”Rumah Masa Depan”, Mimpi Bangsa dalam Potret Keluarga
Film ”Rumah Masa Depan” adalah adaptasi dari sinetron berjudul sama di era 1980-an. Sama seperti pendahulunya, film ini membahas tentang kehidupan keluarga Sukri di Desa Cibeureum.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·5 menit baca
Empat dekade silam, Rumah Masa Depan menjadi salah satu sinetron legendaris di televisi Tanah Air era 1980-an. Kisah tentang keluarga Sukri ini kembali muncul di layar lebar sekarang. Dalam format film, Rumah Masa Depan mengingatkan kembali tentang makna keluarga dengan sentuhan baru agar tetap relevan di zaman ini.
Pada Sabtu (2/12/2023), rumah Produksi Mizan Pictures dan Max Pictures menggelar acara Gala Premiere Film Rumah Masa Depan di Jakarta. Banyak terlibat dalam film bergenre drama, Danial Rifki menjadi sutradara untuk film ini.
Rumah Masa Depan mengisahkan tentang keluarga Sukri (Fedi Nuril) dan Surti (Laura Basuki). Pasangan ini hidup bahagia di Jakarta bersama kedua anaknya, yakni Bayu (Bima Azriel) dan Gerhana (Ciara Brosnan).
Saat akan pergi berlibur, tiba-tiba Sukri mendapat telepon kalau ayahnya, Pak Musa (Cok Simbara), meninggal dunia. Keempatnya akhirnya pulang ke kampung halamannya di Cibeureum, Jawa Barat.
Sesampainya di rumah, Sukri menyalami sang ibu, Bu Musa (Widyawati). Bu Musa masih tampak tidak keberatan ketika cucu-cucunya datang menyapa. Namun, gestur tubuhnya langsung menolak uluran tangan Surti. Ya, ini adalah konflik klise antara mertua dan menantu yang tidak menerima restu.
”Saya senang bisa terlibat dalam film ini karena ceritanya menarik dan relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Konflik antara mertua dan menantu adalah konflik yang umum terjadi dalam keluarga,” kata Fedi dalam pernyataan tertulis.
Kerunyaman tidak berhenti di situ. Seusai pemakaman Pak Musa, Bu Musa terlibat kasus kriminal sehingga harus mendekam di penjara. Bu Musa yang terkenal pemarah dituduh memukul kepala desa sampai masuk rumah sakit. Sukri sekeluarga bingung. Mereka akhirnya tinggal sementara di desa demi menyelesaikan masalah ini.
Kehidupan berkeluarga
Dalam artikel Kompas berjudul ”Orangtua Baik Versus Anak Baik” yang terbit 17 Maret 1985, Rumah Masa Depan adalah judul kiasan. Sinetron ini sejatinya memperlihatkan kehidupan berkeluarga yang merepresentasikan impian klasik tentang bangsa Indonesia.
Keluarga Sukri bersama orangtuanya hidup tenang di desa dalam versi sinetron. Jauh dari riuh kota. Mereka bersama warga desa tak segan saling membantu untuk meningkatkan taraf kehidupan.
Dalam episode Uluran Tangan Ditolak Jangan, Bayu dan teman-teman ingin menolong Darma yang tidak bisa membayar uang untuk mengikuti study tour. Episode lainnya menunjukkan Bayu ikut mengajar baca tulis kepada warga desa penyandang tunaaksara.
Pada film versi modernnya, semangat serupa masih terlihat jelas. Keluarga Sukri hidup bahagia dengan anak-anak yang ceria dan baik hati di Ibu Kota, lalu pindah ke desa. Mereka juga ”ringan tangan” menyelesaikan permasalahan di desa.
Surti sebagai koki ternama berusaha membantu agar masakan ibu-ibu desa lebih sedap sehingga warung jualan mereka bisa laris manis. Sementara itu, Sukri ingin melanjutkan upaya ayahnya agar petani dapat sejahtera. Adapun Sukri sekeluarga bekerja sebagai tim untuk membuktikan alibi Bu Musa.
