Palme d’Or untuk Studio Ghibli
Studio Ghibli akan menerima penghargaan kehormatan Palme d’Or di Festival Film Cannes 2024.
Studio animasi Jepang, Studio Ghibli, akan menerima penghargaan Honorary Palme d’Or pada perhelatan Festival Film Cannes 2024. Studio Ghibli diangggap memberi angin segar bagi dunia animasi global selama empat dekade terakhir. Selama itu pula, Studio Ghibli tekun dengan karya yang sarat aspek humanis dan lingkungan.
Festival Film Cannes tahun ini akan berlangsung pada 14-25 Mei 2024 di Cannes, Perancis. Ini adalah gelaran festival ke-77.
Setiap tahun, penyelenggara memberi penghargaan Palme d’Or untuk film terbaik di Festival Film Cannes. Penghargaan kehormatan (honorary Palme d’Or) juga diberikan kepada individu yang karyanya di dunia film diakui. Beberapa individu yang pernah menerima penghargaan kehormatan itu adalah Michael Douglas, Forest Whitaker, Alain Delon, Jean-Pierre Léaud, dan Agnés Varda.
Pemberian Palme d’Or kepada Studio Ghibli mencatat sejarah baru. Sebab, ini pertama kalinya penghargaan tersebut diberikan kepada kelompok, bukan individu.
Menurut Co-founder Studio Ghibli Toshio Suzuki, penghargaan ini membuatnya senang dan merasa terhormat. Studio Ghibli didirikan 40 tahun lalu oleh Suzuki, Hayao Miyazaki, dan Isao Takahata (1935-2018). Saat mendirikan studio ini, ketiganya bermimpi untuk membuat animasi berkualitas tinggi buat anak-anak dan orang dewasa.
”Kami telah menempuh perjalanan panjang hingga Studio Ghibli menjadi organisasi yang besar. Walau saya dan Miyazaki telah menua, saya yakin Studio Ghibli akan terus menerima tantangan baru, dipimpin oleh staf yang akan meneruskan semangat perusahaan. Saya akan senang jika Anda menantikan karya kami selanjutnya,” kata Suzuki seperti dikutip dari laman Festival Film Cannes, Minggu (21/4/2024).
Studio Ghibli terkenal dengan sejumlah film animasi seperti Spirited Away (2001), My Neighbor Totoro (1988), Ponyo (2008), dan Grave of the Fireflies (1988). Tak hanya terkenal, Studio Ghibli pun pernah menerima Piala Oscar lewat film Spirited Away serta The Boy and the Heron (2023).
Baca juga: Nyawa Dunia di Tangan Ghibli
Studio animasi ini bermula dari keberhasilan film Nausicaä of the Valley of the Wind (1984) yang digarap Miyazaki. Ia lantas membuat Studio Ghibli pada 1985 dengan menggandeng Takahata. Suzuki bergabung kemudian.
Menurut Presiden Festival de Cannes, Iris Knobloch, karya dari Studio Ghibli menghadirkan semesta yang berwarna dan produktif. Narasi yang dibangun pun menarik dan sensitif.
”Dengan Ghibli, animasi Jepang menjadi salah satu petualangan sinema yang hebat, antara tradisi dan modernitas,” kata Knobloch.
Baik dan buruk
Banyak film karya Studio Ghibli yang pada akhirnya membawa penonton untuk memikirkan soal kebaikan dan kejahatan. Film-film Hayao Miyazaki, misalnya, kerap menunjukkan karakter yang semula dianggap antagonis, namun ternyata baik hati.
Dalam film Castle in the Sky (1986), Sheeta yang adalah putri dari pulau misterius di langit dikejar-kejar oleh banyak pihak yang ingin mengambil keuntungan darinya. Bajak laut langit pun sudah berkali-kali mencoba menculik Sheeta. Namun saat kondisi memburuk, Sheeta malah menemukan kasih sayang di balik wajah sangar para bajak laut.
Fantasi itu penting bagi anak-anak agar bisa melarikan diri dari realitas keras yang mereka hadapi.
Film Princess Mononoke (1997) pun membuat penonton menata ulang pemahamannya soal orang baik dan jahat. Film ini berkisah tentang seorang perempuan yang dibesarkan oleh sekelompok serigala di hutan yang terancam oleh manusia.
Miyazaki selaku sutradara film itu seakan membiarkan publik menentukan sendiri nilai kebaikan. Ia pernah menyatakan bahwa ia tak mau menentukan apa yang benar dan salah dalam film. Menurutnya, pembuatan film bukan proses yang logis.
“Saya masuk ke sumur alam bawah sadar saya. Lalu penutup di bagian bawah otak terbuka. Ini memungkinkan munculnya arah baru yang tak terbayangkan ketika saya berpikir hanya dengan permukaan otak,” ucap Miyazaki. “Namun lebih baik itu tidak dibuka. Ini hampir selalu menimbulkan masalah untuk keluarga dan kehidupan sosial Anda.”
Baca juga: The World of Studio Ghibli and Makoto Shinkai Ajak Anak Muda Mengenal Orkestra
Miyazaki juga kerap membawa audiens berimajinasi ke dunia lain lewat terowongan, reruntuhan, atau pintu misterius. Di dimensi lain inilah Miyazaki bebas membangun sendiri dunianya. Ia juga bebas menyisipkan simbol dan pesan agar kehidupan yang lebih baik bisa terwujud.
“Fantasi itu penting bagi anak-anak agar bisa melarikan diri dari realitas keras yang mereka hadapi,” kata Miyazaki yang terkenal menentang perang.
Pesan mengenai perang yang akhirnya menghancurkan manusia pun disisipkan kembali melalui film The Boy and the Heron. Mahito menemukan dimensi lain di sebuah kastil. Di situ pula ia bertemu kakek buyutnya yang saban hari menyusun balok agar tidak jatuh dan hancur. Hal ini adalah representasi keseimbangan dunia manusia. Salah langkah sedikit saja, apalagi jika karena ambisi yang salah, dunia bisa rusak dan manusia pula yang akan menderita.
Film The Boy and the Heron bisa dibilang mengejutkan publik karena Miyazaki telah menyatakan diri untuk pensiun. Oleh sejumlah pihak, film ini diperkirakan jadi karya terakhir Miyazaki yang kini berusia 83 tahun.
Usia tua pula yang membuat sejumlah pihak mengkhawatirkan masa depan Studio Ghibli. Selain Miyazaki yang menua, Suzuki pun kini berusia 75 tahun, sementara Takahata wafat pada 2018. Hal ini berakhir dengan Studio Ghibli yang diakuisisi perusahaan media swasta Nippon TV. (AFP)