Benturan Peradaban Dunia dalam Kisah ”Shogun”
Benturan peradaban pertemukan aneka kepentingan di dua dunia saling memengaruhi. Siapa keluar jadi pemenang?
Persinggungan atau bahkan perbenturan antarperadaban adalah suatu keniscayaan dalam perjalanan sejarah umat manusia. Beragam motif bisa jadi pemicunya. Mulai dari ekonomi, doktrin penyebaran kepercayaan (agama), pengaruh (politik), hingga kebutuhan memperluas wilayah jajahan kerap jadi awal mula.
Kisah itulah yang menjadi latar cerita utama serial Shogun (2024), didasari novel terkenal berjudul sama, Shogun (1975), karya James Clavell. Kisah dalam novel dan serial ini berlatar sejarah Jepang di era 1600-an, Periode Sengoku (1467-1600).
Pada periode itu di Jepang terjadi kekacauan politik berkepanjangan yang juga memicu peperangan antarpenguasa lokal. Pada awal abad ke-16, Jepang terbagi-bagi menjadi banyak wilayah yang masing-masing dipimpin dan dikuasai para panglima perang. Mereka saling beraliansi dan bertempur satu sama lain demi menjadi penguasa tertinggi.
Baca juga: Perjuangan Juru Selamat di Planet Arrakis
Clavell menggambarkan kondisi sejarah itu dengan menggunakan nama-nama lain di dalam cerita novelnya. Akan tetapi, semua yang dia ceritakan punya landasan kejadian atau peristiwa yang jelas sehingga menjadikan kisah Shogun menarik. Kisah ini bahkan dua kali dijadikan versi layar kaca, pertama tahun 1980 dengan bintang utama Richard Chamberlain.
Pengkhianatan demi mendapatkan kekuasaan menjadi wajar dan kerap terjadi antarpemimpin perang (warlord) di era Sengoku. Tentu saja dengan korban terbesar di kalangan rakyat jelata. Tambah lagi sebelumnya pihak kekaisaran membuat kebijakan untuk menyerahkan urusan administrasi negara kepada para shogun, pemimpin berlatar kalangan militer.
Sayangnya, para shogun sendiri kemudian kehilangan kekuasaan sejak pertengahan abad ke-15 dengan tak lagi memiliki kemampuan menghadirkan ketertiban. Sementara di lapangan, para panglima perang lokal terus berusaha membangun kekuatan dan berambisi memperluas daerah kekuasaan masing-masing.
Dalam sejarahnya, kekacauan terhenti setelah Oda Nobunaga, seorang panglima perang dengan wilayah kecil di Owari, bagian tengah Jepang, berhasil memenangi ”lomba” perebutan kekuasaan tadi. Dia lantas mendirikan sebuah kastil terkuat di Osaka. Sayangnya, Oda berkuasa tak terlalu lama dan meninggal karena sakit.
Sebelum wafat sang panglima perang itu, dalam plot cerita Shogun disebut dengan nama Lord Kiyama (Hiromoto Ida), berwasiat membentuk Dewan Bupati. Dia membagi kekuasaan ke lima Sesepuh (Go-Tairō), yang juga anggota dari Dewan Bupati sekaligus Bushō alias Jenderal Militer.
Tujuannya untuk menjaga kondisi tetap kondusif dan damai hingga saatnya sang putra mahkota beranjak dewasa dan menggantikannya. Dalam plot cerita Shogun, salah seorang sesepuh terkuat digambarkan berada di tangan Yoshii Toranaga (Hiroyuki Sanada).
Sayangnya, Yoshii harus berhadapan dengan keempat sesepuh lain, dipimpin Ishido Kazunari (Takehiro Hira), yang juga sangat berpengaruh. Nyawa Yoshii dan seluruh keluarga serta pengikutnya bahkan terancam dalam situasi perebutan kekuasaan itu. Keempat sesepuh bersekongkol dengan para pedagang dan kalangan gereja Katolik Portugis.
Pada saat dan kondisi seperti itulah awal cerita serial Shogun bermula. Pada periode waktu tadi, peta perebutan kekuasaan dunia, terutama terkait jalur perdagangan menuju Asia seperti Jepang, juga sudah terbentuk dan dimonopoli pihak Portugis yang Katolik.
Mereka merahasiakan jalur laut menuju wilayah Jepang dari para pesaingnya, kerajaan-kerajaan di Eropa yang Protestan. Persaingan dan perebutan kekuatan di tingkat dunia saat itu bertemu dengan kondisi kekacauan politik dan perebutan kekuasaan di dalam negeri Jepang.
Kisah Shogun diawali dengan terdamparnya sebuah kapal ”berbendera” Belanda, Erasmus. Kapal militer menyaru sebagai kapal dagang itu adalah salah satu dari rangkaian ekspedisi yang selamat. Mereka mencoba menelusuri dan mencari jalur menuju Asia melalui (selat) Jalur Magellan, yang saat itu dirahasiakan pihak Portugis.
Selain itu, Erasmus juga membawa mandat rahasia untuk menghancurkan pos-pos dagang milik Spanyol. Kerajaan Spanyol bersekutu dengan Portugis lantaran sesama penganut Katolik. Mereka mendirikan pos-pos perdagangan dan militer di sepanjang jalur perjalanan, yang dilewati. Pihak Belanda, diwakili Kapal Erasmus, berupaya membuka hubungan dagang dan diplomatik baru dengan Jepang.
