Kisah Si A Piao yang Tak Selalu Lucu
Kartun ”Si A Piao” dari era 1950-1961 dipamerkan kembali di Bentara Budaya Yogyakarta. Selain jadi ajang nostalgia, pameran ini juga menunjukkan bahwa kartun ciptaan Goei Kwat Siong itu tak selalu berisi humor.
Seorang bocah dengan kepala gundul berdiri di atas kursi. Di sampingnya terdapat tulisan, ”Tontonan Adjaib. Andjing Bulu Ajam Kepala Mendjangan”. Beberapa orang yang membaca tulisan itu tampak terkejut. Mungkin mereka mengira di tempat itu akan dipertontonkan makhluk ajaib berupa anjing yang memiliki bulu ayam dan kepala menjangan.
Sejumlah orang yang penasaran kemudian berjalan masuk ke ruang yang sudah disiapkan. Namun, saat berada di sana, mereka tampak kebingungan. Sebab, di dalam ruangan itu hanya ada seekor anjing biasa, kemoceng yang terbuat dari bulu ayam, dan hiasan kepala menjangan. Tak ada makhluk ajaib yang sebelumnya mereka bayangkan.
Rangkaian adegan menggelitik itu hadir dalam kartun strip bertajuk Si A Piao yang dimuat dalam Star Weekly Nomor 265 tanggal 28 Januari 1951. Star Weekly merupakan majalah mingguan yang terbit sejak tahun 1946-1961. Salah seorang tokoh yang pernah menjadi pemimpin redaksi Star Weekly adalah PK Ojong. Bersama Jakob Oetama, PK Ojong kemudian mendirikan majalah Intisari dan harian Kompas.
Kartun Si A Piao dibuat oleh kartunis Goei Kwat Siong (1919-1975) yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Karakter utama kartun tersebut adalah seorang bocah berkepala gundul bernama A Piao. Kartun tanpa kata-kata atau dialog itu hadir di Star Weekly sejak tahun 1950. Namun, saat Star Weekly ditutup oleh pemerintah pada tahun 1961, Si A Piao ikut pamit dan tak lagi menyapa pembaca.
Kenangan mengenai kartun tersebut coba dihidupkan melalui Pameran Gambar Lelucon Goei Kwat Siong: Erica Bercanda Bersama Si A Piao di Bentara Budaya Yogyakarta, Kota Yogyakarta, pada 21-28 Februari 2023. Dalam pameran tersebut, dihadirkan ratusan kartun Si A Piao yang diterbitkan puluhan tahun silam. Selain itu, ditampilkan pula sejumlah lukisan karya Erica Hestu Wahyuni yang merespons kartun tersebut.
Penyelenggaraan pameran itu berawal dari arsip kartun Si A Piao yang dikumpulkan oleh Bustomi, mantan karyawan percetakan Gramedia. Menurut Bustomi, pada tahun 2016, dirinya bertemu dengan seorang pedagang barang antik di Semarang, Jawa Tengah, yang memiliki koleksi arsip Star Weekly.
Baca juga: Si A Piao Kartun Era 1950-1961 Dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta
Bustomi meminjam koleksi itu, lalu memindai kartun Si A Piao yang ada di majalah tersebut. Dengan begitu, dia memiliki arsip digital kartun-kartun itu. ”Kenapa saya scan? Karena ini adalah kartun awal yang tidak pakai kata-kata,” kata Bustomi saat ditemui di sela-sela pembukaan pameran, Selasa (21/2/2023).
Bustomi menuturkan, setelah mendapat arsip digital kartun tersebut, dirinya ingin menggelar pameran Si A Piao pada tahun 2020 untuk memperingati 100 tahun PK Ojong. Namun, pameran itu tak jadi digelar karena pandemi Covid-19. Arsip kartun-kartun itu baru berhasil dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta pada tahun ini.
Sementara itu, Erica Hestu Wahyuni mengaku mengetahui kartun Si A Piao setelah dikenalkan oleh Bustomi. Perupa asal Yogyakarta itu lalu tergerak membuat lukisan yang merespons kartun dengan tokoh utama anak-anak tersebut. Kebetulan, selama ini, Erica dikenal sebagai pelukis dengan gaya naif atau kekanak-kanakan sehingga cocok dengan sosok A Piao sebagai karakter utama kartun itu.
Dalam beberapa lukisannya, Erica menghadirkan figur yang mirip A Piao bersama beragam obyek, misalnya binatang, tanaman, hingga gunung. Semua obyek itu digambar dengan warna-warna cerah sehingga figur anak di lukisan-lukisan Erica tampil sebagai sosok yang ceria.
Menurut Erica, sebagian obyek di dalam lukisan-lukisan itu sebenarnya tidak muncul dalam kartun Si A Piao, tetapi sengaja ditambahkannya. ”Aku enggak meniru atau menjiplak, kan, tetapi terinspirasi. Jadi, (aku melukis) tetap dengan style aku, tapi figur-figurnya mirip-mirip A Piao,” ucapnya.
Kartun tanpa kata-kata atau dialog itu hadir di ‘Star Weekly’ sejak tahun 1950. Namun, saat ‘Star Weekly‘ ditutup oleh pemerintah pada tahun 1961, Si A Piao ikut pamit dan tak lagi menyapa pembaca.
