Nostalgia Membanggakan tentang Ellyas Pical
Serial biopik ”Ellyas Pical” hadirkan kembali kebanggaan atas kejayaan sosok petinju legendaris Indonesia yang mendunia.
Mengikuti perjalanan hidup seorang legenda adalah sesuatu yang tak hanya penting, tetapi juga mencerahkan. Perjuangannya mencapai puncak prestasi bisa menginspirasi sekaligus memberi banyak pelajaran berharga untuk diteladani dan ditiru. Hal seperti itulah yang menjadikan genre film biopik selalu menarik untuk disimak.
Lewat tontonan bermutu, orang bisa belajar dari kesalahan dan juga meniru semua hal baik yang telah dilakukan. Selain itu, sebagian orang juga bisa kembali bernostalgia serta mengenang berbagai momen kemenangan yang pernah sangat membanggakan masyarakat Indonesia di mata dunia.
Baca juga: Kisah Hidup, Cinta, dan Perjuangan Glenn Fredly
Sama seperti saat menyaksikan kembali kisah kemenangan-kemenangan petinju legendaris kebanggaan bangsa, Ellyas Pical. Petinju asal Saparua yang biasa disapa Elly itu adalah salah satu atlet Tanah Air peraih gelar juara dunia. Dia memenangi gelar kelas bantam Federasi Tinju Internasional (IBF) pada tahun 1985. Prestasi tersebut juga menjadikannya petinju Indonesia pertama yang meraih gelar juara dunia.
Sang legenda juga terkenal dengan julukan ”Exocet Pical” lantaran tinju lengan kirinya yang sangat keras dan mematikan bak peluru kendali antikapal buatan Perancis. Banyak lawan dibuat KO oleh pukulan andalannya itu. Nama Elly melejit dan sangat dikenal sekaligus dielu-elukan di era 1980-an. Kemenangan Elly juga semakin memopulerkan cabang olahraga satu ini, terutama di kalangan remaja dan pemuda kala itu.
Kebesaran namanya itulah yang kini coba kembali diangkat ke dalam serial biopik enam episode garapan Falcon Pictures serta disutradarai Herwin Novianto. Bermain memerankan Elly dalam serial ini aktor sekaligus mantan atlet basket nasional, Denny Sumargo.
Ada juga artis film pemain watak senior, Christine Hakim, yang memerankan sosok ibu Elly, Mama Ana. Nama Mama Ana ikut populer seiring kesuksesan putranya kala itu. Berperan pula sebagai Elly kecil bintang film remaja, Bima Sena. Sementara peran istri Elly, Rina, dimainkan oleh Della Dartyan. Sang promotor, Boy Bolang, diperankan Darius Sinathrya. Adapun mendiang Yayu AW Unru berperan sebagai Rio Tambunan.
Keenam episode serial Ellyas Pical (2024) tayang di platform pemutar film daring berbayar Prime Video per 21 Maret 2024. Dalam dua episode awalnya, cerita dibuka dengan perjalanan sang legenda saat masih kecil dan tinggal di tanah kelahirannya di Ullath, salah satu negeri pesisir dari 10 negeri di Kecamatan Saparua Timur, Maluku Tengah, Maluku.
Sebagai anak pantai, Elly muda (Bima Sena) mahir mencari ikan dan kerang mutiara dengan menyelam ke dasar laut kawasan pesisir pantai. Sebuah insiden, ledakan bom ikan saat dia menyelam, membuat pendengaran Elly terganggu hingga dewasa. Selain berbakat menyelam, Elly juga jago berkelahi dan tahan pukul.
Dalam satu adegan, Elly dewasa mengaku bersyukur dirinya tahan pukul lantaran terlatih menerima sabetan dari sang mama. Kebiasaan mendidik anak dengan pukulan seperti itu lazim diterapkan di banyak keluarga di masa itu. Bakat berkelahi Elly kemudian berlanjut saat dirinya ditawari berlatih tinju oleh omnya.
Rumah Elly saat kecil memang juga tak jauh dari sasana tinju sederhana yang didirikan sang paman. Elly berlatih diam-diam karena keluarga, terutama sang mama, sangat menentang anaknya berlatih dan menjadi petinju. Padahal, Elly sangat mengidolakan dan ingin menjadi seperti petinju legendaris dunia Mohammad Ali.
Pada tawaran ketiga, saya juga sudah hampir menolak lagi, tapi saya merasa kok sepertinya saya jadi seperti sombong sekali sampai berkali-kali menolak tawaran yang datang.
Pada dua episode awal, selain kisah masa kecilnya, juga digambarkan perjalanan awal Elly merintis karier hingga akhirnya meraih prestasi kelas dunia dan diterima Presiden Soeharto kala itu. Karier Elly yang cemerlang tidak mengubah keluguan dan semangat Elly untuk terus bertinju meraih kemenangan serta prestasi.
Dua kali menolak
Proses penggarapan film serial satu ini terbilang unik. Pasalnya, sang calon pemeran utama, Densu, sapaan akrab Denny Sumargo, dua kali menolak tawaran lantaran merasa dirinya bukanlah aktor yang pas. Secara fisik, terutama postur dan tinggi badan, Densu merasa sangat berbeda dengan sosok Ellyas Pical.
Hal itu diceritakan Densu saat berbincang pada Kamis (28/3/2024) malam secara daring. Ikut terlibat dalam wawancara daring itu Christine Hakim dan Herwin Novianto.
”Saya merasa dari tinggi badan saja sudah jauh banget. Malahan sudah bukan 11-12, tapi 9-12 itu, ha-ha-ha. Pada tawaran kedua, yang juga saya tolak, saya bilang sebetulnya ada aktor lain yang lebih cocok ketimbang saya. Pada tawaran ketiga, saya juga sudah hampir menolak lagi, tapi saya merasa kok sepertinya saya jadi seperti sombong sekali sampai berkali-kali menolak tawaran yang datang,” ujar Densu.
Baca juga: Perfilman Indonesia Butuh Banyak Perbaikan
Kepada Kompas, Densu mengungkapkan tak berani sembarangan mengambil tawaran, apalagi mengingat sosok yang akan dia perankan adalah seorang atlet besar berprestasi dunia. Selain itu, dia juga mengaku tak ingin ambil risiko merusak kariernya. ”Lagi pula, bagaimana mengakali soal tinggi badan begitu?” ujar Densu.
Namun, pada tawaran ketiga Densu akhirnya menyerah setelah pihak Falcon Pictures berhasil meyakinkannya. Dari penjelasan sang sutradara, Densu merasa lega bahwa masalah-masalah teknis seperti yang dia khawatirkan ternyata ada jalan keluarnya.
Dalam wawancara, Herwin menyebut dia keukeuh memilih Densu lantaran latar belakangnya yang juga mantan atlet sekaligus memiliki kemampuan berakting. ”Saya cari orang yang bisa berakting dan sekaligus punya rasa sebagai seorang atlet. Semua itu saya rasa ada di sosok Densu,” ujar Herwin.
Sementara terkait kendala tampilan fisik, Herwin menyebut ada jalan keluar. Semisal terkait bentuk rahang dan mulut, untuk bisa mirip dengan Elly, tim mengatasinya menggunakan teknik make up tertentu. Beberapa perubahan lain juga dilakukan, seperti mempertebal alis dan mengubah gaya rambut agar terlihat lebih panjang dan berombak.
”Sementara soal warna kulit, ada namanya prosedur tanning. Setiap tiga hari sekali seluruh badan (Densu) disemprot (cat khusus) agar terlihat lebih berwarna gelap,” ujar Herwin.
Soal pengalaman di-tanning, Densu bercerita, dirinya harus menjalani prosedur yang memakan waktu lama dan tak nyaman. Setiap proses tanning bisa menghabiskan waktu tiga jam. ”Setelah tiga jam saya baru boleh mandi. Padahal, cat tanning-nya terasa sangat lengket di badan,” tambah Densu.
