Jaksa Temukan Dugaan Gratifikasi dalam Kasus Ekspor Minyak Goreng
Penyidik menemukan dugaan gratifikasi dalam perkara pemberian persetujuan ekspor minyak sawit oleh Kementerian Perdagangan. Setidaknya dua perusahaan yang tidak memenuhi syarat justru mendapatkan fasilitas itu.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kejaksaan Agung meningkatkan status perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022 dari penyelidikan ke penyidikan. Dari proses penyelidikan, penyidik menemukan dugaan gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor oleh Kementerian Perdagangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (5/4/2022), menyampaikan, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung telah menaikkan status perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022 ke penyidikan. Adapun penyelidikan terhadap perkara itu dimulai pada 14 Maret lalu.
”Selama penyelidikan telah didapatkan keterangan dari 14 saksi beserta dokumen atau surat terkait,” kata Ketut sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Ketut mengatakan, dari penyelidikan tersebut, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum berupa penerbitan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya. Sebab, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat kewajiban distribusi minyak sawit ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dan kewajiban harga jual minyak sawit di dalam negeri (domestic price obligation/DPO).
Perusahaan yang tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan padahal tidak memenuhi syarat antara lain PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS). Keduanya diduga bersalah karena melanggar kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dan menjual minyak goreng di atas batas harga yang ditetapkan pemerintah, yakni di atas Rp 10.300 per liter.
Penerbitan persetujuan ekspor tersebut telah bertentangan dengan hukum yang mengakibatkan kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng. Ini terjadi dalam kurun waktu 1 Februari sampai 20 Maret 2022. ”Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor,” kata Ketut.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, berpandangan, peningkatan status perkara tersebut sudah sesuai harapan. Sebab, selain perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk melakukan ekspor, diduga terjadi gratifikasi.
”Apalagi, diperbolehkannya ekspor itu diduga karena ada gratifikasi atau suap. Di sinilah kemudian jelas diduga ada korupsinya, setidaknya pasal suap untuk melakukan atau tidak melakukan yang seharusnya sesuai kewenangannya,” kata Boyamin.
Sebelumnya, MAKI telah melaporkan adanya dugaan penyimpangan atau penyelundupan minyak goreng ke luar negeri, baik kepada Kejaksaan Agung maupun Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Penyidik Kejati DKI Jakarta pun telah menyita satu kontainer berisi ribuan karton berisi minyak goreng yang siap dikirim ke luar negeri.
Menurut Boyamin, salah satu hal yang dilaporkan ke Kejagung adalah mengenai ekspor yang dilakukan melalui kawasan logistik berikat. Dengan demikian, ekspor tersebut tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
”Karena tidak perlu bayar PPn 10 persen, maka sebagian besar berlomba-lomba menjual CPO (minyak kelapa sawit mentah) ke luar negeri sehingga di dalam negeri minyak goreng menjadi langka dan mahal,” ujar Boyamin.