Melawan Episode Seksisme Tanpa Seri
Perempuan sulit dimengerti dan ingin menang sendiri. Benarkah demikian?
Di balik suasana duka pun, perempuan tetap disudutkan hanya karena tak sesuai stereotipe masyarakat. Alih-alih berbagi empati, publik lebih senang berspekulasi dan menguliti perempuan sampai sisi terdalam paling pribadi sehingga sah untuk menghakimi.
Dibalut tema hukum, film Anatomy of a Fall yang tayang 17 Januari 2024 di bioskop Indonesia menegaskan lemahnya posisi perempuan di tengah masyarakat, bahkan di mata hukum. Berlatar belakang kota Grenoble, Perancis, film ini menggambarkan ironi dari sebuah negara yang bersemboyan egalite atau kesetaraan lewat kisah sebuah keluarga.
Adegan dibuka dengan sesi wawancara Sandra Voyter (Sandra Hüller) dan seorang mahasiswi, Zoé Solidor (Camille Rutherford), di rumah Sandra. Obrolan mengenai pengalaman menulis Sandra terpaksa terhenti dan Zoé memilih pulang setelah suami Sandra, Samuel Maleski (Samuel Theis), menyalakan musik sangat kencang yang mengganggu.
Sementara itu, putra tunggal Sandra dan Samuel, Daniel (Milo Machado Graner), berusia 11 tahun, bersiap keluar rumah bersama anjing mereka, Snoop. Selang beberapa jam, Daniel kembali dari ke rumah dan mendapati ayahnya tergeletak di depan rumah mereka dengan bagian belakang kepalanya penuh darah. Sandra, yang tergopoh-gopoh menghampiri anaknya yang berteriak-teriak, terkejut melihat kondisi suaminya.
Herannya, film penuh dialog yang minim musik ini jauh dari membosankan karena terpancing teka-teki misteri tewasnya Samuel.
Film yang bertajuk asli Anatomie d’Une Chute karya sutradara Justine Triet ini mulai mengalir berdasarkan tragedi tersebut. Sandra yang semula sekadar menjadi saksi beralih ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian mengacu pada sejumlah analisis yang diuji di pengadilan setahun setelah kejadian. Dibantu teman lamanya yang berprofesi sebagai pengacara, Vincent Renzi (Swann Arlaud), Sandra berupaya membuktikan diri tak bersalah.
Dari durasi 176 menit, suasana sidang menjadi suguhan utama yang dikombinasikan dengan momen flashback untuk menggambarkan kronologi yang diurai Sandra dalam tiap pembelaannya dan kesaksian Daniel di hadapan hakim. Herannya, film penuh dialog yang minim musik ini jauh dari membosankan karena terpancing teka-teki misteri tewasnya Samuel.
Baca juga: ”Oppenheimer” Pimpin Nominasi Oscar 2024
”Aku sempat ragu karena siapa yang mau menonton film semacam ini, bahkan tak ada musik sama sekali. Musiknya hanya berasal dari piano yang sesekali dimainkan tokoh Daniel untuk menggambarkan tensi suasana yang kian sulit,” ujar Triet dalam wawancara dengan Le Monde seusai meraih Palme D’Or untuk film ini di Festival Film Cannes 2023.
Namun, keraguan Triet tak terbukti. Film yang ia tulis bersama pasangannya, Arthur Harari, ini diburu para penikmat film. Selain Cannes, film panjang keempatnya ini juga meraih dua piala Golden Globes 2023 untuk kategori Best Screenplay dan Best Foreign Language Film.
Di Academy Awards ke-96 yang akan digelar Maret nanti, Anatomy of a Fall mengantongi lima nominasi untuk kategori Best Picture, Best Film Editing, Best Original Screenplay, Best Actress, dan Best Director. Triet menjadi satu-satunya nomine perempuan untuk sutradara terbaik piala Oscar tahun ini.
