Imajinasi dari Masa Kecil
Ini pesan bagi siapa saja agar memberikan pengalaman berharga bagi anak-anak.
Ketika mencipta karya seni, imajinasi bisa tumbuh dari mana saja. Salah satunya, imajinasi dari masa kecil. Mengenang keseruan menjadi kanak-kanak bagai memperoleh vitamin di masa sekarang.
Itulah yang mengemuka dari perbincangan bersama tiga seniman peserta pameranArt Coolture di Galeri Artloka, Jakarta Art Hub, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Ketiganya adalah Rosyad, Popomangun, dan Fauzan. Selebihnya, masih ada dua peserta lain yang tidak bisa hadir: Rato Tanggela dan kelompok Reexp.
Rosyad membuka dengan kisahnya pada usia empat sampai lima tahun. Tahun kelahirannya 1993, berarti kejadian itu berkisar pada 1997-1998. Rosyad kecil tatkala itu sudah menggemari film kartun Kura-kura Ninja. Suatu kali ia merengek kepada ayahnya. Ia menginginkan mainan meski tanpa menyebut jenis mainan tertentu.
Tidak dinyana, ayahnya pulang dan membawakan satu kantong plastik keresek berisi berbagai macam karakter patung atau boneka dari plastik. Mainan itu dibelinya dari tukang loak di pasar. Ada banyak.
”Yang paling saya ingat, boneka dengan karakter kura-kura ninja meski bagian tangan dan kepala kura-kura ninja itu sudah diganti dengan karakter lain. Saya tidak begitu ingat dengan karakter apa,” ujar Rosyad.
Ukuran patung kura-kura ninja itu segenggaman tangannya. Rosyad sering mengamat-amati bagian kepala dan tangan yang sedikit berbeda dengan karakter kura-kura ninja di film kartun TV yang ia tonton. Meski beda, Rosyad tetap menyukainya. Tak ayal, ia selalu bertanya-tanya tentang kanibalisme boneka tadi. Aneh, tetapi tetap indah dan menyenangkan.
”Karena itulah yang membuat saya suka menabrak-nabrakkan bentuk atau figur ke dalam karakter lukisan saya,” kata Rosyad.
Tabrakan-tabrakan seperti itu diperlihatkan dalam lukisan Rosyad yang diberi judul ”198.4” (2023). Ia menggunakan media cat akrilik dan semprot pada kanvas berukuran 100 cm x 120 cm. ”Angka 1984 itu, setahu saya, tahun pembuatan film kartun Kura-kura Ninja,” kata Rosyad.
Bentuk mata memanjang ke atas ini menjadi kekhasan karakter karya Rosyad selama ini.
Di lukisan itu ada figur pelukis ternama asal Italia, Raffaello Sanzio (1483-1520) atau sering disebut Raphael. Rosyad pada mulanya tidak begitu peduli dengan narasi Raphael. Ia menganggap lukisan diri Raphael itu sekadar bagus dan unik. Ia ingin menempatkan figur Raphael itu ke dalam lukisannya yang dekoratif.
Rosyad begitu senang tatkala mengetahui nama pelukis ternama Raphael ternyata juga digunakan untuk salah satu karakter Kura-kura Ninja. Di lukisan ”198.4”, Rosyad melukis Raphael dengan karakter kedua mata memanjang ke atas. Bentuk mata memanjang ke atas ini menjadi kekhasan karakter karya Rosyad selama ini.
Baca juga: Menjaga Asa Ratu Adil
Di lukisan itu pun ia mencantumkan lukisan figur dua kura-kura ninja. Matanya menyipit tinggi ke atas, seperti mata Raphael dan karakter hewan-hewan lain yang ada di lukisan Rosyad itu.
”Melalui karya ini saya tidak bermaksud untuk bercerita tentang apa-apa, termasuk cerita tentang Raphael. Saya hanya ingin mengungkapkan keseruan menabrak-nabrakkan figur ke dalam lukisan saya, seperti keseruan di masa-masa kecil,” ujar Rosyad.
Rosyad seperti menjadi kanak-kanak dalam berkarya. Ia hanya merasakan bagus dan lucu. Karya-karyanya pun mengandalkan spontanitas.
”Gusti Moal Sare”
Meski bersikap seperti kanak-kanak yang penuh keseruan, masalah yang mengendap di masa-masa dewasa bagi Rosyad juga tidak perlu dihindari. Ini tampak dari lukisannya yang lain, yang diberi judul dalam bahasa Sunda ”Gusti Moal Sare” (2023), bermakna ’Tuhan tidak tidur’.
”Lukisan ini menggambarkan perjalanan aku satu tahun ke belakang. Ini curhat saja, kalau di masa itu aku lebih banyak dosa,” ujar Rosyad.
Hidup manusia tak pernah terlepas dari kesalahan. Sadar akan kesalahan sudah sangat berarti. Masa-masa sekarang dan yang akan datang akan menjadi lebih berharga ketika tak lagi mengulang kesalahan itu.
Hidup manusia tak pernah terlepas dari kesalahan. Sadar akan kesalahan sudah sangat berarti.
