Vonis Hakim 3,5 Tahun Penjara dan Cabut Hak Politik Azis Syamsuddin
Bekas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin divonis 3 tahun 6 bulan penjara karena terbukti menyuap eks penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Hak politik Azis juga dicabut selama empat tahun.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Bekas Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 4 tahun 2 bulan penjara serta denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Pidana tambahan yang dijatuhkan majelis hakim juga lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak Azis selesai menjalani pidana pokok.
Putusan terhadap terdakwa Azis Syamsuddin dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (17/2/2022). Sidang pembacaan vonis itu dipimpin Muhammad Damis selaku ketua majelis hakim, didampingi Fahzal Hendri dan Zaini Bashir sebagai hakim anggota. Majelis hakim menilai Azis terbukti menyuap bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husein dengan uang sebesar Rp 3,09 miliar dan 36.000 dollar AS.
Uang tersebut diberikan agar Stepanus membantu Azis dan Aliza Gunado yang diduga terseret kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P tahun 2017 di Kabupaten Lampung Tengah yang sedang diselidiki KPK. Azis yang pada 2017 merupakan Ketua Badan Anggaran DPR terindikasi terlibat dalam pengurusan dana DAK tersebut bersama Aliza Gunado.
”Menyatakan terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut,” kata ketua majelis hakim.
Menurut majelis hakim, hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan Azis tidak mendukung programpemerintah dalam pemberantasan korupsi, merusakcitra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR, dan tidak mengakuikesalahannya.
Menyatakan terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.
Azis juga dinilai berbelit-belit selama persidangan. Adapun keadaan yang meringankan adalah Azis belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Dari fakta persidangan terbukti bahwa Azis telah meminta Stepanus untuk memantau dan mengawal agar ia dan Aliza tidak dijadikan tersangka dalam penyelidikan KPK terkait pengurusan DAK di Lampung Tengah. Sebagai kompensasi, Stepanus akan diberi imbalan sebesar Rp 4 miliar, masing-masing Rp 2 miliar dari Azis dan Aliza.
Azis terbukti beberapa kali memberikan uang kepada Stepanus dan Maskur yang keseluruhannya berjumlah Rp 3,09 miliar dan 36.000 dollar AS. Padahal, sebagaimana terungkap dalam persidangan, Stepanus tidak melakukan apa pun terkait kasus yang diduga melibatkan Azis Syamsuddin.
”Sedangkan saksi Maskur Husein hanya melakukan pemantauan lewat internet,” kata hakim Fahzal Hendri.
Terhadap nota pembelaan pribadi dari terdakwa Azis Syamsuddin, majelis hakim menilai hal itu tidak didukung dengan alat bukti dan telah terbantahkan dengan keterangan saksi lainnya. Oleh karena itu, nota pembelaan Azis ditolak.
Terhadap vonis tersebut, baik Azis Syamsuddin maupun jaksa penuntut umum dari KPK menyatakan pikir-pikir.
Mempelajari putusan
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK mengapresiasi putusan majelis hakim yang telah memeriksa dan memutus perkara terdakwa Azis Syamsuddin. KPK menilai, pokok-pokok pertimbangan majelis hakim tersebut telah mengambil alih analisis dari tuntutan jaksa KPK.
”Meski demikian, atas putusan tersebut, saat ini tim jaksa masih menyatakan pikir-pikir untuk langkah hukum berikutnya setelah mempelajari seluruh pertimbangan majelis hakim dalam perkara dimaksud,” kata Ali.