Dari pengalaman selama ini, hari raya keagamaan menjadi momen bagi sebagian kalangan jaringan terorisme sebagai saat yang tepat untuk melakukan aksi teror. Aparat keamanan diharapkan segera melakukan pencegahan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi terjadinya aksi teror menjelang hari raya keagamaan, seperti bulan Ramadhan dan hari raya Paskah, patut diwaspadai aparat keamanan. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT menyadari hal itu dan memastikan akan melakukan mitigasi dan langkah pencegahan.
Country Director International Association for Counterterrorism and Security Professional (IACSP) Indonesia Rakyan Adibrata, Jumat (18/3/2022), mengatakan, kalau melihat 10 tahun terakhir, terdapat kenaikan potensi terjadinya aksi teror saat Ramadhan. Sebab, bagi sebagian kalangan jihadis, masa tersebut dianggap sebagai waktu yang tepat untuk berjihad atau melakukan amaliyah. Potensi ancaman yang tinggi berikutnya terjadi di akhir tahun.
”Maka, saya melihat ini menjadi alasan utama kenapa banyak upaya mitigasi,khususnya oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, dengan cara penangkapan pelaku terorisme,” kata Rakyan.
Meski demikian, anggapan bahwa Ramadhan menjadi momen melakukan aksi teror hanya dipahami oleh mereka yang terafiliasi dengan jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Sementara jaringan Jamaah Islamiyah tidak pernah melakukan aksi teror selama beberapa tahun terakhir meski hal itu bukan berarti tidak ada ancaman sama sekali.
Menurut Rakyan, meski pemimpin NIIS sudah mati, bukan berarti paham dari organisasi teror itu lenyap begitu saja. Terlebih, disebutkan bahwa kini NIIS memiliki amir atau pemimpin baru. Hal itu bisa menjadi penyemangat jaringan organisasi teror tersebut untuk meneruskan perjuangannya.
Maka, saya melihat ini menjadi alasan utama kenapa banyak upaya mitigasi,khususnya oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, dengan cara penangkapan pelaku terorisme.
Hal senada diungkapkan Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar. Menurut Al Chaidar, selain Ramadhan, momen keagamaan yang terjadi dalam waktu dekat dan berpotensi terjadi ancaman aksi teror adalah Paskah. Ancaman itu kemungkinan besar berasal dari jaringan yang terafiliasi dengan NIIS.
Menurut Al Chaidar, potensi ancaman dari jaringan teroris yang terafiliasi dengan NIIS ini muncul dari pemahaman mereka yang cenderung mensimplifikasi bahwa hidup ini adalah jalan menuju surga. Untuk mencapai itu, jalannya adalah dengan kemartiran atau kesyahidan.
”Potensi ancaman ini harus diantisipasi, khususnya oleh aparat keamanan. Saya melihat sejauh ini aparat keamanan sudah berupaya melakukan pencegahan dengan melakukan penangkapan-penangkapan,” kata Al Chaidar.
Terhadap potensi ancaman itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya telah waspada dan fokus melakukan mitigasi atau pencegahan. Kewaspadaan tersebut tidak hanya karena menjelang hari atau momen tertentu, tetapi dilakukan terus-menerus.
”Upaya deteksi dini terhadap pergerakan jaringan terorisme padaumumnya itu berlangsung sepanjang waktu. Jadi, tidak hanya berkaitan dengan hari-haribesar keagamaan, tidak,” tutur Boy Rafli.
Menurut Boy Rafli, langkah mitigasi itu dilakukan dengan meningkatkan kesiapsiagaan di masyarakat terhadap potensi ancaman yang dibarengi dengan langkah penegakan hukum. Sementara secara terus-menerus dilakukan penguatan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pengaruh konflik
Di sisi lain, lanjut Rakyan, perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia dinilai dapat memengaruhi kelompok yang tengah berkonflik, khususnya mereka yang berkonflik di Suriah. Sebab, akan ada milisi dari Suriah yang akan bergabung dan membantu Rusia. Bukan tidak mungkin hal ini akan segera disusul dari kelompok yang berlawanan sehingga konflik yang terjadi semakin melebar.
Perkembangan yang terjadi di dunia tersebut diharapkan diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia. Terlebih, sudah ada narasi yang menyebutkan adanya elemen atau kelompok Islam yang ikut serta dalam konflik di Ukraina tersebut. Bukan tidak mungkin hal itu akan memantik jaringan teroris yang ada di Indonesia.
”Kita pernahpunya kasus ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah), di mana JI dan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) turut terlibat di sana,” kata Rakyan.
Kita pernahpunya kasus ISIS, di mana JI dan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) turut terlibat di sana.
Oleh karena itu, Rakyan berharap agar pemerintah waspada terhadap narasi yang berkembang terkait diikutsertakannya kelompok Islam dalam konflik tersebut. Pemerintah pun diharapkan mengambil peranan yang lebih kuat untuk turut mendorong penyelesaian konflik sekaligus memitigasi narasi keagamaan yang muncul.
Al Chaidar juga berpandangan serupa, yakni konstelasi yang terjadi di dunia akan memantik jihadis di Indonesia. Terlebih, mereka memiliki pandangan eskatologis mengenai adanya perang di akhir zaman.
termasuk mewaspadai mereka yang melakukan perjalanan, seperti ke Turki untuk kemudian menyeberang ke Ukraina. Sebab, bagi
mereka, masuk ke wilayah konflik itu seperti masuk ke portal akhirat,
”
tutur Al Chaidar.
Terkait hal itu, Boy Rafli berpandangan, konflik yang dimotori NIIS di Irak dan Suriah telah memberikan pengalaman yangcukup pahit bagi Indonesia. Saat itu, ribuan orang Indonesia berangkat menuju tempat terjadinya konflik dan saat ini masih ada ribuan orang berada di wilayah Irak dan Suriah.
”Itu memberikan pengalaman yang tidak baik, bahkan dikategorikan sebagaipengalaman yg buruk. Oleh karena itu, kita mengingatkan dan tentu mencegah untuk tidak melibatkan diri, kita tidak perlu ikutdalam konflik itu,” kata Boy Rafli.
Untuk itu, menurut Boy Rafli, ketahanan nasional perlu terus dijaga dan dipertahankan dari pengaruh dan propaganda yang berbuntut pada ajakan ke sana. Selain itu, pihaknya mendukung upaya penyelesaian konflik di berbagai wilayah secara baik, yakni dengan menghormati kedaulatan dan martabat manusia.