Miskomunikasi
Sejenak film Triet kali ini dipersepsikan sebagai film detektif mencari pelaku pembunuhan. Ya, penegak hukum buru-buru berkesimpulan pada percobaan pembunuhan ketimbang dugaan bunuh diri dari Samuel. Bahkan, ketika reka ulang kejadian, penyidik memaksakan keadaan agar runtutan peristiwanya sesuai dengan logika mereka.
Namun, seiring proses persidangan yang berjalan, lapis demi lapis problem dikupas secara subtil baik melalui simbol maupun adegan dan dialog para tokohnya. Sosok Daniel, misalnya, yang kehilangan penglihatannya karena kecelakaan di usia empat tahun merepresentasikan orang-orang di dalam film dan juga penonton. Tersesat dan hanya dituntun asumsi.
Baca juga: Tukang Batu Mengungkap Kebenaran
Walakin, Daniel punya ikatan dan pengalaman berada di tengah Sandra dan Samuel yang kemudian dapat mengarahkannya pada suatu konklusi. Meski sempat terjerumus menghakimi, Daniel yang tak mampu melihat memilih menajamkan pendengarannya dan bersedia membuka diri untuk menguji berbagai kemungkinan. Mendengar, hal yang luput dilakukan orang dewasa.
Sisi lainnya, tentu saja pandangan terhadap perempuan yang menjadi bingkai besar tanpa disadari. Triet masuk melalui kendala bahasa yang dihadapi Sandra. Sebagai keturunan Jerman, Sandra kesulitan berbahasa Perancis. Meski begitu, ia bersedia mengikuti Samuel pindah ke Perancis demi memulihkan kesehatan mental suaminya itu seusai kecelakaan Daniel yang terimbas dari keteledoran Samuel.
Di tengah ketidakfasihannya berbahasa Perancis, Sandra dipaksa memberikan penjelasan dan pembelaan di hadapan penyidik dan hakim dalam bahasa Perancis yang membuatnya kadang salah dimengerti. Belakangan, ada penerjemah di ruang sidang untuk membantu Sandra.
”Di pengadilan, bahasa menjadi sangat sulit. Kata-kata yang tak tepat dapat mengubah makna, dari yang semestinya tak dilakukan menjadi berubah persepsi. Di sisi lain, ketika keadilan tidak memiliki bukti, moralitas yang akan digugat. Di situ, cara hidup Sandra jadi dinilai,” ungkap Triet.
Kata-kata yang tak tepat dapat mengubah makna, dari yang semestinya tak dilakukan menjadi berubah persepsi. Di sisi lain, ketika keadilan tidak memiliki bukti, moralitas yang akan digugat.
Apa yang diungkapkan Triet ini sejalan dengan dialog Renzi dengan Sandra sebelum persidangan. Proses hukum yang dilalui ini bukan mencari siapa yang benar atau salah, melainkan siapa yang bisa meyakinkan hakim dengan ceritanya. Penyidik dari cara kerjanya jelas minim bukti. Akan tetapi, mereka nekat mengumumkan tersangka demi reputasi.
Triet memanfaatkan kendala bahasa dalam persidangan sebagai miskomunikasi yang acap kali terjadi dalam sebuah hubungan, baik relasi romantis maupun antarmasyarakat. Perempuan kerap serba salah bersikap dan berkata-kata karena harus beradu dengan penilaian yang timpang dari masyarakat.
Seksisme
Akibatnya di sini, Sandra tak sempat berduka karena dijadikan terdakwa dan disudutkan habis-habisan oleh penuntut umum. Dari dugaan selingkuh, tudingan membenci suami karena kecelakaan sang anak, tuduhan membajak novel sang suami, menjadi penyebab gangguan mental dan kegagalan sang suami, hingga pengungkapan orientasi seksual Sandra yang biseksual.
