Cinta yang Tak Semestinya
Jatuh cinta merupakan perasaan normal manusia. Namun, hal ini bisa menjadi masalah perselingkuhan ketika berkembang menjadi hubungan romantis kepada seseorang yang telah terikat hubungan dengan orang lain.
Hati menginginkan apa yang diinginkannya, atau dia tak peduli. (Emily Dickinson, 1862)
Cinta itu memang buta alias tidak logis, tetapi membangun relasi romantis itu rasional. Kita bisa memilih dengan siapa akan berpacaran atau menikah, tetapi kita tidak bisa menentukan dengan siapa dan kapan untuk jatuh cinta.
Beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan isu pelakor alias perebut laki orang. Istilah yang populer beberapa tahun terakhir itu disematkan pada perempuan yang dituding jadi perebut suami orang. Walau relasi asmara selalu dibangun antara dua orang, perempuan sering jadi tertuduh.
Bermula dari tudingan terhadap penyanyi religi muda, isu pelakor meluas ke sejumlah selebritas Tanah Air. Padahal, di luar dunia hiburan, kasus pelakor pun mudah ditemukan. Kasus ini sering kali berfokus pada persaingan sesama perempuan, sedangkan laki-laki yang terlibat seolah tak dipersalahkan.
”Asmara adalah hubungan timbal balik yang dibangun atas keinginan dua belah pihak, tidak ada satu pihak yang merebut atau direbut pihak lain,” kata peneliti hubungan romantis dan dosen psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta, Pingkan CB Rumondor, di Jakarta, Sabtu (20/2/2021).
Yang bisa menjaga pernikahan hingga puluhan tahun itu bukanlah cinta, tapi komitmen. (Pingkan CB Rumondor)
Cinta dalam perselingkuhan umumnya berawal dari kekaguman yang berkembang jadi ketertarikan pada orang yang telah memiliki hubungan dengan orang lain, baik berbentuk pacaran atau pernikahan. Rasa itu muncul akibat tingginya paparan atau interaksi di antara keduanya, bisa karena satu kantor, satu pekerjaan, atau menghadapi beban hidup yang sama.
Perasaan sama dan senasib itu membuat dua orang saling membuka diri hingga membangun kedekatan dan keintiman. Saat itulah berbagai zat kimia atau neurotransmitter di otak akan saling bekerja hingga membuat mereka jatuh cinta.
Saat jatuh cinta (limerence), seseorang akan merasa berbunga-bunga, deg-degan, nyaman, dan selalu memikirkan si dia. Apakah orang yang dicintai itu sudah terikat komitmen dengan orang lain atau belum, tidak akan terpikirkan. Risiko yang terjadi akibat hubungan terlarang itu juga tak masuk dalam pertimbangan.
”Saat jatuh cinta, otak yang mengatur emosi menjadi lebih aktif, sedangkan otak yang berperan dalam berpikir logis tidak aktif,” tambahnya.
”Walau secara sosiologis tidak lazim, tetapi dalam neurosains, jatuh cinta pada orang yang sudah memiliki hubungan dengan orang lain adalah normal,” kata ahli neurosains dan perilaku sosial dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Taufiq Pasiak.
Rasa cinta tidak harus selalu diteruskan menjadi hubungan romantis. Terlebih, jika salah satu atau kedua orang yang jatuh cinta itu masih terikat hubungan dengan orang lain. Namun, beberapa orang tidak mampu menimbang dan memperturutkan emosinya hingga akhirnya terjebak dalam perselingkuhan.
Karena munculnya ketertarikan pada pacar atau suami/istri orang adalah manusiawi dan wajar, Pingkan menyarankan orang yang mengalami hal itu untuk menerimanya, bukan terus membantahnya. Penyangkalan atas rasa cinta pada orang lain yang sudah memiliki hubungan justru bisa membuat rasa cinta kian menggebu-gebu hingga makin sulit menghindari perselingkuhan.
”Penerimaan atas rasa cinta yang muncul justru bisa membantu berpikir jernih,” katanya. Pengakuan atas cinta pada orang yang salah justru bisa membuat seseorang lebih ikhlas menerima kenyataan hingga mempermudah menghindari membangun hubungan dengan orang tersebut.
Namun, proses berpikir atau menilai untuk mengembangkan cinta yang muncul ke dalam sebuah hubungan itu butuh kedewasaan berpikir dan kematangan emosi. Kondisi itu membuat remaja atau orang dewasa muda yang jatuh cinta pada orang yang sudah memiliki pasangan butuh bimbingan orangtua.
”Terkadang apa yang dianggap remaja sebagai cinta sebenarnya bukan cinta. Bisa jadi hanya kekaguman, rasa nyaman atau keinginan mendapat perlindungan saja,” tambah Taufiq.
Menjaga komitmen
Tidak ada orang yang punya niat untuk selingkuh karena jatuh cinta bisa terjadi kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja. Interaksi dalam lingkunganlah yang membuat jatuh cinta dengan seseorang yang sudah dimiliki orang lain bisa muncul. Namun, sebagai makhluk sosial, interaksi itu sulit dihindari.
