Tukang Batu Mengungkap Kebenaran
Persahabatan, pengkhianatan, dan balas dendam saling jalin membentuk cerita petualangan seorang tukang batu.
Persahabatan, pengkhianatan, dan balas dendam saling jalin membentuk cerita petualangan seorang tukang batu yang berusaha mengungkap kebenaran. Inilah kisah The Bricklayer, film terbaru besutan sutradara Renny Harlin.
Setelah sekian lama mengundurkan diri dari dunia spionase internasional, Steve Vail (Aaron Eckhart) kembali direkrut untuk mengejar dan melumpuhkan orang dari masa lalunya. Dahulu Steve Vail adalah rekan sekaligus sahabat Victor Radek (Clifton Collins Jr), sesama agen rahasia terbaik CIA.
Dalam satu penugasan kekacauan terjadi yang berujung pada kematian tragis anak dan istri Radek di tangan para gangster Rusia. Radek berbalik menyerang CIA lantaran meyakini dirinya sengaja dikorbankan oleh dinas rahasia tempatnya mengabdi itu.
Balas dendam Radek terhenti setelah CIA menugasi Steve Vail untuk ”menetralisasinya”. Namun, belakangan baru diketahui, Radek ternyata dibiarkan hidup setelah Steve Vail melepasnya pergi atas nama persahabatan mereka.
Setelah peristiwa itu, Steve Vail sudah mundur diri dari dunia spionase. Namun, Radek muncul lagi untuk menuntaskan dendam kesumatnya terhadap CIA.
Radek kali ini menyerang CIA dengan cara memfitnah dan memeras lembaga itu. Ia paham betul bagaimana kelakuan CIA yang kerap cawe-cawe pada pemerintah di negara lain, bahkan menebar teror untuk melumpuhkan pemerintahan satu negara dan mengganti pemimpinnya sesuai keinginan mereka. Sekian lama bekerja dan terlibat langsung dalam plot CIA seperti itu, Radek mengantongi banyak bukti dan data.
Seorang jurnalis asal Yunani dipancing Radek dengan data eksklusif keterlibatan CIA di negeri itu. Alih-alih disuplai data, sang jurnalis justru ditembak mati untuk menciptakan kesan CIA terlibat dalam pembunuhan tersebut. Kejadian itu memicu kekacauan diplomatik sampai kemudian Vail dipanggil dan direkrut lagi untuk kembali menangani Radek.
Dalam menjalankan misinya mencari Radek, Vail ditemani seorang agen analis CIA tak berpengalaman lapangan, Kate Bannon (Nina Dobrev). Sayangnya pola hubungan keduanya terasa klise. Dimulai dari tidak saling cocok, lalu sama-sama berhadapan dengan ancaman, saling menyelamatkan, berbalik sikap, dan akhirnya bekerja sama dengan baik.
Tipikal laga spionase
The Bricklayer (2024) berangkat dari sebuah novel berjudul sama karangan Noah Boyd yang terbit tahun 2010. Boyd adalah nama pena dari seorang pensiunan agen penyelidik Biro Investigasi Federal AS (FBI), Paul Lindsay. Lindsay meninggal setahun kemudian saat menulis sekuel novelnya itu.
Film yang disutradarai Renny Harlin ini, tipikal film-film bergenre laga spionase, macam film-film James Bond. Bedanya, The Bricklayer tidak mengumbar kisah dan adegan romantis.
Hal menarik yang patut disimak dari film ini adalah koreografi dan penggambaran perkelahian sepanjang film. Penonton terasa sekali dibawa kembali ke masa film-film laga old-school era 1990-an. Boleh jadi hal itu dipengaruhi gaya sang sutradara.
Harlin sebelumnya dikenal lewat film laga klasik Die Hard 2 (1990), yang melambungkan nama Bruce Willis sebagai aktor laga papan atas. Dalam film The Bricklayer, Harlin terlihat jelas tak ingin mengikuti tren koreografi film-film laga masa kini seperti John Wick: Chapter 4 (2023) dan beberapa film lain, yang menerapkan tempo adegan perkelahian dan pertempuran senjata dengan sangat cepat sehingga kadang tampak tidak masuk akal.
