Usut Kasus Joko Tjandra, Polisi Buka Kemungkinan Periksa Pihak di Luar Polri
Hingga kini, upaya untuk mengungkap kasus pelarian buronan Joko Tjandra masih terbatas di internal Polri. Tak tertutup kemungkinan, polisi memeriksa pihak lain di luar Polri jika hasil penyidikan mengarah ke sana.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi belum tuntas memeriksa tiga perwira tinggi Polri yang dicopot dari jabatannya karena diduga terkait kasus pelarian buronan Joko Tjandra di Indonesia, bulan lalu. Dalam mengungkap kasus itu, tak tertutup kemungkinan polisi akan memeriksa pihak-pihak di luar Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, dalam jumpa pers, Senin (20/7/2020), di Jakarta, mengatakan, pemeriksaan terhadap Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo sampai saat ini belum tuntas. Prasetijo masih dirawat di Rumah Sakit Polri Kramatjati karena tensi darahnya naik.
”Tapi yang jelas, kan, kalau sesuai rencana, memang pertama dikenakan pelanggaran disiplin, pelanggaran kode etik profesi. Yang bersangkutan tidak dalam porsinya menangani ini, membuat surat palsu, dan tidak ada Joko Tjandra sebagai konsultan Bareskrim. Yang bersangkutan juga kena etik kemasyarakatan," katanya.
Sebelum diproses pidana, Awi menekankan, kepolisian akan memproses dari pelanggaran disiplin dan kode etik yang telah dilakukannya tersebut. Jika kemudian diproses pidana, Awi memastikan persidangan akan terbuka bagi publik.
Terkait dengan informasi bahwa Prasetijo turut serta ke Pontianak bersama dengan Joko, Awi membenarkannya. Dari hasil interogasi awal, Prasetijo mengaku membuat surat izin bagi dirinya sendiri untuk pergi ke Pontianak tanpa izin pimpinan. Prasetijo pun berada dalam satu pesawat dengan Joko.
Seperti diberitakan sebelumnya, Prasetijo menerbitkan surat jalan untuk buronan kasus cessie Bank Bali tersebut, dari Jakarta pada 19 Juni 2020 serta kembali dari Pontianak pada 22 Juni 2020. Atas perbuatannya itu, Kapolri mencopotnya dari jabatan sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Terkait dengan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigjen (Pol) Nugroho S Wibowo yang juga dicopot dari jabatannya karena diduga terkait hilangnya nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (red notice) Interpol, Awi pun menjelaskan keduanya masih diperiksa. Keduanya ditengarai melanggar kode etik Polri. Dari hasil pemeriksaan, tak tertutup kemungkinan akan diproses pidana seperti Brigjen Prasetijo.
Pihak di luar Polri
Selain memeriksa pihak-pihak di internal Polri, Awi mengatakan, tidak tertutup kemungkinan pemeriksaan akan dilakukan pada pihak di luar Polri. Di antaranya pihak di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau kuasa hukum Joko Tjandra.
”Kalau dalam proses penyidikannya sampai ke sana, tentunya pasti akan dipanggil siapa pun yang terlibat,” ujar Awi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpandangan, mestinya ketiga perwira tinggi tersebut diproses sama, yaitu pidana. Sebab, mereka sama-sama membuat surat yang tidak sesuai dengan kenyataan. Jika proses pidana hanya dikenakan pada Prasetijo, hal itu dinilai tidak adil.
Menurut Boyamin, kesalahan Napoleon dan Nugroho diduga justru lebih berat karena bertentangan dengan permintaan Kejaksaan Agung untuk tetap mencantumkan Joko S Tjandra dalam red notice Interpol. Namun kenyataannya, NCB Interpol malah memberi tahu Ditjen Imigrasi bahwa Joko telah terhapus dari data red notice.
”Mestinya NCB Interpol berusaha menjalankan permintaan Kejagung, bukan malah sebaliknya,” kata Boyamin.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, pemeriksaan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nanang Supriatna belum selesai. Hari ini, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dijadwalkan memanggil kuasa hukum Joko untuk mengklarifikasi video yang tersebar di media sosial. Video dimaksud adalah pertemuan antara kuasa hukum Joko dan Nanang yang disebutkan bahwa pertemuan itu terkait Joko Tjandra.