap kasus konfirmasi minimal 15 orang dengan 80 persen di antaranya sudah dites dalam 72 jam setelah kasus terkonfirmasi.
Pada aspek testing, jumlah orang yang dites minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu diperiksa untuk setiap kabupaten/kota. Adapun proporsi tes positif (Rt) maksimal 5 persen per minggu dengan waktu pengiriman sampel pemeriksaan maksimal 24 jam. Waktu tunggu hasil pemeriksaan nucleic acid amplification test (NAAT) atau PCR ditentukan maksimal 48 jam.
”Pada intinya, secepat-cepatnya kita temukan kasus terkonfirmasi dan secepat-cepatnya dilakukan isolasi pada kasus tersebut yang juga secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya dilakukan pelacakan pada kontak erat. Dengan begitu, kasus terkonfirmasi bisa segera diisolasi sehingga penularan bisa ditekan,” kata Endang.
Pada intinya, secepat-cepatnya kita temukan kasus terkonfirmasi dan secepat-cepatnya dilakukan isolasi pada kasus tersebut yang juga secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya dilakukan pelacakan pada kontak erat. Dengan begitu, kasus terkonfirmasi bisa segera diisolasi sehingga penularan bisa ditekan,