Dede Affian Surya, Menyulap Koran Bekas Jadi Furnitur
Dengan koran bekas, Dede Affian Surya dapat menjadi pengusaha, berhasil menyelesaikan studi hingga S-2, hingga berpameran dan mendapat penghargaan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Setumpuk koran bekas bisa disulap menjadi furnitur unik di tangan Dede Affian Surya (28). Kursi, meja, rak sepatu, dan lemari berhasil dibuat dengan menempelkan ratusan lembar koran menggunakan lem rahasia.
Saat makan nasi kucing di angkringan dekat kampus pada akhir 2017, Dede tak sengaja melihat koran lama yang membungkus nasinya. Koran itu terbitan 2007. Ia heran karena koran yang biasa dianggap remeh dan mudah sobek mampu bertahan selama hampir 11 tahun. Ia terinspirasi untuk mengeksplorasi potensi koran bekas.
Sejak itu Dede mulai mencari tahu cara mendaur ulang kertas. Sebelumnya, ia pernah belajar membuat furnitur dari multiplex atau papan dari lapisan kayu-kayu tipis. Dengan referensi itu, Dede memutuskan membuat furnitur dari koran bekas pada 2018.
Koran bekas diubah menjadi papan yang kokoh untuk membuat furnitur. Lembaran demi lembaran koran di lem, lalu ditumpuk. Proses pengeleman butuh waktu sekitar empat jam. Untuk bisa menghasilkan papan dengan ketebalan dua sentimeter, diperlukan 200 lembar koran.
”Formula lemnya rahasia. Namun, dasarnya adalah water-based (berbahan dasar air), bukan dari resin. Kebanyakan orang mengatakan itu koran yang diberi resin,” kata Dede saat diwawancarai secara daring, Kamis (27/9/2023).
Lem tersebut, selain untuk merekatkan koran, juga membuat papan dari koran tahan air. Setelah dilem, koran ditekan dengan alat press sederhana buatan Dede. Setelah itu, koran yang sudah ditumpuk dipanggang dengan oven yang masih menggunakan arang.
Agar papan koran kering sempurna, pemanggangan dengan oven butuh satu minggu. Jika hanya mengandalkan matahari, pengeringan butuh 2-3 minggu. Setelah papan koran kering sempurna, fungsi dan karakternya menjadi sama seperti papan kayu.
Rangkaian proses itu menghasilkan delapan papan koran. Jumlah itu cukup untuk membuat satu set furnitur yang terdiri dari empat kursi dan satu meja. Furnitur itu tidak menggunakan bahan tambahan lain selain besi sebagai rangka. Sejauh ini, karya pertama yang dibuat Dede pada 2018 masih bisa dipakai dan belum ada kerusakan.
”Masih sangat aman belum ada yang rusak. Saya belum memiliki bukti bisa sampai 10-15 tahun (ke depan), tetapi saya rasa bisa lebih dari itu,” ujarnya.
Koran lama
Saat membuat furnitur, Dede kerap membaca dulu lembaran-lembaran koran dan menemukan hal-hal menarik. Menurut dia, koran berubah dari tahun ke tahun, seperti dari segi material, tata letak, tata bahasa, dan perubahan kualitas warna koran.
”Koran keluaran 1970-an ada ejaan-ejaan lama, seperti hati-hati menjadi hati2. Lalu, hal-hal yang sekarang tidak lulus sensor, di zaman itu masih lulus sensor, seperti iklan obat yang sekarang dianggap tabu,” ucap pemuda asal Bantul, DI Yogyakarta, ini.
Banyak teman Dede yang bertanya bagaimana jika koran punah? Jawabnya, itu bukan hal negatif karena ia bisa menggunakan kertas lain. Namun, karyanya menjadi menarik sebagai arsip koran walau bentuknya sudah jadi furnitur.
”Paling tidak kalau besok saya punya anak dan koran sudah punah, saya bisa menunjukkan kepada anak saya tentang koran,” tuturnya.
Pameran dan skripsi
Ketika Dede masih bereksperimen dengan furnitur, datang tawaran pameran dari Bioartnergy oleh Universitas Gadjah Mada. Dede merasa tertantang dan memutuskan ikut. Berbagai kendala dihadapi saat itu, mulai dari kekurangan koran utama hingga terkendala peralatan yang serba sederhana. Itu merupakan pameran pertamanya dan Dede mendapatkan penghargaan Masterpiece.
Furniturnya pun diangkat menjadi skripsi untuk menyelesaikan studi S-1 di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karyanya mengantarkan Dede melanjutkan studi pascasarjana di Program Studi Desain Interior ISI Yogyakarta pada 2019. Sejak berinovasi dengan koran bekas, Dede kerap dipanggil menjadi pembicara untuk berbagi pengalaman.
Tak sedikit pula investor yang menawarkan agar furnitur Dede diproduksi secara massal. Mereka akan memfasilitasi Dede dengan pabrik sekaligus alat-alat yang lebih canggih asal ia membocorkan formula lemnya.
”Sampai sejauh ini belum tertarik dengan hal-hal komersial. Mungkin karena saya masih muda, idealismenya masih kencang. Mungkin kalau sudah punya anak istri besok dan sudah kepepet, baru dikomersialkan,” katanya sambil tertawa.
Dede mengaku tidak ingin memperoleh kekayaan dari furnitur. Ia bercita-cita menginspirasi banyak orang untuk mendaur ulang limbah dengan membuat pelatihan-pelatihan di desa-desa.
Dede Affian Surya, S.Ds., M.Sn. (Dede Bayigorila)
Tempat dan tanggal lahir: Bantul, 9 Mei 1995
Pendidikan:
-S-1 Desain Interior Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2014-2019)
-S-2 Penciptaan Seni-Desain Interior Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2019-2021)
Kolaborasi dengan Intern Kompas:
Nikolaus Daritan, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma