Kejaksaan Identifikasi Produk Impor ”Berbaju” Lokal
Jaksa Agung Muda Intelijen, kepala kejaksaan tinggi, kepala kejaksaan negeri, dan kepala cabang kejaksaan negeri se-Indonesia akan melakukan operasi intelijen untuk identifikasi produk impor berlabel lokal.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan jajarannya untuk mengidentifikasi produk impor yang dilabeli sebagai produk dalam negeri. Instruksi tersebut dilakukan untuk mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo dalam penggunaan produk dalam negeri.
Burhanuddin, Jumat (25/3/2022), mengatakan telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Intelijen, para kepala kejaksaan tinggi, kepala kejaksaan negeri, dan para kepala cabang kejaksaan negeri di seluruh Indonesia melakukan kegiatan operasi intelijen untuk mencari dan menemukan barang atau produk impor yang diberi label lokal. Dengan demikian, seolah-olah produk itu merupakan produk dalam negeri.
”Instruksi ini dikeluarkan dalam rangka mendukung kebijakan Presiden RI untuk mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri,” kata Burhanuddin sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.
Instruksi Jaksa Agung itu tindak lanjut dari pengarahan Presiden kepada para menteri, gubernur, bupati dan wali kota, serta direktur utama badan usaha milik negara (BUMN) terkait Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia yang diselenggarakan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. Presiden meminta Kejaksaan Agung, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengawasi produk-produk impor yang kemudian dicap sebagai produk dalam negeri.
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, instruksi Jaksa Agung tersebut menunjukkan bahwa Jaksa Agung menjalankan tugas dalam kapasitas sebagai eksekutif untuk menindaklanjuti perintah Presiden. Instruksi tersebut, pertama-tama ditujukan kepada Jamintel, juga dinilai tepat mengingat tugas identifikasi tersebut memerlukan kemampuan khusus.
”Ini, kan, mengenai produk asing yang dilabeli sebagai produk lokal. Tentu ini tidak mudah terlihat oleh masyarakat. Oleh karena itu, tugas intelijen adalah memetakan persoalan ini, seperti bagaimana caranya, bagaimana rantai distribusi, di mana lokasinya dan siapa pelakunya,” kata Barita.
Menurut Barita, yang diharapkan dari Kejagung tentu bukan sekadar menangkap pelaku di tingkat bawah atau pengecer. Yang perlu diungkap adalah pelaku paling tinggi, yakni mereka yang memiliki kemampuan ekonomi dan jejaring yang kuat. Untuk melacak hal ini, maka yang harus dilakukan adalah tugas-tugas intelijen. Baru setelah persoalan terkait produk impor ”berbaju” lokal itu terang, kemudian dapat diambil langkah-langkah hukum selanjutnya.
Perkara minyak goreng
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, penyidik telah melakukan penyelidikan mengenai kasus pemberian fasilitas ekspor minyak goreng. Hal itu terkait dengan kelangkaan minyak goreng yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir yang menyebabkan harga menjadi tinggi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (DMO) dan Harga Penjualan Dalam Negeri (DPO), eksportir minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya harus melakukan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) sebelum mendapatkan persetujuan ekspor. Untuk itu, mereka harus melampirkan bukti kontrak dengan distributor, purchase order, delivery order (DO), dan faktur pajak.
Namun, diduga beberapa perusahaan yang diberi fasilitas ekspor minyak goreng pada tahun 2021-2022 telah menyalahgunakan fasilitas tersebut dan tidak melaksanakan persyaratan yang telah ditentukan. ”Atas perbuatan tersebut, berpotensi menimbulkan kerugian perekonomian negara. Tim penyelidik akan segera menentukan sikap untuk ditingkatkan ke proses penyidikan pada awal April 2022,” kata Ketut.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, langkah penyidikan tersebut memang sudah seharusnya diambil. Sebab, dari sisi masyarakat, perkara ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Terkait dengan perkara minyak goreng, lanjut Boyamin, MAKI telah dua kali membuat laporan sekaligus menyertakan data terkait dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan ekspor minyak sawit mentah kepada Kejagung.
Laporan pertama mengenai dugaan perusahaan yang tidak memiliki kuota untuk melakukan ekspor, tetapi kenyataannya mengekspor CPO. Sementara laporan kedua mengenai adanya delapan perusahaan yang mendapat fasilitas berikat untuk mengolah dan menjual CPO ke industri dalam negeri, tetapi diduga justru diekspor.
”Tujuan pelaporan ini untuk jangka pendek adalah agar peristiwa minyak goreng langka tidak terulang lagi. Kemudian, dengan dibawa ke proses hukum, diharapkan ada efek jera,” kata Boyamin.
Selain melaporkan terkait perusahaan tersebut, menurut Boyamin, MAKI juga meminta agar Kejagung menelusuri dugaan adanya oknum pejabat yang membantu memudahkan proses ekspor itu terjadi. Sebab, hal itu tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya bantuan dari regulator.