Presiden Ancam Sanksi Instansi Pemerintah yang Lebih Suka Barang Impor
Pemerintah mendorong anggaran modal pemerintah pusat, daerah, dan BUMN lebih banyak dimanfaatkan untuk membeli produk dalam negeri. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dapat terpacu.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Geram dengan kebiasaan pejabat menggunakan produk impor, Presiden Joko Widodo mengancam para menteri, kepala-kepala daerah, dan direktur utama BUMN dengan berbagai sanksi. Hukuman yang disiapkan berupa pemotongan dana alokasi khusus untuk daerah, pencopotan dari jabatan, hingga perombakan kabinet.
Ancaman sanksi dilontarkan Presiden Joko Widodo saat memberikan pengarahan kepada para menteri, gubernur, bupati dan wali kota, serta direktur utama BUMN terkait Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). Saat itu, Presiden mengingatkan bahwa APBN adalah uang rakyat sehingga semestinya digunakan untuk belanja produk-produk dalam negeri.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah(LKPP) Abdullah Azwar Anas juga diminta mendorong sebanyak mungkin produk dalam negeri, termasuk produk UMKM, masuk dalam e-katalog. Selain itu, Kementerian Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diminta mengawasi serta melaporkan setiap hari seberapa banyak transaksi produk dalam negeri.
”Kalau ada yang enggak semangat (menggunakan produk dalam negeri), potong DAK (dana alokasi khusus)-nya. Setuju?” tanya Presiden Jokowi yang dijawab dengan suara sayup oleh mereka yang hadir.
Presiden pun kembali menanggapi. ”Kelihatannya sudah pada ngeri. DAU-nya saya tahan kalau enggak setuju,” seloroh Presiden lagi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta Menteri BUMN Erick Thohir mengganti direktur utama (dirut) BUMN yang tidak mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Dirut BUMN yang lebih menyukai barang impor tak perlu dipertahankan.
”Kementerian sama saja, tetapi itu bagian saya. Reshuffle,” ancam Presiden. Tak hanya itu, Kejaksaan Agung, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai juga diminta mengawasi produk-produk impor yang kemudian dicap sebagai produk dalam negeri.
Kalau ada yang enggak semangat (menggunakan produk dalam negeri), potong DAK (dana alokasi khusus)-nya. Setuju?
Presiden menekankan, instansi pemerintah dan perusahaan negara harus memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri karena dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Jika 40 persen saja anggaran pemerintah digunakan untuk belanja produk dalam negeri, sudah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 1,71 persen.
Sejauh ini, pemerintah pusat sudah membentuk tim Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Implementasinya, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia diluncurkan sejak 14 Mei 2020.
Lokapasar
Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia menyasar masyarakat umum ataupun pemerintah. Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, UMKM artisan yang sudah masuk lokapasar sampai 2021 sebanyak 17,2 juta. Pada 2023, ditargetkan 30 juta UMKM bisa masuk lokapasar.
Sementara aksi afirmasi pembelian dan pemanfaatan produk dalam negeri selama tiga hari ini telah mencatatkan transaksi hingga Rp 214,1 triliun. Oleh karena itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merencanakan untuk melanjutkan bussiness matching selama satu pekan pada pertengahan April demi mencapai target transaksi Rp 400 triliun.
Diharapkan, transaksi pemanfaatan produk dalam negeri ini bisa rampung sebelum 31 Mei agar dapat masuk dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022. Kian masifnya penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah dan BUMN diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 6 persen dari target 5,2 persen di tahun 2022.
Luhut menyampaikan apresiasi kepada semua pemerintah daerah, BUMN, ataupun kementerian/lembaga yang sudah mengikuti aksi afirmasi bangga buatan Indonesia ini. Dia mengakui kadang ada yang tidak suka sehingga menyebut aksi ini sebagai ”kawin paksa”. Kendati demikian, dia menilai hal ini cukup efektif.
Luhut menambahkan, beberapa hal perlu dilakukan untuk menguatkan pemanfaatan produk dalam negeri oleh pemerintah pusat dan daerah serta BUMN. Pertama, memasukkan produk-produk UMKM ke dalam e-katalog LKPP. Di akhir tahun ini ditarget sudah ada satu juta produk yang masuk e-katalog. Saat ini, baru sekitar 176.000 produk yang sudah tercantum di e-katalog LKPP.
Terkait hal itu, Presiden meminta sertifikasi SNI dan syarat-syarat yang harus dipenuhi UMKM untuk masuk e-katalog dipermudah. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi penghambat pengadaan barang dan jasa dari UMKM.
Melalui keterangan tertulis, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menegaskan akan lebih fokus mendampingi dan mengurasi produk UMKM. Harapannya, produk UMKM lebih siap untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dan perusahaan negara. Selain itu, pembiayaan juga diupayakan tidak lagi menjadi persoalan sehingga UMKM dapat memproduksi barang dalam jumlah besar.
Kementerian Koperasi dan UKM juga sudah membuat daftar produk impor yang dapat diganti dan dibuat dari dalam negeri. Teten menegaskan akan menggandeng importir untuk mengalihkan produksi dari dalam negeri.
Insentif dan disinsentif
Untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri, Luhut menyebut diperlukan percepatan skema insentif belanja produk dalam negeri dan disinsentif belanja produk impor. Hal ini sedang disusun dalam rancangan instruksi presiden terkait percepatan optimalisasi pemanfaatan produk dalam negeri.
Perjanjian pinjaman untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur juga dinilai perlu ditinjau kembali dan diaudit BPKP. ”Perlu dipastikan agar bilateral loan agreement selanjutnya mengutamakan produk dalam negeri dan mensyaratkan transfer knowledge atau teknologi tenaga ahli asing ke kita,” tutur Luhut.
Proses business matching atau aksi afirmasi pemanfaatan produk dalam negeri perlu dilakukan rutin, baik secara nasional maupun sektoral. Adapun BPKP, LKPP, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara RI diminta mengawal serta memberikan peringatan dini apabila ada penyimpangan.
Setiap kementerian/lembaga juga diminta membuat peta jalan pengurangan impor pada 2023. Ke depan, pencairan anggaran akan mempersyaratkan penggunaan produk dalam negeri. Hal ini, kata Luhut, memerlukan dukungan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan LKPP. Perbankan juga diminta untuk mempermudah penyaluran kredit bagi UMKM yang sudah mendapatkan kontrak badan.