Beban Fisik dan Mental Berat, Tenaga Kesehatan Butuh Insentif Liburan
Tenaga kesehatan menaruh harapan agar pada tahun 2021 beban mental dan beban fisik mereka sedikit berkurang setidaknya dengan menikmati waktu libur yang lebih banyak.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun 2020 menjadi tahun berat untuk semua, terutama tenaga kesehatan yang harus berjuang langsung menangani krisis kesehatan. Tenaga kesehatan pun menaruh harapan agar pada tahun 2021 beban mental dan beban fisik mereka sedikit berkurang, setidaknya dengan menikmati waktu libur yang lebih banyak.
Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak akhir triwulan I-2020, diakui Ridwan Karyadi, tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karangasem, Bali, membuat bebannya sebagai dokter jaga unit gawat darurat (UGD) bertambah.
Selain beban dari penggunaan baju hazmat dan masker berlapis yang menemani kesehariannya di rumah sakit, beban mental selalu membayang ketika sampai di rumah karena khawatir dirinya membawa virus penyebab Covid-19 ke anggota keluarga.
”Selain itu, juga masih sering bentrok dengan masyarakat yang enggak terima kalau mereka atau keluarga mereka dicurigai terinfeksi penyakit tersebut. Lumayan tambah berat pekerjaannya,” ujarnya kepada Kompas, Jumat (1/1/2021).
Dengan beban berat tersebut, waktu libur pun menjadi penting, baik untuk beristirahat maupun mencari penghiburan. Dokter 28 tahun itu biasa memanfaatkan waktu liburnya untuk tidur atau berolahraga. ”Gara-gara pandemi, punya hobi baru, sih, buat aquascape di rumah,” katanya.
Meski tidak terlalu suka bepergian, ia berharap situasi pandemi kian membaik agar ia bisa berlibur di tempat-tempat wisata yang kini banyak ditutup karena kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat.
Sementara Winda, seorang bidan di satu rumah sakit swasta di Jakarta berharap bisa mendapatkan waktu libur tambahan setelah sembilan bulan menghadapi situasi pandemi di 2020. ”Pada masa pandemi, kita lumayan stres kerjanya. Jadi, lumayan banget kalau hari libur ditambah atau ada tambahan apa begitu,” tuturnya.
Saat libur, ia dan tenaga kesehatan di tempatnya bekerja harus melaporkan lokasi bepergian agar bisa dilacak. Jika cuti panjang dipakai untuk pergi ke luar kota, tes usap PCR secara mandiri harus dilakukan. ”Jadi, kalaupun liburan sama teman, paling staycation saja, tetapi tetap jaga protokol kesehatan,” ucapnya.
Pengalamannya terinfeksi Covid-19 pada pertengahan Desember lalu membuat Winda menjaga hidupnya lebih sehat lagi, antara lain, dengan mengatur pola tidur dan pola makan.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Kamis (31/12/2020), menegaskan bahwa perlindungan bagi tenaga kesehatan harus ditingkatkan.
Satgas Covid-19 nasional pun mengusulkan adanya bidang perlindungan tenaga kesehatan yang didukung berbagai lembaga kesehatan dan asosiasi tenaga kesehatan, termasuk Kementerian Kesehatan.
Bidang tersebut diharapkan bisa mengatur mekanisme istirahat dokter. Misalnya, setelah tiga bulan bekerja terus-menerus, tenaga kesehatan wajib istirahat selama seminggu. Selama istirahat, semua kebutuhan dipenuhi dan penghasilan tetap diberikan secara penuh.
Insentif lain juga diusulkan disediakan bagi tenaga kesehatan. Contoh, insentif berupa diskon tiket penerbangan, kereta api, hingga hotel. Bisa juga dalam bentuk prioritas penanganan ketika tenaga kesehatan sakit.
”Jangan sampai terjadi dokter atau tenaga kesehatan justru kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dari rumah sakit,” kata Doni.
Mitigasi untuk mencegah tenaga kesehatan mengalami sakit parah juga akan dibuat. Hal ini untuk menekan angka kematian tenaga kesehatan akibat Covid-19. Sampai 28 Desember 2020, sebanyak 507 tenaga kesehatan dari 29 provinsi di Indonesia gugur karena Covid-19, terbanyak pada bulan Desember sebanyak 96 tenaga kesehatan.