Bahkan, rekaman suara perselisihan Sandra dan Samuel sehari sebelum hari naas itu dipakai untuk makin memojokkan Sandra. Ia disebut tak pengertian, egois, dan diduga melakukan kekerasan terhadap Samuel. Ketika Sandra berusaha mendudukkan perkara, penuntut umum malah mengutip salah satu novel karya Sandra yang berisi mungkin bagi istri untuk membunuh suaminya.
Padahal, apabila dicermati dari rekaman suara yang dibuat diam-diam oleh Samuel, Sandra tak menampik sempat menyalahkan Samuel yang mengakibatkan Daniel buta parsial. Namun, ia berupaya memahami kondisi dan mengikuti keinginan Samuel demi suaminya bisa kembali seperti sediakala. Ia memberikan ruang kebebasan bagi suaminya untuk melakukan hal yang disuka sembari mendampingi pengobatan suaminya, meski dalam waktu bersamaan Sandra juga harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Baca juga: Menebak Si Paling Monster dalam ”Monster”
Ia mengakui sempat frustrasi dan melarikan diri dengan berselingkuh, yang kemudian diakhirinya, dan meminta maaf kepada Samuel. Namun, pada satu titik, Sandra justru disebut tak peduli pada Samuel. Keberhasilan Sandra dengan novel terbarunya yang berguna menghidupi keluarga kecil mereka malah berujung pada tudingan mencuri naskah sang suami.
”Aku hanya terinspirasi dari idemu. Isinya jauh berbeda dari novel yang sudah lama tak kamu selesaikan itu. Aku sudah bilang tentang hal ini ketika akan mulai menulis dan kamu setuju. Kamu tahu aku selalu mendukungmu dan mendengarkanmu, kan? Jangan kemudian menyalahkanku dan sekarang seolah menjadi korban,” ucap Sandra dalam rekaman pertengkaran itu.
Miris memang. Perempuan dengan tumpukan kewajibannya masih dipersalahkan atas segala hal. Bayangkan, Sandra seolah dilarang kecewa pada sang suami yang dianggap membuat anaknya buta. Akan tetapi, sang suami bahkan publik boleh kecewa pada Sandra karena dianggap gagal merawat suami dan tak berhasil membangkitkan gairah berkarya yang berdampak pada matinya karier sang suami.
Upaya Sandra sebagai perempuan yang menanggung beban ganda, domestik dan publik, menjadi banyak dinihilkan karena sikapnya yang dinilai tak sesuai konstruksi sosial, bahkan sekecil jarang tersenyum juga jadi masalah. ”Perempuan macam apa yang jarang tersenyum,” rutuk Samuel dalam rekaman itu.
Hal ini seakan mengamini laporan tahunan Dewan Tinggi Perancis untuk Kesetaraan antara Perempuan dan Laki-laki (HCE) pada 22 Januari lalu. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap 3.500 orang pada November 2023, kondisi kini tak jauh beranjak dari tahun 1960-an. Sebanyak 66 persen responden menilai perempuan mesti lembut dan sensitif, termasuk sering tersenyum. Kemudian, 60 persen responden perempuan ternyata berpikir harus berhati-hati agar sesuai dengan harapan masyarakat.
Situasi ini mencengangkan. Sebab, selama ini, Perancis dikenal sebagai negara yang paham tentang kesetaraan dan kebebasan. Dalam Indeks Kesetaraan Gender 2023 untuk negara-negara Uni Eropa, Perancis juga melampaui rata-rata dengan skor 75,7. Namun, rupanya persoalan yang dialami Sandra berbasis seksisme yang kemudian menyebar di ranah keluarga, pendidikan, hingga penegakan hukum masih bercokol kuat.
Lalu, bagaimana dengan negara lain? Bagaimana dengan Indonesia? Jalannya masih panjang untuk memberantas seksisme yang kadung mengakar. Tapi, bukan berarti tidak bisa. Sebab, sudah saatnya kesetaraan benar diwujudkan, bukan hanya omong kosong belaka.
Jadi, masih berpikir perempuan susah dimengerti dan ingin menang sendiri?