Untuk menghindari perselingkuhan, menurut Taufiq, hanya ada dua pilihan: menghindari atau justru menghadapi lingkungan itu. ”Pilihan ini terkait dengan kemampuan seseorang mengendalikan dirinya,” katanya.
Mereka yang yakin mampu mengendalikan diri untuk tidak masuk dalam perselingkuhan bisa tetap berinteraksi dengan orang yang dicintai itu seperti sebelum rasa cinta itu muncul. Namun, mereka yang tidak yakin, cukup berinteraksi seperlunya. Bagi pekerja kantor, itu bisa dilakukan dengan interaksi sebatas kepentingan profesional saja, tanpa perlu terlibat aktivitas di luar pekerjaan.
Baca juga: Hubungan Gelap yang Melenakan
Meski demikian, Pingkan mengingatkan, masa munculnya bunga-bunga jatuh cinta hingga terbangunnya keintiman emosional maupun kedekatan fisik dan seksual itu tidak bertahan lama, hanya sekitar 2 tahun. Setelah itu, bunga-bunga cinta itu akan turun. Pada saat itulah yang bisa menjaga kelanggengan hubungan romantis hanyalah komitmen.
”Yang bisa menjaga pernikahan hingga puluhan tahun itu bukanlah cinta, tapi komitmen,” kata Pingkan. Perselingkuhan sejatinya terjadi karena komitmen yang rendah. Karena itu, laki-laki atau perempuan yang kurang puas dengan pernikahan atau hubungan yang dijalani lebih rentan berselingkuh.
Terbatasnya waktu munculnya cinta hingga terbentuknya ikatan emosional itu juga dipengaruhi kerja dopamin dalam tubuh. Dopamin adalah neurotransmitter di otak yang terkait dengan pencarian penghargaan atau kepuasan. Hormon ini berpengaruh besar dalam menentukan intensitas cinta dan keterikatan seseorang dalam hubungan asmara.
Masalahnya, seperti ditulis Sebasitian Ocklenburg, dosen biopsikologi di Institut Neurosains Kognitif, Universitas Ruhr, Jerman di Psychology Today, 19 Desember 2020, dopamin bisa mengirimkan sinyal yang salah tentang penghargaan. Hadiah atau penghargaan yang besar tidak otomatis akan menaikkan dopamin di otak.
Sebagai gambaran, orang yang menginginkan hadiah motor, tetapi mendapat mobil, dia akan melepaskan dopamin dalam jumlah besar. Namun, orang yang mengharap mobil dan mendapat mobil, maka dopamin yang dilepaskan tidak akan besar.
Karena itu, dalam hubungan pernikahan atau komitmen jangka panjang, saat perasaan di antara pasangan makin biasa-biasa saja, tidak ada kejutan-kejutan dalam hubungan romantis di antara keduanya, jumlah dopamin di otak tidak akan banyak. Jika terus dibiarkan, rasa cinta dalam sebuah hubungan akan semakin turun.
Secara sederhana, Pingkan menganalogikan cinta seperti mesin yang harus dirawat atau dipanaskan secara konsisten. Manusia tidak bisa berharap cinta yang tumbuh di masa lalu akan terus menjaganya karena cinta memang ada batas waktunya.
Penting bagi suami-istri untuk terus menjaga dan merawat cinta kepada pasangannya. Saat seseorang bertekad membangun komitmen dalam relasi romantis, dia seharusnya juga siap untuk terus-menerus berusaha menjaga dan memperkuat komitmen itu.
Baca juga: Pembekalan Perkokoh Perkawinan
Untuk menjaga komitmen dan menghindarkan diri dari perselingkuhan, seseorang perlu fokus pada hal positif atau kelebihan pasangannya serta tidak gampang membandingkan pasangannya dengan orang lain.
Saat seseorang merasa hubungan yang dijalaninya membosankan, berat dan tidak sehat, komunikasikanlah dengan pasangan apa yang membuatnya tertekan dan tidak bahagia dalam menjalani hubungan. Sampaikan apa yang Anda inginkan atau butuhkan dari pasangan.
Selain itu agar hubungan romantis yang dijalani senantiasa memberi penghargaan atau kebahagiaan, lakukanlah hal-hal baru yang menegangkan bersama pasangan. Menonton bareng, mengerjakan hal baru bersama, atau mencoba situasi baru dalam hubungan seksual bisa dijadikan pilihan kegiatan untuk ’memanaskan mesin’ cinta.
”Munculkan lagi rasa deg-degan dan berbunga-bunga seperti saat awal jatuh cinta,” katanya. Menjaga hubungan romantis itu butuh investasi waktu, energi dan biaya. Semakin tinggi investasi yang dilakukan, makin besar pula komitmen yang dihasilkan untuk menjaga hubungan.
Hanya dari hubungan yang dijaga dan dirawatlah, kepuasan seseorang atas relasi romantis yang dibangunnya bisa tetap terjaga. Ikatan cinta atau pernikahan yang menghasilkan lebih banyak penghargaan (reward) daripada pengorbanan (cost) akan memberikan kepuasan lebih besar hingga bisa menjaga hubungan yang dibangun dari perselingkuhan.