Film-film Italia nan Demokratis
Dahi tak mesti berkerut demi menemukan pesan moral. Rileks dan nikmati saja karya daIam Italian Film Festival 2024.
Meski pengaruhnya besar dalam tataran global, menyaksikan film-film Italia di Indonesia merupakan kesempatan langka. Italian Film Festival 2024: Venice in Jakarta membuka pintu untuk penonton yang hendak menikmati karya-karya itu. Tayangan yang sarat filosofi dengan adegan-adegan natural.
Reuni sekitar 10 kerabat dan handai tolan yang semula meriah dengan gelak tawa sekonyong-konyong dihantui kecemasan. Berita tersiar soal asteroid raksasa yang bakal menghantam bumi dan menghancurkan peradaban manusia. Kehidupan terancam musnah layaknya dinosaurus yang punah 66 juta tahun silam.
Segera, obrolan berkutat tentang teori, mulai dari ilmiah sampai yang konyol. Dimulailah detik-detik yang begitu bernas sebelum dunia dilanda kiamat, baik antarindividu maupun kontemplatif. Enrico (Edoardo Leo) pergi ke pantai untuk merenung.
Sementara Elsa (Claudia Gerini) menyelami makna ulang tahun ke-50 sekaligus relasi dengan suaminya, Pietro (Alessandro Gassmann). Demikian pula Paola (Kseniya Aleksandrovna Rappoport) yang sudah punya pasangan, Viktor (Richard Sammel), tetapi ia sebenarnya memendam rasa terhadap Enrico.
Insan-insan lain turut mengutarakan impiannya mumpung ajal belum menjemput. Sekuens selanjutnya adalah dialog-dialog reflektif mengenai cinta, keluarga, dan ketakutan. Betapa di ambang maut, hidup bisa lebih mencekam, berarti, atau malah memesona.
Fragmen-fragmen tersebut menyusun alur L’Ordine Del Tempo besutan sutradara legendaris Liliana Cavani. Karya itu termasuk rangkaian tontonan yang akan ditayangkan dalam Italian Film Festival 2024: Venice in Jakarta pada 24-28 April 2024.
Baca juga: Festival Film Italia Digelar 24-28 April 2024
Ditilik sinematografinya, L’Ordine Del Tempo mengusung karakteristik layar lebar ”Negeri Pizza”. Maka, jangan terlalu menggantungkan harapan corak film itu bisa dinikmati lumrahnya sinema Hollywood. Tak perlu membayangkan, misalnya, dramatisasi, efek visual fantastis, hingga heroisme Armageddon (1998) dengan sepak terjang 10 astronot perkasa meski sama-sama bernapaskan kehancuran.
Plot L’Ordine Del Tempo hampir selalu berputar di vila hingga film tuntas walau akting para pemainnya memang jempolan. Lupakan pula wajah rupawan dengan busana modis. Sangat mungkin terjadi gegar budaya penonton Indonesia lantaran perspektif penggarapan sineas Italia.
Tayangan lain dalam Italian Film Festival 2024, Enea, menarasikan sepasang pemuda yang kerap dimabuk kegilaan pesta. Dunia hitam dan narkoba menebarkan konsekuensi yang melampaui kesombongan Enea (Pietro Castellitto) dan Valentino (Giorgio Quarzo Guarascio). Selaras dengan L’Ordine Del Tempo, film itu mengusung persahabatan dan cinta.
Film lain, Bellissima, menceritakan jatuh bangun Maddalena Cecconi (Anna Magnani) dan Spartaco (Gastone Renzelli) mengantar putrinya, Maria (Tina Apicella), meniti kepopuleran. Hubungan ibu, anak, dan suami istri ditampilkan lewat humanisme yang sangat kuat.
Karya-karya tersebut sarat dengan adegan mengalir bagai menyaksikan dokumenter saja. Tak ketinggalan, Adagio dengan genre aksi dan Comandante yang berlatar Perang Dunia II meramaikan Italian Film Festival 2024 walau tetap mengetengahkan substansi kemanusiaan.
