Tudingan Hilangnya Barang Bukti dan Kemarahan Istri Terdakwa Kasus Fitnah
Istri seorang terdakwa menuding ada barang bukti yang hilang. Sementara PN Jakarta Selatan menampik tudingan bahwa majelis hakim telah menghilangkan barang bukti. Seberapa besar nilai barang bukti dalam persidangan?
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
Sebuah video ibu-ibu berambut putih yang marah-marah karena ingin melihat sidang pembacaan dokumen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan viral awal pekan lalu. Ibu yang memakai baju terusan berwarna merah itu berhadapan dengan lima petugas dengan seragam putih bertuliskan PN Jakarta Selatan. Sang ibu menolak digiring keluar sampai akhirnya dia terjatuh dan berteriak mengerang kesakitan.
”Saya minta dokumen asli diperlihatkan kalau memang itu terbukti,” teriak ibu yang belakangan diketahui bernama Finny Fong itu di video Tiktok.
Terjadi aksi saling dorong antara petugas PN Jaksel dan Finny Fong sampai akhirnya dia terlihat terjatuh. Ibu itu kemudian menangis dan berteriak histeris. Finny tetap berkukuh meminta dokumen asli diperlihatkan terkait tuduhan terhadap suaminya yang menjadi terdakwa kasus kesaksian palsu atau fitnah dengan nomor perkara BP/71/VII/2020/Dittipideksus.
Dalam video viral yang lain dijelaskan bahwa perkara yang dimaksud adalah pembelian ekskavator yang dibayar lunas tetapi belum diterima. ”Beli ekskavator lunas belum terima barang, laporkan perusahaan konglomerat malah kena Pasal 317 laporan fitnah, divonis enam bulan penjara,” tulis akun @linalinam977.
Mengapa si ibu itu marah besar? Seberapa signifikan nilai barang bukti dalam sebuah perkara?
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho saat dihubungi, Kamis (3/2/2022), menjelaskan, barang bukti sangat menentukan dalam pembuktian perkara. Barang bukti memiliki kualifikasi yang harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Barang bukti juga menjadi pendukung alat bukti yang dapat meyakinkan hakim dalam memutus perkara.
”Di dalam perkara pidana, harus ada dua alat bukti yang sah yang dapat menimbulkan keyakinan hakim. Barang siapa menuduh terdakwa melakukan tindak pidana, harus membuktikan. Itu tugasnya jaksa penuntut umum,” kata Hibnu.
Barang bukti, lanjut Hibnu, juga ada yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Dalam persidangan, barang bukti yang memberatkan dan meringankan ini diadu untuk menentukan derajat kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa. Jika bukti tersebut adalah bukti yang meringankan, wajar saja jika Finny Fong, selaku istri terdakwa, marah besar.
”Kalau dokumen yang dianggap dihilangkan oleh hakim itu bukti meringankan ya wajar saja marah. Sebab, vonisnya bisa lebih memberatkan terdakwa,” kata Hibnu.
Dalam klarifikasinya di tribunnews.com, Selasa (1/2/2022), Finny menyebut bahwa dia adalah istri terdakwa bernama Anwar Koty. Finny menjelaskan kasus yang dihadapi suaminya adalah kasus jual beli satu unit alat ekskavator yang telah dibayar lunas di tahun 2017 tetapi belum diserahkan kepada Anwar Koty sebagai pembeli. Adapun posisi terakhir ekskavator disebut telah berada di Nabire, Papua.
”Menurut versi dari pihak penjual dan rekan ekspedisi bahwa alat ekskavator telah dikirimkan ke Nabire, Papua, tanpa diundang kehadiran pembeli dan tidak meminta persetujuan tertulis,” ujar Finny seperti dilansir dari tribunnews.com.
Menurut Finny, keinginan dari pihaknya sebenarnya sangat sederhana, yaitu JPU diminta menunjukkan bukti-bukti dokumen asli terkait tanda terima barang (BAST) serta sejumlah dokumen lain.
Saat dihubungi, Kamis, petugas Humas PN Jaksel, Haruno, mengatakan, video yang viral tersebut terjadi untuk perkara yang sudah diputus sekitar dua bulan lalu. Menurut majelis hakim yang menangani perkara, tidak ada barang bukti dokumen seperti yang dimaksud Finny. Justru, Finny dianggap mengganggu jalannya persidangan karena berteriak-teriak. Oleh karena itu, agar tidak mengganggu persidangan, dia dilerai dan digiring keluar oleh petugas keamanan.
”Tidak benar kalau petugas sekuriti kami melerai dengan cara kasar. Waktu itu, yang bersangkutan jatuh karena lantai tidak rata. Dia tergelincir dan akhirnya jatuh, saat akan bangun kembali terjatuh,” kata Haruno.
Haruno juga menampik tudingan bahwa majelis hakim telah menghilangkan barang bukti selama persidangan. Jika persidangan dianggap tidak adil, dia mempersilakan kepada pihak bersangkutan untuk menempuh upaya hukum banding. Pihak PN Jaksel juga terbuka apabila memang benar Finny akan melaporkan kejadian itu ke beberapa institusi, seperti Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Komisi Kejaksaan.
”Silakan saja dilaporkan karena itu kan hak. Kalau kami merasa ada pernyataan yang tidak sesuai ya kami akan melakukan hak jawab atau klarifikasi,” kata Haruno.
Hibnu berpandangan, di era keterbukaan informasi seperti ini, persidangan harus benar-benar obyektif. Apalagi, sifat persidangan memang terbuka untuk umum. Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa kalau ada bukti yang dihilangkan. Jika memang benar, bukti yang dihilangkan atau diabaikan tentu akan kelihatan karena sifat persidangan yang terbuka untuk umum.
”Kalau memang ada anggapan bahwa majelis hakim tidak profesional dan sidang tidak adil. Silakan dilaporkan ke KY, Bawas, atau yang lain secara nonformal. Secara formalnya bisa melakukan upaya hukum banding,” terang Hibnu.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menambahkan, barang bukti sangat penting dalam proses pembuktian di persidangan karena hal itu akan mengonfirmasi alat bukti yang berupa keterangan saksi-saksi. Alat bukti akan menjadi lebih kuat jika dibuktikan oleh barang bukti.
Karena itu, menurut Fickar, wajar saja jika Finny bisa marah karena dugaan hilangnya barang bukti berupa dokumen bisa memberatkan suaminya. Ketiadaan alat bukti itu bisa membuat dakwaan suaminya terbukti sehingga bisa mendapatkan vonis yang berat.
”Padahal, jika barang bukti yang dimaksud itu ada, kan bisa membuktikan bahwa suaminya itu mungkin tidak bersalah,” kata Fickar.