Pengadilan Tinggi DKI Potong Hukuman Tiga Eks Direktur PT Asabri
Pidana penjara terhadap tiga eks direktur, terdakwa kasus korupsi PT Asabri, dikurangi di tingkat banding. Majelis hakim menilai pidana penjara yang dijatuhkan terlalu berat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga terdakwa korupsi PT Asabri (Persero) memperoleh potongan hukuman dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Ketiganya adalah bekas direksi PT Asabri, yakni Adam Rachmat Damiri, Sonny Widjaja, dan Hari Setianto.
Adam Rachmat Damiri, Direktur Utama Asabri 2011-Maret 2016, yang dipidana 20 tahun penjara, melalui putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dikurangi hukumannya menjadi 15 tahun penjara. Hal itu tertuang dalam putusan nomor 10/Pid.Sus-TPK/2022/PT.DKI pada 19 Mei 2022 yang ditandatangani oleh hakim ketua majelis Tjokorda Rai Suamba dengan hakim anggotaSinggih Budi Prakoso, Artha Theresia, Anthon R Saragih, dan Hotma MayaMarbun.
Sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim tingkat banding menyatakan bahwa Adam terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Namun, dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat banding menyatakan tidak sependapat dengan pidana penjara yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, yakni 20 tahun penjara.
”Karena pidana penjara tersebut masih dirasa terlalu berat dan belum memenuhi rasa keadilan,” demikian bunyi pertimbangan putusan.
Selain itu, majelis hakim tingkat banding memutus Adam untuk membayar pidana denda sebesar Rp 750 juta dan membayar pidana uang pengganti sebesar Rp 17,9 miliar sebagaimana putusan di pengadilan tingkat pertama.
Sementara Sonny Widjaja, Dirut Asabri 2016-2020, yang divonis 20 tahun penjara, dikurangi hukumannya menjadi 18 tahun penjara. Hal itu tertuang dalam putusan nomor 13/PID.SUS-TPK/2022/PT.DKI yang ditandatangani oleh hakim ketua majelis Tjokorda Rai Suamba dengan hakim anggotaSinggih Budi Prakoso, Artha Theresia, dan Anthon R Saragih pada 19 Mei 2022.
Sonny Widjaja, Dirut Asabri 2016-2020, yang divonis 20 tahun penjara, dikurangi hukumannya menjadi 18 tahun penjara.
Sebagaimana putusan terhadap Adam, majelis hakim tingkat banding hanya mengubah terkait lamanya pidana penjara terhadap terdakwa Sonny. Sebab, pidana penjara selama 20 tahun dirasa terlalu berat dan belum memenuhi rasa keadilan. Sebagaimana vonis di tingkat pertama, Sonny juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta dan membayar pidana uang pengganti sebesar Rp 64,5 miliar.
Adapun terhadap Hari Setianto, Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019, yang divonis 15 tahun penjara, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun penjara. Hal itu tertuang dalam putusan nomor 11/Pid.Sus-TPK/2022/PT DKI yang ditandatangani hakim ketua majelis Muhamad Yusuf dengan hakim anggota Haryono, Sugeng Hiyanto, Anthon R Saragih, dan Margareta Yulie BartinSetyaningsihpada 23 Mei 2022.
Majelis hakim tingkat banding memutus bahwa terdakwa Hari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi. Selain diputus pidana 12 tahun penjara, sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama, Hari juga dipidana denda Rp 750 juta dan pidana membayar uang pengganti sebesar Rp 378,3 juta.
Sebagaimana pertimbangan terhadap dua terdakwa sebelumnya, hukuman 15 tahun penjara dipandang terlalu berat. Sementara dalam perbuatan tersebut majelis hakim tingkat banding menilai ada pihak lain yang lebih bertanggung jawab sehingga memengaruhi kadar kesalahan terdakwa.
Ketika dikonfirmasi mengenai putusan terhadap tiga terdakwa di tingkat banding tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana belum bisa berkomentar terkait langkah hukum selanjutnya. ”Kami pelajari dulu (putusannya), ya,” kata Ketut.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Sonny Widjaja, Heru Buwono, mengatakan, pihaknya baru mengetahui adanya putusan terhadap kliennya tersebut hari Rabu (25/5/2022) ini melalui media massa. Menurut Heru, setelah putusan di pengadilan tingkat pertama dibacakan pada 4 Januari 2022, pihaknya langsung mengajukan banding dan menunggu sekaligus meminta salinan putusan perkara tersebut.
Akan tetapi, kata Heru, sampai hari Rabu ini, pihaknya belum menerima salinan putusan tersebut secara resmi sehingga memori banding yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan hukum pada putusan di tingkat banding belum diserahkan. Oleh karena itu, pihaknya mengaku terkejut ketika berdasarkan berita di media massa, perkara kliennya telah diputus pada 19 Mei 2022.
”Oleh karena itu, kami tetap akan mengajukan kasasi dalam perkara ini, dengan harapan proses pengambilan putusan di perkara ini benar-benar memenuhi rasa keadilan serta tidak melanggar hak-hak hukum dan hak asasi para terdakwa,” kata Heru.