”Bob Marley: One Love”, Jalan Reggae Menuju Perdamaian
”Bob Marley: One Love” adalah film biopik tentang tokoh reggae Bob Marley selama penggarapan album ”Exodus”.
Sepanjang hidup, Robert Nesta Marley alias Bob Marley menyaksikan dunia, termasuk Jamaika, bergelut dalam kekacauan. Ketika ucapan tidak lagi terdengar, mungkin musik bisa menyentuh hati. Lewat musik reggae, Marley mengajak dunia berjalan menuju perdamaian.
Nama Bob Marley terkenal di dunia sebagai seorang pelopor dan legenda reggae. Ia lahir pada 6 Februari 1945 di sebuah peternakan di Saint Ann Parish, Jamaika, sebagai anak dari Cedella Malcolm dan Kapten Norval Sinclair Marley yang beda umur jauh. Marley tidak begitu mengenal ayahnya.
Dalam buku Bob Marley: A Biography (2007) oleh David V Moskowitz, Marley meninggalkan sekolah dan mulai mengasah kemampuan bermusik pada 1960. Bersama teman-temannya, Marley membentuk grup musik bernama The Wailing Wailers yang pada akhirnya berganti nama sebagai Bob Marley and the Wailers.
Sejak itu, sejarah berjalan dengan sendirinya. Marley menghasilkan karya-karya fenomenal, sebutlah ”Stir It Up” (1967), ”I Shot the Sheriff” (1973), ”Jamming” (1977), ”Could You Be Loved” (1980), dan ”Redemption Song” (1980).
Marley adalah ikon reggae, Rastafari, dan Jamaika dengan gaya khas rambut gimbal yang sering mengisap ganja. Musik revolusionernya menembus batas sosial dan geografis sehingga mempersatukan orang untuk melawan kolonialisme, rasisme, kemiskinan, dan perseteruan politik. Ia peduli dengan isu-isu yang dihadapi orang kulit hitam dan Afrika.
Lagu ”Get Up, Stand Up” (1973), umpamanya, merupakan lagu tentang perjuangan hak asasi manusia. Marley tersentuh dengan kondisi kemiskinan ekstrem di Haiti. Sebagai seorang legenda, namanya terus terkenang sampai sekarang meski telah meninggal sejak 11 Mei 1981 di usia 36 tahun.
Baca juga: Dobrakan Perempuan dari ”Madame Web”
Kisah luar biasa Marley sekali lagi muncul di depan layar dalam bentuk film biopik musikal berjudul Bob Marley: One Love (2024) karya sutradara Reinaldo Marcus Green. Keluarga Marley; Rita, Ziggy, dan Cedella; terlibat sebagai produser dalam film ini.
Bob Marley: One Love fokus pada periode tahun 1976-1978 saat Marley bicara soal perdamaian ketika banyak peristiwa penting terjadi. Selama tiga tahun itu, Marley lolos dari upaya pembunuhan, merekam dan merilis album Exodus (1977), serta terlibat dalam dua konser bersejarah, yakni Konser Smile Jamaica pada 1976 dan Konser One Love Peace pada 1978.
Cerita dalam film berawal ketika Marley (Kingsley Ben-Adir) mengumumkan akan tampil dalam Konser Smile Jamaica. Konser ini bertujuan untuk menghentikan kekerasan politik menjelang pemilu antara pendukung Partai Nasional Rakyat (PNP) dan Partai Buruh Jamaika (JLP). Marley, istrinya Rita (Lashana Lynch), dan rekan-rekannya lalu ditembak beberapa hari sebelum konser
Meskipun bisa tetap tampil di acara itu, Marley menyuruh Rita dan anak-anak mengungsi ke Amerika Serikat. Ia dan grup musiknya pergi ke Inggris.
Kami tidak tertarik melakukan penceritaan dari awal sampai akhir kematiannya. Jadi saya merasa sangat, sangat senang dengan pilihan periode waktu ini karena kami mencoba menangkap esensi dari seorang genius musik. Tentang itulah film ini.
Marley sempat buntu untuk konsep album barunya. Sang musisi akhirnya meminta Rita untuk bergabung ke Inggris. Ketika mereka sedang asyik bercengkerama, salah satu anggota grup memainkan lagu dari film Exodus (1960) yang secara harfiah berarti keluaran atau kepergian banyak orang. Exodus juga merupakan nama kitab kedua di Alkitab.
Marley merupakan penganut Rastafari, sebuah kepercayaan dari agama Ibrahim yang berkembang di Jamaika. Rastafari mempunyai interpretasi sendiri atas Alkitab bahwa mereka mempunyai satu Tuhan bernama Jah.