Selain soal tolong-menolong, film Rumah Masa Depan mengingatkan penonton tentang pentingnya komunikasi dan penyembuhan trauma. Sifat pemarah serta kebencian Bu Musa terhadap Surti bukan tidak berdasar. Ada trauma masa lalu yang membayangi.
Konflik tersebut perlahan sirna setelah komunikasi antar-keluarga mulai terjalin. Mereka jadi memahami perspektif satu sama lain dengan lebih baik. ”Ibu itu sebenarnya baik, cuma bahasa kasih sayang dia kita tangkap sebagai kemarahan,” demikian perkataan Sukri menjelaskan watak Bu Musa.
Proses jalinan komunikasi tersebut bisa menyentuh lewat akting ciamik Widyawati yang diimbangi Laura Basuki. ”Saya senang bisa bermain dalam film ini karena saya sudah merindukan mendapatkan peran yang hangat seperti ini. Saya juga senang bisa bekerja sama dengan aktor-aktor hebat seperti Fedi Nuril dan Widyawati,” ujar Laura.
Adaptasi kesekian
Rumah Masa Depan menjadi film adaptasi yang kesekian berdasarkan sinetron-sinetron keluarga tempo dulu. Pada 1984, Rumah Masa Depan adalah sinetron yang tayang di TVRI setiap dua pekan sekali pada hari Minggu siang. Ali Shahab menjadi sutradara dan penulis skenario sinetron ini.
Rumah Masa Depan tidak sendirian. Film Losmen Bu Broto (2021) juga terinspirasi dari sinetron Losmen (1986) yang tayang di TVRI. Begitu pula dengan Keluarga Cemara (2018, 2022) yang berangkat dari sinetron berjudul sama tayang selama tahun 1996-2005.
Film adaptasi dari segi bisnis cukup menarik. Basis penggemar biasanya telah ada atau calon penonton telah familiar dengan judul atau cerita film sehingga promosi lebih gampang. Tantangannya ialah beban dari ekspektasi penonton yang mengharapkan film bisa membawa nyawa karya pendahulunya.
”Film-film adaptasi mengalami penyesuaian dengan perkembangan sosial yang cocok untuk masa sekarang. Film adaptasi itu menarik karena dikemas baru akibat perbedaan generasi,” tutur pengamat film dari Institut Kesenian Jakarta, Marselli Sumarno, Jumat (15/12/2023).
Dalam proses adaptasi Rumah Masa Depan, secara umum latar belakang cerita dan karakter masih mirip dengan sinetronnya. Film ini tetap menceritakan kehidupan tiga generasi di rumah Cibeureum walau karakter Pak Musa dalam film meninggal di awal cerita. Lalu, film dan sinetron sama-sama menunjukkan Bu Musa (nama dalam film) atau Mak Wok (nama dalam sinetron) tidak setuju jika Sukri menikah dengan Surti.
Akan tetapi, ada sentuhan masa kini yang membuat film ini juga terasa baru. Penonton jadi bisa bernostalgia sekaligus tetap merasa relevan. Surti bekerja sebagai chef yang rutin mempromosikan masakan di media sosial, sedangkan Bayu adalah gamer yang tak pernah jauh-jauh dari gawai.
Konflik dan solusi dalam film pun menyesuaikan konteks zaman sekarang. Rumah Masa Depan mengangkat masalah mafia sayur yang dihadapi petani serta akses penjualan yang terbatas. Keresahan itu akhirnya terjawab lewat ide Surti, yakni membuat aplikasi penjualan sayur daring.
Hanya saja, Marselli berharap film-film Indonesia yang berikutnya bisa menyajikan lapisan lain dari drama kehidupan berkeluarga. ”Penulis skenario bisa mengangkat isu kesehatan mental yang sedang ramai, seperti maraknya kasus bunuh diri dan orang kesepian saat alat komunikasi semakin canggih, atau dinamika satu keluarga dengan pilihan politik yang berbeda,” katanya.
Film Rumah Masa Depan telah tayang di bioskop di seluruh Indonesia sejak 7 Desember 2023. Selamat menyaksikan.