Mengutip situs fxnetworks.com, terdamparnya kapal Erasmus di pesisir pantai Jepang didasari kisah nyata. Dalam sejarah, Erasmus adalah julukan untuk kapal Belanda, yang disebut Liefde (bahasa Belanda untuk ”Amal”), lantaran di buritannya terdapat patung ulama Desiderius Erasmus.
Kapal perang berbobot mati 260 ton itu adalah bagian dari armada yang terdiri dari lima kapal yang berlayar dari Rotterdam, Belanda, pada 27 Juni 1598. Armada itu didirikan dua orang kaya raya Belanda saat itu sekaligus menjadi pekerjaan besar-besaran, yang melibatkan lebih dari 500 awak kapal.
Walau datang di masa kritis, saat terjadi ketegangan politik di dalam negeri Jepang, kehadiran navigator andal berkebangsaan Inggris dalam Erasmus, John Blackthorne (Cosmo Jarvis), membuka mata Yoshii atas siasat licik pihak Portugis.
Seperti halnya Portugis dan Spanyol, Belanda dan Inggris juga beraliansi lantaran sesama penganut Protestan. Rakyat Inggris selalu khawatir Kekaisaran Spanyol akan menyerang dan menggulingkan Ratu Inggris.
Bahkan, buat kami yang aktor asli Jepang pun kesulitan, seperti ibaratnya Anda berbicara dengan bahasa Inggris di masa (pujangga) Shakespeare.
Spanyol sendiri telah memperluas pengaruhnya hingga Amerika dan Filipina. Raja Spanyol Philip II juga memerintah Portugis dengan jaringan perdagangannya yang luas di Asia termasuk Jepang.
Seperti juga dilakukan pihak Belanda di Nusantara pada masa lalu, Portugis menerapkan taktik pecah belah dan adu domba di Jepang. Mereka berencana membantu sekutu Jepang dengan mengambil alih kekuasaan dengan memasok persenjataan serta membuat pangkalan militer rahasia di Makau.
Baik pihak Portugis maupun sekutu-sekutunya di Jepang merekrut para ronin alias samurai bayaran tak bertuan. Mereka sewaktu-waktu akan dikerahkan menyerang ibu kota Kyoto dan mengambil alih kekuasaan. Beruntung skenario besar dan jahat itu disampaikan John saat dipanggil menemui Yoshii di istananya.
Yoshii sendiri dibantu berkomunikasi lewat jasa penerjemahan oleh salah seorang perempuan kepercayaannya, Toda Mariko (Anna Sawai). Toda adalah penganut Katolik taat, murid Pastor Martin Alvito (Tommy Bastow), yang sudah lama tinggal dan diterima di lingkungan kekuasaan di Kyoto.
Senyata mungkin
Proyek pembuatan kembali (remake) film serial satu ini dilakukan dengan sangat serius. Penulis naskah sekaligus showrunner, Justin Marks, dalam wawancara di akun ABC News mengungkapkan tak ingin mengulang kesalahan sama seperti di masa lalu oleh industri film Hollywood.
Industri film Hollywood selama ini kerap melakukan kesalahan saat mencoba menggambarkan dan menceritakan budaya orang lain termasuk dari Jepang. Keotentikan penggambaran masyarakat Jepang di era Shogun kali ini juga ditampakkan, tak hanya dari kostum, persenjataan, serta setting bangunan yang didirikan, melainkan juga dari tata bahasa dan cara bicara.
Dalam wawancara, Hiroyuki membenarkan, bukan perkara mudah melafalkan dialog yang biasa dituturkan orang di zaman itu. ”Bahkan buat kami yang aktor asli Jepang pun kesulitan, seperti ibaratnya Anda berbicara dengan bahasa Inggris di masa (pujangga) Shakespeare,” tambah Hiroyuki, yang juga produser ini.
Serial yang di musim pertamanya ini terdiri dari 10 episode tersebut disutradarai Charlotte Brändström yang menelurkan sejumlah film serial terkenal, seperti Grey's Anatomy (2005), The Witcher (2019), The Lord of the Rings: The Rings of Power (2022), dan The Continental (2023).
Baca juga: Perempuan, Film, dan Ruang Aman
Dalam wawancara lain di akun Stream Wars, Hiroyuki juga berterima kasih kepada sutradara dan pembuat serial Shogun versi 1980-an. Menurutnya, mereka ikut berjasa memperkenalkan budaya Jepang ke dunia internasional sehingga saat ini bahkan di banyak negara orang dapat dengan mudah menemukan restoran dan sushi bar.
”Sekarang waktunya kami membuat (film sama) sesuai versi kami sendiri yang otentik,” ujar Hiroyuki.
Selain setting bangunan, beragam pernak-pernik ala Jepang tradisional masa lalu, dan juga pemakaian bahasa Jepang klasik, dalam pembuatan serial ini juga dilibatkan konsultan gerak gerik dan gestur tubuh. Sejumlah pakar dan penasihat tentang itu turut dihadirkan serta dilibatkan terutama dalam proses shooting.
Mereka tak hanya bertugas dan berwenang mengarahkan para pemeran utama, tetapi juga para pemain figuran, mulai dari para pemeran karakter rakyat jelata, para samurai, hingga penjaga warung makan di latar belakang adegan.
”Jika Anda tak memperhatikan dengan teliti rinciannya, kesalahan sekecil apa pun akan membuat karakter-karakter yang dimainkan menjadi cacat. Semua setting lokasi dan periode waktu juga akan terlihat palsu di mata penonton. Mereka kemudian akan sulit dan gagal mengunjungi dunia itu di masa lalu,” ujar penyelia teknis, Toru Harada.