Dengan inspirasi baru, Marley menciptakan album Exodus sebagai album kesembilan Bob Marley and the Wailers. Exodus dianggap sebagai karya terbaik Marley. Album ini semakin memopulerkan nama Marley dan musik reggae. Tur di berbagai negara berlangsung lancar.
Baca juga: Simbol Perlawanan ”Ali Topan”
Akan tetapi, perjalanan Marley tak selalu mulus. Marley bertengkar dengan Rita soal perselingkuhan, mendapat diagnosis kanker, dan berselisih dengan manajernya, Don Taylor (Anthony Welsh), soal tur di Afrika. Di sisi lain, alam bawah sadar Marley selalu khawatir atas kondisi Jamaika yang kian runyam, terutama menjelang perhelatan konser One Love Peace.
”Kami tidak tertarik melakukan penceritaan dari awal sampai akhir kematiannya. Jadi, saya merasa sangat, sangat senang dengan pilihan periode waktu ini karena kami mencoba menangkap esensi dari seorang genius musik. Tentang itulah film ini,” kata sutradara Green, seperti dikutipScreen Rant.
Secuil hidup
Salah satu kekuatan utama Bob Marley: One Love adalah pemilihan aktor Kingsley Ben-Adir sebagai Marley. Akting aktor asal Inggris ini membawa nyawa Marley yang introver, lembut, dan reflektif ke depan layar. Ben-Adir juga dengan indah menirukan aksen Jamaika dalam dialog.
Ziggy pun memuji penampilan Ben-Adir.”Sejujurnya tentang siapa Bob, cara dia berbicara, cara dia bertindak, cara dia memandang dunia, menurut saya, Kingsley membawa elemen kemanusiaan itu. Bukan hanya legenda atau artisnya, tetapi sisi kemanusiaannya, sisi emosionalnya,” tuturnya kepada Billboard.
Kekuatan lain dari film ini tentu saja lagu soundtrack dari Bob Marley and the Wailers yang mengena. Selain penampilan Ben-Adir menirukan Marley menyanyi, film ini menyelipkan cuplikan audio lagu-lagu Marley di setiap adegan transisi, seperti ”Get Up, Stand Up”, ”I Shot the Sheriff”, dan ”Redemption Song”.
Film ini cukup mendapat sambutan hangat. Mengutip Box Office Mojo, Bob Marley: One Love telah meraih pendapatan sebesar 86 juta dollar AS per Sabtu (24/2/2024), mengalahkan film berbudget besar lain seperti Argylle dan Madame Web.
Bob Marley: One Love adalah film sempurna bagi penggemar Marley. Film ini menerapkan alur maju-mundur. Sejumlah penggalan masa lalu menunjukkan bagaimana trauma Marley hidup tanpa mengenal sosok ayah, pertemuan dengan Rita di masa remaja, peran Rastafari dalam hidupnya, dan awal terjun ke dunia musik.
Baca juga: Oppenheimer, Pencipta dan Penghancur Dunia Baru
Hanya saja, untuk khalayak umum dari generasi yang lahir setelah kematian Marley, film ini baru menampilkan secuil hidup mengagumkan dari Marley. Banyak hal yang telah Marley lalui sehingga menjadi seorang tokoh reggae global yang relevan sampai saat ini.
Marley hidup di zaman penuh turbulensi. Ia hadir ketika Perang Dunia Kedua belum berakhir, Perang Dingin berlangsung, dan kondisi politik di Jamaika yang huru-hara. Dia adalah seorang biracial atau anak dari dua ras sehingga tak luput dari diskriminasi, bahkan dari sesama orang kulit hitam. Selama hidup, Marley juga memperjuangkan Pan-Afrikanisme, yaitu gerakan untuk menyatukan seluruh warga Afrika dan diaspora Afrika.
Baca juga: Bonnie, Anak Perempuan Melawan Penindasan
Sisi lain Marley yang kompleks pun terasa disensor, khususnya tentang dirinya yang banyak terlibat dengan banyak perempuan selama pernikahan dengan Rita. Sampai sekarang, Marley tercatat memiliki 11 anak.
Bob Marley: One Love menjadi karya biopik kesekian tentang musisi legendaris dunia selain Ray (2004), Bohemian Rhapsody (2018), Rocketman (2019), Tick, Tick... Boom! (2021), dan Elvis (2022). Setelah Marley tiada 43 tahun silam, film ini adalah pengingat ke generasi lama dan perkenalan ke generasi baru bahwa perjuangan Marley harus berlanjut sampai sekarang.