Sidang pemeriksaan PK yang diajukan buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau ”cessi”e Bank Bali, Joko Tjandra, kembali digelar di PN Jakarta Selatan. Jika Joko tak hadir, hakim harus menolak pengajuan PK Joko.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO DAN DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
Setelah tiga kali ditunda karena pemohon tak hadir, sidang PK yang diajukan buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra, kembali digelar hari ini.
JAKARTA, KOMPAS — Sidang pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan buronan kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko Tjandra, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2020). Majelis hakim diharapkan bersikap tegas menghentikan pemeriksaan PK jika Joko Tjandra kembali mangkir untuk keempat kali.
Dalam sidang sebelumnya, Senin (20/7), Joko tidak hadir dengan alasan sakit. Alasan yang sama diberikan saat Joko tak hadir dalam dua sidang sebelumnya, yakni 29 Juni dan 6 Juli 2020.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sekaligus jaksa penuntut umum dalam PK Joko Tjandra, Ridwan Ismawanta, saat dihubungi, Minggu (26/7/), mengatakan, tim jaksa sudah siap memberikan pendapatnya terhadap permohonan PK yang diajukan Joko.
Besok akan dijelaskan di persidangan. Saya berharap besok ada kesempatan untuk dibacakan karena ini perkara penting.
”Besok akan dijelaskan di persidangan. Saya berharap besok ada kesempatan untuk dibacakan karena ini perkara penting,” kata Ridwan.
Dia menyerahkan sepenuhnya kepada majelis untuk mengambil keputusan jika besok Joko tidak datang lagi ke persidangan. Dalam sidang sebelumnya, Ridwan telah mengingatkan majelis hakim bahwa sidang yang diselenggarakan pada 20 Juli merupakan kesempatan terakhir bagi Joko Tjandra untuk hadir.
Akan tetapi, majelis hakim justru memberikan kesempatan kepada ketua tim kuasa hukum Joko, Andi Putra Kusuma, untuk membacakan surat dari Joko. Setelah mendengarkan isi surat itu, hakim justru meminta jaksa memberikan pendapat tertulis.
Pengajar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, mengatakan, jika Joko kembali tidak hadir, konsekuensinya permohonan PK yang diajukan ditolak. Dalam hal ini, pendapat jaksa tidak berpengaruh. Apabila pemohon hadir, akan dilakukan pemeriksaan terkait dengan alasan permohonan PK.
Harus hadir
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Eddy OS Hiariej mengingatkan, peraturan Mahkamah Agung (MA) mewajibkan pemohon PK hadir dalam sidang pertama di pengadilan negeri dan tidak boleh dikuasakan meskipun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tak mensyaratkan demikian.
”Hal ini sangat positif untuk menghindari terpidana yang mangkir dari pelaksanaan eksekusi oleh jaksa. Jika Joko tidak hadir, pemeriksaan PK tidak bisa dilanjutkan. Sebaliknya, jika Joko hadir, jaksa dapat langsung melakukan eksekusi terhadapnya,” kata Eddy.
Dia menambahkan, dalam kasus Joko, selain sebagai terpidana kasus korupsi Bank Bali yang belum dieksekusi, perbuatannya melarikan diri dari hukuman merupakan tindak pidana tersendiri.
Menurut Eddy, jika Joko kembali tidak hadir dalam persidangan, ketegasan hakim sangat ditunggu untuk tak melanjutkan proses PK.
Kompas menghubungi kuasa hukum Joko, Andi Putra Kusuma dan Anita Kolopaking, untuk menanyakan apakah Joko akan hadir di persidangan. Namun, mereka tak menjawab.
Joko Tjandra berstatus buron sejak 2009. Kedatangan Joko ke Jakarta, awal Juni, untuk mengurus KTP elektronik yang kemudian digunakan untuk mendaftarkan PK di PN Jakarta Selatan, diduga melibatkan sejumlah aparat penegak hukum.
Polri memeriksa dugaan keterlibatan oknum perwira tinggi dalam memfasilitasi Joko Tjandra. Kejaksaan Agung juga tengah memeriksa dugaan ada keterkaitan aparaturnya dengan Joko Tjandra.
Koalisi pemantau peradilan berharap setiap institusi melakukan tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan pidana. Kami akan terus mengawal agar kasus ini dijadikan momentum untuk berbenah.
Terkait dengan hal itu, peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Liza Farihah, mengatakan, pejabat negara yang diduga terlibat dan memfasilitasi Joko mulai diperiksa oleh institusi masing-masing. Bahkan, Polri telah mengambil langkah tegas, yaitu mencopot tiga perwira tinggi dari jabatannya. Penyidikan kasus itu didorong untuk diarahkan ke ranah pidana. Sebab, sudah ada temuan pidana yang dilakukan, seperti penerbitan surat palsu.
”Koalisi pemantau peradilan berharap setiap institusi melakukan tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan pidana. Kami akan terus mengawal agar kasus ini dijadikan momentum untuk berbenah,” ujar Liza.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Boyamin Saiman mengatakan, masyarakat terus berharap kasus ini selesai dengan terang benderang. Menurut dia, saat ini masyarakat berharap agar Ombudsman RI, DPR, dan Presiden RI tegas dalam permasalahan pelarian Joko Tjandra.