Rosyad menampakkan kekhasan mata-mata yang memanjang ke atas. Itu seperti mata-mata yang selalu mengawasi. Itulah mata-mata ”Gusti Moal Sare”, Tuhan yang tidak pernah tidur, sehingga mengetahui apa saja kebaikan dan kesalahan yang telah kita perbuat.
Keseruan di masa kecil juga dirasakan Popomangun dalam menghadirkan karya-karya lukisannya. Ia tidak sekadar mengenang masa kecilnya itu, tetapi sekaligus menjadikan vitamin dalam menciptakan karya-karya lukisannya sekarang meski berangkat dari kekesalan.
”Di masa kecil, saya kesal terhadap segala motif dan hiasan seperti ubin batik di lantai, ukiran Jepara di meja dan kursi, dan yang lainnya. Motif-motif etnik yang membuat saya kesal itu sekarang memberi karma bagi lukisan-lukisan saya,” kata Popomangun yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah, dan kini menetap di Tangerang, Banten.
Kekesalan terhadap motif lantai dan berbagai perabotan rumah tangga itu pernah diungkapkan Popomangun terhadap kedua orangtuanya. Ia mengatakan ingin keluar dari rumah dan membangun rumah sendiri di halaman.
Tentu kedua orangtuanya tak memberinya izin. Alasannya, Popomangun menjadi anak yang harus serumah dengan orangtuanya. Popomangun memaklumi hal itu. Akan tetapi, di benaknya terukir keinginan tetap membangun rumah lain, yakni rumah di kepalanya.
Baca juga: Ganesa di Antara Dogma dan Ekspresi Seni
Ini sebuah imajinasi rumah milik sendiri yang tak lagi dipenuhi nuansa dekoratif di ubin lantai ataupun perabotan rumah tangga lainnya.
”Pada akhirnya, hal yang saya anggap buruk pada waktu itu bisa menjadi vitamin bagi saya sekarang. Saya akhirnya melukis abstrak dengan pola-pola etnik yang pernah saya temui di rumah,” kata Popomangun.
Lukisan Popomangun yang diberi judul ”House of Home 1.0 dan 2.0” memiliki gaya abstrak. Ia menggunakan warna-warna cerah untuk mengisyaratkan imajinasi rumah di dalam rumah. Lukisan seri lain yang diberi judul ”House of Tree 1.0-4.0”, semuanya mengisyaratkan rumah dengan pola-pola etnik.
”Pola etnik di masa kecil saya anggap mendistraksi mata. Sekarang menjadi gaya melukis abstrak saya,” ujar Popomangun.
Perubahan Popomangun mungkin saja dipengaruhi pola pikir yang ditanamkan ayahnya. Seperti sewaktu Popomangun mengungkapkan kekesalan kepada ayahnya terkait rumah yang terlalu banyak pola. Ayahnya menjawab, kekesalan seperti itu sudah selayaknya.
Ayahnya mengibaratkan Popomangun menjadi dirinya. Kelak, anaknya pun akan merasakan kekesalan sama terhadap apa-apa yang ditempuh ayahnya. Popomangun selalu terusik dengan pemahaman yang ditanamkan ayahnya tersebut.
Dia selalu mengingat pula petuah lain yang disampaikan ayahnya. Ketika miskin kita menjadi kreatif, ketika kaya menjadi konsumtif. Ini selalu diingatnya dan tetap relevan sampai sekarang.
Reflektif
Karya peserta berikutnya, Fauzan, juga tak lepas dari kenangan masa kecil tatkala menikmati serial film kartun Spongebob. Dari lukisannya yang diberi judul ”Rock Bottom Gate” (2024), Fauzan mengambil latar kehidupan dasar laut seperti kisah film Spongebob. Akan tetapi, ada narasi reflektif yang dikembangkan Fauzan.
Ada karakter Venus yang dilukis Fauzan, yang hendak keluar dari pintu gerbang. Padahal, kehidupan di luar gerbang tidak ada apa-apa. Fauzan ingin mengisyaratkan seperti persoalan depresi yang sering membuat kita pergi dari habitat kehidupan kita. Refleksinya, padahal keadaan di luar sana belum tentu membuat kita akan menjadi lebih baik.
Dari karya berikutnya yang diberi judul ”Traitor” (Pengkhianat) (2024), Fauzan melukiskan berbagai karakter Venus yang saling menarik busur panah masing-masing. Mereka sedang berburu monster. Akan tetapi, ada Venus penunggang kuda yang menjadi pengkhianat di antara Venus lainnya.
”Semua karakter di dalam lukisan itu saya sebut sebagai Venus, layaknya para prajurit yang sedang berperang melawan monster,” ujar Fauzan.
Banyak narasi lukisan yang dipamerkan terinspirasi kenangan senimannya di masa kecil. Bagi Morine Rociana, pengelola Galeri Artloka, karya-karya seni dengan ragam eksplorasi, selain diolah dengan artistik terkini, juga mengedepankan dialog yang menarik. Ini pesan bagi siapa saja agar memberikan pengalaman berharga bagi anak-anak.