Lewat The Bricklayer, Harlin banyak menerima pujian karena dia menggunakan lokasi dan set asli saat pengambilan gambar adegan-adegan laga ketimbang memanfaatkan efek visual komputer. Cara itu mampu menghadirkan nuansa orisinal sebuah adegan laga yang sesungguhnya.
Kepada laman Screenrant.com, Renny Harlin mengatakan, ia ingin mengembalikan lagi semangat film-film laga ala era 1980-an dan 1990-an yang sedikit atau tidak menggunakan efek komputer.
”Saya benar-benar ingin kembali seperti ke masa itu. Jika saya menyukainya, saya pikir orang juga akan melihat dan menyukai hal itu. Saya rindu saat para aktor dan pemeran pengganti melakukan segala sesuatunya serba sendiri. Seolah darah dan keringat benar-benar mengalir dalam proses pembuatan film. Praktis tanpa efek komputer. Seperti itulah yang ingin saya lakukan,” ujarnya.
Baca juga: Nyawa Dunia di Tangan Ghibli
Aktor pemeran Steve Vail, yakni Eckhart, senang bisa bekerja sama dengan prinsip-prinsip Harlin. Itu sebabnya ia mau melakukan sendiri seluruh adegan berbahaya tanpa pemeran pengganti.
Salah satunya adegan saat Vail berkelahi melawan sekelompok anggota mafia Rusia. Perkelahian berlangsung di atas ketinggian gedung, yang membuat Vail dan musuhnya jatuh sejauh puluhan meter saat mereka berada di sebuah lift untuk pekerja pembersih gedung.
Mengutip wawancara di laman Screenrant.com, Eckhart bercerita sepekan jelang shooting dirinya sudah ada di lokasi untuk mempersiapkan diri. Saat itu sang sutradara menjelaskan nantinya pertarungan akan terjadi di sebuah lift di tengah hujan deras. Ia mempercayakan sepenuhnya semua proses pengambilan gambar pada sutradara.
”Dia (sutradara) tahu lensa, kamera, sudut pengambilan gambar yang bagus, dan semua yang dia kerjakan selama shooting. Dia adalah seorang sutradara hebat dan (seorang) legenda. Saya menyerahkan diri ke tangannya karena tahu saya berada di tangan yang tepat,” puji Eckhart yang banyak bermain dalam film laga, antara lain Olympus Has Fallen (2013) dan London Has Fallen (2016).
Di kedua film tersebut Eckhart bermain bersama aktor laga Gerald Butler. Secara kebetulan Gerald juga menjadi produser di The Bricklayer. Gerald sendiri tadinya diproyeksikan memerankan tokoh Steve Vail setelah pada tahun 2011 berhasil mendapatkan hak dari karya novelnya.
Mengkritik CIA
The Bricklayer memberi pesan menarik. Film ini mengkritik sepak terjang Badan Pusat Intelijen AS (CIA) yang digambarkan selalu campur tangan di banyak negara. Padahal, di dalam tubuh CIA sebenarnya banyak kepentingan, termasuk kepentingan pribadi agen-agennya.
Kritik lainnya terhadap CIA juga tampak saat badan intelijen itu digambarkan memiliki hubungan dengan organisasi kriminal bawah tanah, para mafia Rusia dan Yunani. Hubungan kerja sama itu dilakukan demi melancarkan operasi-operasi rahasia mereka di Yunani, yang mungkin juga terjadi di negeri lain.
Penggambaran The Bricklayer tentang CIA terbilang kritis. Dalam banyak film laga spionase lainnya, badan-badan intelijen AS terlalu sering digambarkan hanya dari sudut pandang keunggulan mereka, terutama teknologinya.