Penyidik Telusuri Aliran Uang Kasus Garuda Indonesia
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK telah memberikan data terkait aliran dana dalam pengadaan pesawat Garuda Indonesia. Data tersebut akan membantu penyidik dalam upaya pemulihan kerugian negara.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik masih menelusuri aliran dana dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2011-2021. Saat ini, pendalaman dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi, Rabu (13/4/2022), menyampaikan, dengan telah ditetapkannya tiga tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia, penyidik kini dibatasi oleh masa penahanan. Oleh karena itu, pemeriksaan dikebut agar perkara tersebut segera dapat dilimpahkan.
”Karena sudah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan, maka pemberkasan perkara pasti akan segera selesai. Sekarang tersangkanya tiga, tapi soal (tersangka bertambah lagi) itu, nanti lah,” kata Supardi.
Dalam perkara tersebut, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yakni Setijo Awibowo (SA) selaku Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia periode 2011-2012, Agus Wahjudo (AW) selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia tahun 2009-2014, serta Albert Burhan, Vice President Treasury Management Garuda Indonesia, tahun 2005-2012.
Karena sudah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan, maka pemberkasan perkara pasti akan segera selesai. Sekarang tersangkanya tiga, tapi soal (tersangka bertambah lagi) itu, nanti lah.
Dalam tiga hari terakhir sampai hari ini, 13 orang diperiksa penyidik sebagai saksi. Mereka adalah jajaran manajemen Garuda Indonesia yang terkait dengan pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Salah satu saksi yang diperiksa adalah MAW selaku Direktur Utama PT Citilink Indonesia periode Agustus 2012 sampai Desember 2014.
Menurut Supardi, selain pemeriksaan saksi, penyidik juga melakukan kerja sama dengan instansi lain, khususnya untuk menelusuri aliran dana serta kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Saat ini, lanjut Supardi, PPATK yang telah memberikan data terkait aliran dana yang diduga terkait dengan perkara pengadaan pesawat.
”Kita sudahkerja sama juga dengan PPATK dan sudah ada hasilnya. Nanti alirandananya kita analisis dulu,” ujar Supardi.
Sebelumnya, Supardi menyampaikan bahwa tujuan utama penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia adalah memulihkan kerugian keuangan negara. Namun, pihaknya menilai bahwa sebagian besar uang dari Garuda Indonesia mengalir ke pihak-pihak yang berada di luar negeri.
Untuk memulihkan kerugian keuangan negara, salah satu cara yang mengemuka adalah melalui gugatan arbitrase. Namun, gugatan tersebut harus berdasarkan putusan pengadilan terlebih dahulu yang menyatakan bahwa suatu aset tertentu merupakan hasil tindak pidana.
Pemulihan kerugian negara
Terlebih bila asetnya di luar negeri, diperlukan bantuan dari negara di mana aset berada. Untuk keperluan tersebut, tentu harus dapat dibuktikan bahwa aset itu merupakan hasil kejahatan. Kelambatan ini tentu akan menyebabkan pelaku dapat mengalihkan asetnya selama proses hukum berlangsung.
Secara terpisah, pengajar dari fakultas hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, berpandangan, proses pemulihan kerugian negara yang sebagian besar aset atau dananya berada di luar negeri memang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi aparat penegak hukum. Sebab, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait pemulihan kerugian negara masih lemah karena hanya berorientasi pada kepentingan pembuktian, bukan pemulihan kerugian.
”Terlebih bila asetnya di luar negeri, diperlukan bantuan dari negara di mana aset berada. Untuk keperluan tersebut, tentu harus dapat dibuktikan bahwa aset itu merupakan hasil kejahatan. Kelambatan ini tentu akan menyebabkan pelaku dapat mengalihkan asetnya selama proses hukum berlangsung,” tutur Agustinus.
Menurut Agustinus, proses gugatan arbitrase memang dapat menjadi salah satu cara untuk mengejar aset yang berada di luar negeri. Namun, aparat penegak hukum juga dapat melakukan gugatan melalui pengadilan negeri.
Meski demikian, itu semua tetap harus berdasarkan putusan pengadilan pidana yang memutus bahwa perkara tersebut memang terbukti melawan hukum. Sebenarnya, ada mekanisme lain berupa penggabungan gugatan ganti rugi dalam perkara pidana. Namun, mekanisme tersebut masih terkendala aturan karena membatasi hal-hal tertentu saja yang bisa digugat.