Festival tertua
Berakrab-akrab dengan film Italia memang memerlukan alternatif pemahaman dibandingkan dengan pakem layar lebar Amerika Serikat yang membanjiri bioskop di Tanah Air sejak dulu kala. Tak heran karena Italia sudah menyelenggarakan ajang sinema tertua di dunia, Venice International Film Festival, sejak tahun 1932.
Negara itu pun mencetak kesejarahan panjang perfilman, berikut kekhasannya yang berkali-kali mendunia. Sebut saja spaghetti westerns, istilah untuk film ikonik karya sutradara dan produser Italia, tetapi dibintangi superstar Amerika Serikat macam Clint Eastwood, Terence Hill, dan Franco Nero.
Tontonan tersebut begitu digemari pada dekade 1960-an dengan lagak koboi yang amat membekas, tetapi sebenarnya jenaka untuk masa kini. Mereka menyelipkan tusuk gigi di bibir, muka mengilat diselubungi minyak, dan mata memicing. Wajah nyaris tanpa ekspresi, gaya tak acuh, dan nada bicara datar langsung sirna tatkala sang jagoan dengan beringas meraih pistolnya.
Serupa tapi tak sama, commedia all’italiana yang dimulai pada tahun 1950-an mengetengahkan komedi ala Italia. Kemiripannya, ragam film yang berjaya selama dua dasawarsa tersebut juga merambah pasar global. Bukan film remeh-temeh yang sekadar lucu, tetapi juga menyajikan emosi, empati, dan cinta.
Italia tak ayal melahirkan sineas ulung macam Vittorio Gassman, Nino Manfredi, dan Marcello Mastroianni. Jangan lupakan Bernardo Bertolucci dengan The Last Emperor yang menggondol film terbaik Academy Awards 1988 disusul Roberto Benigni lewat karya gemilangnya, La vita è bella (1997).
Gelombang neorealisme
Bila ditelusuri historinya, dedengkot perfilman lawas masih terhanyut dengan kejayaan masa lalu yang menghamparkan kemegahan Romawi Kuno. Setelah Perang Dunia II, hawa politik yang berubah juga menerbitkan pencerahan sinema lewat gelombang neorealisme.
Sineas Italia lantas lebih menggandrungi isu-isu nyata keseharian, terutama akar rumputnya yang menyoroti kepapaan, pengangguran, sampai obat terlarang. Roberto Rossellini, Vittorio De Sica, dan Luchino Visconti ikut menorehkan jejak pentingnya lewat paham tersebut.
Baca juga: Korea Selatan Ikut Mengubah Representasi Asia di Hollywood
Benang merahnya, sinema itu tak mengajari audiens, tetapi menstimulus mereka untuk berpikir. Hendak belajar atau tidak, diserahkan kepada penonton yang memampangkan film-film Italia nan demokratis. Sutradara Italia umumnya tak terobsesi dengan didaktis.Tak mesti mengerutkan dahi untuk menemukan pesan moral. Rileks dan nikmati saja keluwesan mereka menyuguhkan pertunjukannya.
”Film Italia mendewasakan penontonnya yang merupakan warisan renaisans Eropa lewat seni untuk menciptakan diskusi,” kata Makbul Mubarak. Sutradara Autobiography (2022) itu menggondol Fipresci Prize untuk karya terbaik kategori Orizzonti dalam Venice International Film Festival 2022.
Sinema Italia juga menawarkan keterbukaan-keterbukaan gagasan dengan impak intelektual. Tak mesti menerka-nerka akhir film. ”Pentingnya memperhatikan film-film dari tradisi yang lain, penonton bisa memperkaya cara berpikir,” ucap Makbul.
Duta Besar Italia untuk Indonesia Benedetto Latteri memandang Italian Film Festival 2024 menyodorkan tontonan yang bermutu karena sudah dikurasi. Karya-karya itu merupakan pilihan dari beragam tayangan dalam Venice International Film Festival 2023.
Direktur Pusat Kebudayaan Italia Maria Battaglia tak menyebutkan perkiraan jumlah penonton Italian Film Festival 2024, tetapi tahun lalu mencapai 1.000 orang. ”Kami harap, festival kali ini menguatkan dan memberi ruang untuk film Italia di Indonesia,” ujarnya.