Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta menggelar Jakarta Dance Meet Up (JDMU) secara virtual tahun ini. JDMU diharap jadi wadah para komunitas tari untuk berjejaring dan saling berbagi pengetahuan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta menilai bahwa pertemuan komunitas tari dari berbagai genre penting. Selain untuk berjejaring, kelompok tari dapat saling berbagi pengetahuan, berkolaborasi, dan bertumbuh bersama. Ini penting untuk kelanjutan ekosistem seni tari di Indonesia.
Untuk itu, komunitas tari dipertemukan dalam Jakarta Dance Meet Up (JDMU), program tahunan Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). JDMU pertama kali diselenggarakan pada 2017 untuk menghubungkan komunitas-komunitas tari di DKI Jakarta. Ini karena sanggar-sanggar tari lebih sering berkumpul di kelompok masing-masing (Kompas, 29/8/2017).
JDMU 2020 kini digelar secara virtual akibat pandemi Covid-19. Acara daring memungkinkan DKJ merangkul lebih banyak komunitas dari beragam daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, Sorong, Jayapura, dan Aceh.
”JDMU itu pertemuan para penari, koreografer, pementas tari, dan pihak terkait. Program ini secara umum membaca dua hal. Pertama, seni populer, yakni praktik seni tari dalam lingkup industri kreatif. Kedua, seni tari yang lebih ke eksperimen,” kata Ketua DKJ Danton Sihombing, Jumat (4/12/2020), dalam pertemuan daring.
Menurut dia, tari sebagai seni populer dan eksperimen perlu dikembangkan, baik sebagai hiburan, konsumsi industri pariwisata, dan lainnya. Redefinisi koreografi dalam seni tari pun dibutuhkan. Hal-hal itu berperan untuk keberlanjutan ekosistem seni tari.
Ketua Komite Tari DKJ Yola Yulfianti mengatakan, pandemi berdampak pada dunia pertunjukan. Pegiat seni tari perlu melakukan evaluasi, refleksi, negosiasi, dan adaptasi dengan perubahan yang terjadi. Ini termasuk memadukan seni tari dengan teknologi. JDMU virtual dinilai sebagai respons yang tepat.
Ada dua kegiatan utama pada JDMU tahun ini. Pertama, choreo-lab yang fokus pada proses kreatif seni tari. Choreo-lab dibuat dua versi, yakni Meet Up for Artistic Development dan Meet Up for Upcoming Choreographer. Kedua, Jakarta Dance Extravaganza yang fokus pada produk kreatif.
”Saya harap kedua program ini jadi bekal untuk program yang lebih besar di 2021,” kata Yola.
Program-program itu melibatkan penari, koreografer, dan talenta-talenta terkait. Mereka berdiskusi dalam format kelas daring sejak November 2020 dengan sejumlah mentor dan narasumber.
Hasil berbagi ilmu dan pengetahuan itu kemudian dipresentasikan dalam pentas tari. Jakarta Dance Extravaganza akan menampilkan karya koreografi dari genre broadway jazz, tari liris (lyrical dance), tradisi, balet, dan dansa ballroom. Koreografer yang terlibat ada Ara Ajisiwi, Ufa Sofura, Cikal Mutiara Diar, Michael Halim, dan Denny Howman.
Selain tari, akan ada pula persembahan musikalisasi puisi sebagai produk Jakarta Dance Extravaganza. Pertunjukan dikemas seperti film, kemudian disiarkan di kanal Youtube Indonesia Kaya pada 11-13 Desember 2020.
Adapun Meet Up for Artistic Development melibatkan sejumlah seniman. Beberapa di antaranya ialah Adhika Annisa, Pingkan Polla, Ferry Cahyo, Nugroho, Theo Nugraha, Elia Nurvista, dan Nudiandra Sarasvati.
Sementara itu, Meet Up for Upcoming Choreographer menggandeng delapan koreografer. Mereka akan melakukan presentasi hasil belajar di hadapan para penanggap. Koreografer peserta antara lain Frans Junias Jugganza, Lue Wijee, dan Viko Andy Muhammad Indarsyah.
”Ekosistem seni tari tidak hanya bicara soal produksi karya, tapi juga pengayaan dan bagaimana kita menjangkau audiens yang lebih luas. Pertemuan dan pentas digital ini memungkinkan interaksi dengan audiens dan komunitas tari,” kata anggota Komite Tari Saras Dewi.
Menimba ilmu
Frans Junias, peserta Meet Up for Upcoming Choreographer dari Jayapura, mengatakan, ia mendapat banyak ilmu dari JDMU. Pertemuan dengan sesama pegiat seni tari juga merangsang munculnya ide-ide baru.
”SDM di Jayapura (tentang seni tari) masih kurang. Ilmu yang saya dapat di sini masih kurang. Tapi, sekarang saya dapat banyak ilmu dan bisa dibagikan ke teman-teman di sini,” tutur Frans.
Adhika Annisa, peserta Meet Up for Artistic Development, mengatakan, pertemuan seperti ini membantunya membuat struktur pemikiran akan seni. Ini jadi tempat yang tepat buat bertanya dan mengembangkan riset artistik.
Saras Dewi menambahkan, ekosistem seni tari harus dirawat. Pengetahuan dan pengalaman sesama pegiat tari perlu dipertemukan kemudian didiskusikan. ”JDMU adalah kolaborasi, harapan, dan ruang untuk saling merawat semangat seni tari di Indonesia,” ucapnya.