Kejagung Tetapkan Seorang Purnawirawan TNI sebagai Tersangka Peristiwa Paniai
Kejaksaan Agung telah menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014. Tersangka tersebut merupakan seorang purnawirawan TNI berinisial IS.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidikan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat di Paniai, Papua, pada 2014 kini telah memasuki babak baru. Kejaksaan Agung telah menetapkan satu tersangka dalam perkara tersebut.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Jumat (1/4/2022), mengatakan, penyidik Jampidsus telah menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014. Tersangka tersebut berinisial IS.
”(Tersangka adalah) Purnawirawan TNI. (Saat kejadian tahun 2014) Dulu perwira penghubung di Kodim (Komando Distrik Militer) saat itu. Kodim Paniai,” kata Febrie.
Febrie mengatakan, tersangka IS tidak ditahan. Sebab, kepentingan penahanan dan terkait kemungkinan melarikan diri dinilai penyidik tidak ada. Setelah penetapan tersangka ini, Febrie mengatakan penyidik akan fokus untuk melengkapi pemberkasan perkara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyampaikan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah menetapkan tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014 melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 1 April 2022. Adapun Jaksa Agung merupakan penyidik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
”Penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Huruf a dan h juncto Pasal 7 Huruf b UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM," kata Ketut sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis.
Pasal 9 Huruf a UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM adalah mengenai pembunuhan dan huruf h adalah mengenai penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal dilarang menurur hukum internasional. Sementara itu, Pasal 7 huruf b UU yang sama adalah mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ketut mengatakan, peristiwa pelanggaran HAM berat Paniai terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang, baik secara de facto maupun de jure, berada di bawah pengendaliannya. Selain itu, tidak diupayakan mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan tidak dilakukan pula penyerahan pelaku kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Akibat perkara tersebut, jatuh korban sebanyak 4 orang meninggal dan 21 orang luka-luka. Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 50 saksi, yakni dari masyarakat sipil, unsur kepolisian, unsur TNI, dan ahli.
Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Amiruddin Al Rahab, ketika dihubungi, mengatakan, penetapan tersangka tersebut adalah langkah maju dalam penuntasan peristiwa Paniai. Maka, yang penting ke depan adalah memastikan proses hukum berjalan dengan terbuka, termasuk mendalami agar tidak berhenti pada satu tersangka itu.
”Yang penting ke depan proses hukum dilakukan secara transparan dalam arti saksi-saksi dan barang bukti diketahui masyarakat,” kata Amiruddin.
Menurut Amiruddin, dengan telah ditetapkannya tersangka, yang perlu segera disiapkan adalah hakim ad hoc untuk pengadilan HAM. Hakim HAM tersebut ditunjuk oleh Mahkamah Agung. Amiruddin berharap agar hakim yang ditunjuk tersebut benar-benar memiliki reputasi dan pengetahuan tentang HAM.