Hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 1-3 Februari 2021 terhadap 1.200 responden menunjukkan, 41 persen responden tidak bersedia divaksin.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sosialisasi vaksinasi Covid-19 perlu ditingkatkan agar masyarakat memperoleh informasi yang tepat. Komunikasi publik perlu dilakukan secara spesifik sesuai dengan sasaran yang dituju dan melibatkan tokoh-tokoh yang dipercaya oleh masyarakat seperti tokoh agama.
Hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 1-3 Februari 2021 terhadap 1.200 responden menunjukkan, sebanyak 41 persen responden tidak bersedia divaksin. Situasi tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus karena mayoritas dari responden mengetahui program vaksin Covid-19 yang dilakukan pemerintah.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, hampir semua responden, yakni 91,3 persen, sudah tahu pemerintah telah memulai program vaksinasi Covid-19. Mayoritas responden juga setuju dengan pendapat bahwa mereka menerima vaksin jika telah dinyatakan halal.
”Namun, sangat banyak warga yang kemudian tidak lantas bersedia divaksin terutama karena alasan efek samping vaksin yang belum dipastikan. Kemudian (karena alasan) efektivitas vaksin, merasa sehat atau tidak membutuhkan, tidak mau membayar untuk mendapatkan vaksin, dan lain-lain,” kata Burhanuddin dalam rilis survei nasional bertajuk ”Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19”, Minggu (21/2/2021).
Hadir pula dalam rilis survei tersebut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Nasdem Felly Estelita Runtuwene, dan Ketua Kelompok Kerja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan.
Burhanuddin menjelaskan, kesediaan menerima vaksin dipengaruhi oleh etnis, agama, pendidikan, ancaman Covid-19, dan tingkat kepercayaan terhadap efektivitas vaksin. Semakin tinggi pendidikan, misalnya, maka kian tinggi kesediaannya menerima vaksin. Selain itu, mereka yang merasa takut tertular Covid-19 dan percaya terhadap efektivitas vaksin semakin tinggi kesediaannya menerima vaksin.
Ia berharap, masyarakat mendapatkan arah yang benar terkait dengan program vaksinasi nasional. Sebab, program ini menjadi harapan bagi masyarakat untuk mengatasi persoalan pandemi Covid-19 ini.
Ridwan Kamil menegaskan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melakukan komunikasi publik terkait dengan program vaksin Covid-19 secara khusus dan spesifik. Salah satu yang akan digunakan Ridwan ialah membuat video testimoni berbahasa lokal. Selain itu, ia akan meningkatkan peran ulama dalam menyosialisasikan vaksin Covid-19.
Adapun Ganjar Pranowo mengatakan, selain pentingnya mendorong tokoh-tokoh berpengaruh mengajak masyarakat untuk tidak takut divaksin, narasi yang positif perlu terus dibangun agar masyarakat tidak takut divaksin.
Hal senada diutarakan Felly Estelita Runtuwene. Tokoh agama, politik, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam sosialisasi vaksin Covid-19 kepada publik. Sebab, selama tokoh-tokoh yang dipercaya tersebut tidak berbicara, pengikutnya tidak akan mendengarkan anjuran pemerintah.
Ia menegaskan, komunikasi, edukasi, dan informasi harus digencarkan. Jangan sampai berita bohong yang diterima masyarakat lebih besar daripada informasi resmi dari pemerintah.
Menurut Erlina Burhan, ada fenomena yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia ini, yaitu masih ada responden yang menganggap virus Covid-19 sekadar berita bohong. Padahal, media massa dan tenaga kesehatan telah banyak berbicara tentang Covid-19 ini.
Menurut Erlina, perlu ada edukasi secara tepat sasaran dengan melibatkan orang yang dipercaya masyarakat, seperti tokoh agama.
Sosialisasi yang dilakukan tenaga kesehatan juga perlu memasukkan topik-topik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti efek samping dan efektivitas dari vaksin Covid-19.