Sebagai ”Sang Penyetara”, Robert McCall (Denzel Washington) tak ragu menghabisi para penjahat sadis secara pro bono dengan cara yang juga tak kalah brutal demi menegakkan keadilan.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·5 menit baca
Layaknya seorang Ronin alias samurai tak bertuan yang membasmi kejahatan, pensiunan agen rahasia CIA, Robert McCall (Denzel Washington), kembali muncul menunjukkan sepak terjangnya. Di The Equalizer 3 (2023), sosoknya kembali menjadi ”Sang Penyetara”.
Masih di bawah garapan sutradara Antoine Fuqua, film sekuel kedua dari The Equalizer (2014) ini berkisah tentang kelanjutan perjalanan hidup sang mantan agen pembunuh resmi pemerintah. Sebagai Sang Penyetara, McCall tak pernah ragu membantu sesamanya terutama mereka yang tak mampu membela diri.
McCall bekerja secara pro bono menghukum dan menumpas para penjahat sadis, yang berkeliaran mencari mangsa dan menyakiti warga sipil tak berdaya. Caranya dengan membunuh satu per satu dan menumpas para penjahat tersebut dengan cara yang tak kalah sadis jika dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan para penjahat itu.
Dengan cara seperti itu, situasi dan kondisi diyakini bakal menjadi kembali tenang dan setara seperti sediakala. Saat ditanya mengapa hal itu dia lakukan, McCall tak menjawab secara spesifik. Dia hanya mengatakan bisa bertindak sadis saat menumpas para penjahat hanya karena dia memang bisa. Dengan cara itu pula dia ingin membantu orang membalaskan dendam mereka. Hanya sesederhana itu.
Sebagai seorang mantan militer dan agen rahasia, McCall memang punya kemampuan membunuh dan bertempur secara individu dengan sangat mumpuni. Di genggaman tangannya benda apa pun bisa dijadikan senjata mematikan. Dia juga ahli berkelahi tangan kosong atau menggunakan senjata tajam dan senjata api.
Kedatangannya ke tempat musuh juga dilakukan dengan sangat senyap tetapi sangat mematikan. Tak satu pun musuh yang dia datangi tetap hidup atau mampu melarikan diri kecuali dia mengizinkannya.
Kebiasaan McCall membantu orang yang lemah dan membutuhkan itulah yang membawanya terbang ribuan kilometer dari Amerika Serikat menuju sebuah perdesaan terpencil di Pulau Sisilia, selatan semenanjung utama Italia. Di sinilah kisah The Equalizer 3 dimulai, yang digambarkan dengan adegan belasan mayat anggota mafia yang tewas dibunuh McCall.
Kawasan perkebunan dan rumah besar di Sisilia itu sangatlah terpencil. Para mafia beroperasi melancarkan aksi penipuan daring mereka dari rumah itu. Salah satu korbannya adalah seorang pensiunan yang dikuras tabungan masa tuanya oleh sindikat ini.
Namun, dalam perburuannya itu, McCall menemukan bukti lain yang menunjukkan kelompok mafia Sisilia itu ternyata terhubung pula dengan jaringan narkoba berbahaya produksi kelompok teroris ISIS di Suriah. Dengan begitu, secara tak langsung mafia lokal tersebut ikut mendanai jaringan terorisme global, yang tentu saja menjadi urusan CIA.
Namun, di saat pekerjaannya itu hampir tuntas, McCall malah terluka parah dan ditemukan seorang polisi lokal setelah menyeberang ke daratan utama Italia. Oleh petugas polisi bernama Gio Bonucci (Eugenio Mastrandrea), itu, McCall dibawa ke seorang dokter desa, Enzo Arisio (Remo Girone). Enzo dikenal sebagai tokoh masyarakat yang juga membenci para mafia. Menurutnya mafia seperti kanker. McCall berhasil diselamatkan lalu tinggal dan jatuh cinta pada daerah dan masyarakat setempat.
Dalam persembunyiannya itu, McCall menghubungi agen analis intelijen muda CIA, Emma Collins (Dakota Fanning). Walau sempat curiga, Emma bersedia menyelidiki temuan McCall yang berujung pada pertemuannya dengan McCall.
Pencarian diri sendiri
Perjuangan McCall kali ini digambarkan tak sesederhana dua seri sebelumnya. Sosok McCall yang sekarang sebatang kara setelah ditinggal mati sang istri lalu sahabat sekaligus mentor kepercayaannya, Susan Plummer (Melissa Leo). Susan di film sebelumnya dibunuh rekannya yang berkhianat dan juga mengenal McCall.
Dalam persembunyiannya untuk memulihkan diri, McCall juga mencoba mencari arti kehadirannya di dunia. Dia juga mempertanyakan niat baiknya selama ini dalam membantu orang lain. Seluruh kekerasan yang telah dilakukannya ke para penjahat. Apakah semua itu perlu atau semata-mata lantaran dia menghendaki dan menikmatinya.
”Dia tengah menghadapi iblisnya sendiri,” ujar Denzel Washington seperti dikutip dari catatan produksi film ini.
Bagi Washington, The Equalizer 3 memiliki banyak hal berbeda terutama dalam hal plot cerita dan penggambaran dibandingkan dua film sebelumnya. Di film sekarang, masalah yang dihadapi McCall jauh lebih bersifat pribadi.
Denzel Washington melanjutkan, sosok McCall juga bisa dibilang bermasalah lantaran dirinya sangat terpikat pada gagasan untuk ingin selalu menolong orang lain. Hal itu kerap membahayakan dirinya sendiri apalagi McCall seolah menjadi kecanduan akan apa yang dianggapnya sebagai sebuah keadilan.
Dia juga kerap melewati batas dalam melakukan kekerasan yang tak perlu. Dari situ dia akan membayar harganya dan berurusan dengan dirinya sendiri. Untuk bisa selamat, McCall harus bergantung kepada orang lain guna membantunya keluar dari pola kekerasannya. Jika gagal, justru dia yang akan tewas.
Sementara, menurut sutradara Antoine Fuqua, sosok McCall sibuk bergelut mempertanyakan dirinya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tentang apakah semua tindakan yang dilakukan selama ini sudah tepat. Apakah semua itu semata menjadi bentuk pencarian terhadap kepuasan pribadi?
”Dia (McCall) mempertanyakan dirinya sendiri apakah dia sudah bertindak terlalu jauh? Ataukah dia terlalu menikmatinya? Selain itu, juga apakah dia masih melakukan semua itu (membantu yang lemah) untuk sebuah alasan yang benar?” ujar Fuqua.
Walau ada banyak pertanyaan di film ini, The Equalizer 3 juga memicu keingintahuan para penggemarnya terutama soal apakah film ini akan berlanjut ke seri keempat. Mengutip situs Screenrant.com, sang sutradara menyebut tak menutup kemungkinan untuk itu walau di sekuel kedua, yang dimaksudkan menjadi penutup cerita McCall, sang penulis naskah memang tak memberi petunjuk apa pun.
Namun, yang jelas keberadaan Sang Penyetara selama ini terbilang memberi kepuasan tersendiri bagi para penontonnya. Terutama ketika menyaksikan upaya penegakan keadilan bisa berjalan seiring dengan tindakan membalas dendam, yang walau dilakukan dengan cara-cara brutal tetapi diyakini mampu membuat para penjahat berpikir ribuan kali sebelum berani kembali melancarkan aksi jahatnya.