Setelah sukses di Tanah Air, film ”Agak Laen” melanglang buana hingga ke Amerika Serikat.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mengumpulkan total penonton hampir 9 juta orang di Tanah Air dan tayang di beberapa bioskop di negeri jiran, film Agak Laen (2024) kini coba merambah bioskop-bioskop di Amerika Serikat.
Menurut rencana, mulai 22 Maret 2024, film garapan sutradara Muhadkly Acho itu akan tayang di sejumlah bioskop di 11 kota di tujuh negara bagian di AS. Beberapa kota itu antara lain, Los Angeles Sacramento, San Francisco, dan San Jose di Negara Bagian California. Lalu Dallas dan Houston di Texas, Miami di Florida, dan Las Vegas di Nevada.
”Sebetulnya kami nothing to lose juga ketika ada distributor di sana (AS) menawari. Enggak ada target apa-apa. Lebih ke nyobain dan kepingin lihat gimana, sih, kalo dirilis di sana. Jadi, pure benar-benar ’cek ombak’. Iseng-iseng aja, ha-ha-ha,” ujar sang produser, Ernest Prakasa, dari rumah produksi Imajinari Pictures, di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Ernest menambahkan, untuk penayangan di bioskop-bioskop luar negeri, pihaknya menggandeng kerja sama dengan Antenna Entertainment, yang juga menjadi mitra distribusi banyak rumah produksi lain di Indonesia. Dari mereka, kata Ernest, pihaknya diperkenalkan ke banyak distributor di kawasan-kawasan lain.
”Kalau untuk pasar AS ini mereka (Antenna Entertainment) bekerja sama dengan Prathyangira Cinemas. Untuk judul filmnya sendiri tetap Agak Laen tanpa diterjemahkan,” ujar Ernest.
Sementara itu, terkait pasar-pasar film di kawasan Asia Tenggara, yang beberapa waktu lalu coba dimasuki, Ernest menyebut pasar-pasar itu sangat potensial. Hal itu terutama terbantu akibat kedekatan latar belakang budaya dan juga bahasa yang mirip antara bahasa Indonesia dan Melayu.
Sayangnya, volume pasar, terutama terkait jumlah penonton dan banyaknya bioskop yang ada, relatif masih jauh lebih kecil ketimbang Indonesia. Kisaran perbandingan jumlah bioskop, semisal di Malaysia dengan Indonesia, hanya sekitar 10 persen. Begitu pula negara jiran lain macam Singapura dan Brunei Darussalam yang jauh lebih kecil lagi.
Berdasarkan pengalaman kali ini Ernest menyebut pihaknya sedikit agak terlambat untuk mengedarkan dan menayangkan Agak Laen di tiga negara tetangga di Asia Tenggara tersebut. Seharusnya penayangannya tak terlalu jauh dari momen ketika penayangan Agak Laen di Tanah Air tengah hype alias ramai.
Tambah lagi, seperti di Malaysia, baru sepekan film ditayangkan orang-orang sudah bersiap memasuki masa ibadah puasa Ramadhan. ”Jadi sama seperti di sini, kalau malam bulan puasa orang lebih banyak yang beribadah. Mereka tidak pergi ke bioskop. Namun begitu, potensi penontonnya sih lumayan besar juga,” ujar Ernest.
Saat dihubungi terpisah, produser eksekutif Agak Laen, Dipa Andika, memberi kisaran hasil pendapatan dari pemutaran filmnya di Malaysia. ”Kami belum dapat report terbaru sekarang. Tapi sampai minggu lalu 700.000 ringgit sampai 800.000 ringgit (setara Rp 2,3 miliar hingga Rp 2,6 miliar),” ujar Dipa, Senin (18/3/2024).
Bisa diterima
Saat dihubungi terpisah per telepon, sutradara Agak Laen, Muhadkly Acho, mengaku yakin komedi Indonesia masih bisa diterima dan dipahami pasar penonton asing seperti di Amerika Serikat. Walau begitu, tetap juga beberapa hal tertentu perlu dijelaskan, baik konteks maupun latar belakangnya.
”Kalau dari materinya sih sebagian besar mestinya bisa dipahami orang sana karena komedinya kan situasional,” ujar Acho di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Cuma beberapa guyonan lokal, seperti saat disebut nama macam Wiji Thukul atau celetukan tentang koruptor kabur, Harun Masiku, penonton AS masih harus dijelaskan siapa dua nama itu. Namun terkait cerita tentang Boris yang harus menyuap sejumlah uang untuk diterima seleksi masuk militer, hal itu bisa dicerna.
”Di setiap negara pasti ada saja fenomena menyelesaikan sesuatu lewat mekanisme bawah tangan. Jadi ketika penonton sana melihat hal itu dilakukan terkait masuk tentara mereka enggak akan heran. Atau bisa jadi buat mereka jadi lebih lucu, lho masuk tentara kok nyogok dulu ya, ha-ha-ha,” ujar Acho.
Selain itu, kata Acho, untuk terminologi terkait hal atau karakter tertentu yang hanya ada di Indonesia, semisal satuan polisi pamong praja (satpol PP), tetap harus dijelaskan terlebih dulu. Acho juga menambahkan, dirinya mencontohkan orang Indonesia menonton film komedi Korea Selatan, yang menceritakan tentang wajib militer di ”Negeri Ginseng” tersebut.
Walaupun di Indonesia tidak ada kebijakan atau aturan tentang wajib militer, mereka yang menonton diyakini Acho tetap bisa tertawa dan merasa lucu. Secara kontekstual, kelucuan seperti itu tetap bisa dipahami dan dicerna.
”Sebisa mungkin kalau menulis cerita komedi itu lucunya bersifat universal. Namun, kalaupun ada konteks-konteks lokal, semua itu juga menjadi keunikan sekaligus kelebihan,” kata Acho.