Selain itu, mengenai berat badan, Densu juga bercerita harus menjalani prosedur penurunan berat badan sekaligus juga pelatihan teknis bertinju selama tiga bulan. Pelatihan tinju bertujuan agar gerakan-gerakannya terlihat natural. Walhasil, berat badannya turun dari 89 kilogram menjadi 76 kilogram.
”Setelah semua jadi, saat kami sandingkan, ternyata bisa juga akhirnya Densu dan Elly jadi terlihat seperti 11-12 (mirip). Ha-ha-ha,” ujar Herwin.
Sementara itu, untuk tinggi badan, Herwin mengaku hal tersebut diakali dengan menerapkan sudut-sudut dan teknik pengambilan gambar tertentu. Dia juga melibatkan beberapa pemeran lain yang berpostur lebih tinggi dari Densu. Selain persiapan fisik, Densu dan pemain lain juga belajar cara berbicara sekaligus dialek Saparua.
Orangtua saya mendidik anak dengan disiplin tinggi, tapi tidak dengan cara yang sekeras dilakukan Mama Ana. Saya sampai menanyakan ke sutradara dan juga Densu, apa iya segalak ini?
Densu juga minta Herwin mempertemukan dirinya dengan Ellyas Pical. ”Saya sengaja minta bertemu untuk mengobrol, mencari tahu apakah saya terketuk memerankan sosok beliau. Saya sekaligus juga minta permission dari yang punya jiwa, yang akan saya perankan,” ujar Densu.
Riset pribadi
Lebih lanjut, selain menjalankan persiapan-persiapan sebelum proses shooting yang diarahkan sutradara dan tim produksi, Densu melakukan riset secara pribadi. Dari situlah dia kemudian bisa melakukan akting tambahan, salto di atas ring seusai adegan kemenangan Elly bertanding melawan petinju Korea Selatan, Ju Do Chun.
Peristiwa itu, Elly bersalto di atas ring, benar terjadi saat menang melawan Ju Do Chun. Mengutip pemberitaan Kompas, Sabtu, 4 Mei 1985, Elly berhasil menganvaskan petinju Korsel itu di ronde ke-8 pada menit-menit awal. ”Pak Herwin awalnya bingung melihat, kok, orang ini malah salto. Lalu saya jelaskan, Pak, itu ada di dokumentasinya. Pak Herwin baru ngeh, ha-ha-ha,” ujar Densu.
Sementara itu, Christine Hakim juga menyebut perannya sebagai Mama Ana sangatlah menantang, apalagi mengingat antara dirinya dan ibunda Elly punya latar belakang berbeda. Sebagai orang berlatar belakang budaya Jawa, tambah Christine, dirinya mendidik anak tidak sekeras para ibu asal kawasan timur Indonesia macam Mama Ana.
”Orangtua saya mendidik anak dengan disiplin tinggi, tapi tidak dengan cara yang sekeras dilakukan Mama Ana. Saya sampai menanyakan ke sutradara dan juga Densu, apa iya segalak ini? Kok, mukul anak seperti mau menebang pohon. Sampai ada satu adegan saya kehabisan tenaga, ha-ha-ha,” ujar Christine.
Selain itu, hal lain yang tak kalah menantang dihadapi Christine adalah masalah bahasa alias dialek dan cara berbicara. Tambah lagi dialek Saparua juga berbeda dengan dialek orang Maluku lain. Selain tempo berbicara lebih cepat, intonasi dan nada suaranya pun jauh lebih tinggi dari cara bicara Christine sehari-hari.
”Saya bersyukur Falcon punya tim yang bagus, termasuk menyediakan pelatih dialek, yang sampai saya minta izin agar tinggal seminggu di rumah saya supaya latihan bisa intensif,” ujar Christine.
Total proses shooting berlangsung selama 43 hari dan digelar di sejumlah daerah, mulai dari Saparua, Ambon, Jakarta, Bogor, Bandung, hingga Tegal.