Humor
Seperti banyak kartun lainnya, Si A Piao menghadirkan humor untuk memancing tawa para pembacanya. Humor itu muncul dari tingkah laku atau kejadian yang dialami oleh sang karakter utama, yakni A Piao. Kadang-kadang, A Piao bertingkah sangat lugu sehingga tindakannya yang didasari niat baik justru berdampak negatif.
Di Star Weekly 15 Oktober 1955, misalnya, A Piao bersama dua temannya sedang membaca berita kebakaran di koran. Tiba-tiba, mereka melihat asap mengepul dari sebuah halaman yang tertutup tembok. Karena mengira asap itu adalah kebakaran, A Piao dan teman-temannya mengambil air dengan ember, lalu menyiramkannya ke sumber asap.
Namun, asap itu ternyata bukan bersumber dari kebakaran, tetapi karena ada orang yang sedang membakar sampah. Si pembakar sampah yang terkena siraman air pun marah-marah kepada A Piao dan kawan-kawan.
Di sisi lain, A Piao juga merupakan anak yang banyak akal. Pada salah satu edisi, misalnya, A Piao yang sedang tidur terganggu oleh tetesan air hujan yang masuk karena atap kamarnya bocor. Melihat kondisi itu, dia lalu memasang payung secara terbalik di atas tempat tidurnya agar tetesan air hujan tidak mengenainya lagi.
Baca juga: Mengkritik lewat Kartun ‘Timun‘ yang Menggelitik
Pada Star Weekly 28 Januari 1956, A Piao dikisahkan naik gerobak yang ditarik oleh kambing. Namun, karena kelelahan, kambing yang menarik gerobak itu kemudian ”mogok kerja”. Hewan itu meringkuk di tanah dan tak mau berdiri. Akhirnya, A Piao menaikkan kambing tersebut ke atas gerobak dan bocah itulah yang gantian menjadi penarik gerobak.
Di lain kesempatan, A Piao pergi ke kebun binatang. Namun, saat ingin melihat burung di kandangnya, ternyata terdapat papan bertuliskan ”Djangan Diganggu”. Penjaga kebun binatang pun mengingatkan agar A Piao tidak mendekati burung itu karena sudah ada papan peringatan.
Meski begitu, A Piao tak hilang akal. Dia mengambil papan dengan tulisan ”Djangan Diganggu” itu, lalu menempelkan ke badannya. Penjaga kebun binatang pun terkaget-kaget melihat tingkah laku bocah tersebut.
Buku
Selain yang dimuat di Star Weekly, pameran ini juga menampilkan kartun-kartun dari buku Si A Piao karya Goei Kwat Siong yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Keng Po pada tahun 1953. Meski sama-sama menampilkan A Piao sebagai karakter utama, kartun dari buku tersebut memiliki sejumlah perbedaan dengan kartun-kartun di Star Weekly.
Dari sisi tata letak, kartun Si A Piao di Star Weekly ditata dalam empat kotak secara horizontal, sedangkan kartun dari buku itu terdiri dari dua kotak di bagian atas dan dua kotak di bagian bawah. Dari sisi cerita, kartun di Star Weekly biasanya tidak memiliki kaitan langsung antara satu edisi dan edisi lainnya.
Baca juga: Daya ”Wong Cilik” Panji Koming
Sementara itu, cerita kartun di buku Si A Piao saling berkait satu sama lain dan bahkan membentuk sebuah alur kisah. Dalam buku itu, cerita dimulai saat A Piao menempuh perjalanan ke sebuah kota. Cerita kemudian dilanjutkan dengan berbagai kejadian yang dialaminya di perjalanan, juga beragam pengalaman saat dia berada di kota tersebut. Tiap kartun di buku itu juga diberi judul.
Namun, perbedaan itu tak hanya berhenti pada urusan teknis penceritaan. Substansi cerita yang disajikan dalam kartun di buku terasa sangat berbeda dengan kartun yang dimuat di Star Weekly. Kartun di Star Weekly terasa lebih ringan karena hanya menghadirkan humor dan nyaris tanpa muatan kritik sosial.
Sementara itu, di dalam buku Si A Piao, kisah A Piao kerap diwarnai dengan tragedi atau kisah sedih. Dalam buku itu, A Piao memang sering tertimpa kemalangan, misalnya jatuh di kotoran kerbau, dirampok di tengah jalan, hingga diusir aparat saat tertidur di pinggir jalan. Pada beberapa bagian, cerita A Piao dalam buku ini bahkan tidak bisa dibilang mengandung humor.
Entah sengaja atau tidak, Goei Kwat Siong juga seolah menyelipkan semacam kritik sosial di antara kartun-kartun di buku tersebut. Di bagian yang berjudul ”Anak yang Tidak Dipandang Anak”, misalnya, A Piao dikisahkan hendak melihat perayaan Hari Anak yang diadakan di sebuah sekolah. Namun, dia kemudian diusir karena perayaan itu hanya khusus untuk murid di sekolah tersebut.
Melalui kisah itu, Goei Kwat Siong seperti hendak mengkritik perlakuan negara terhadap anak-anak yang tak bisa sekolah, seperti A Piao. Di sejumlah bagian lain juga muncul kritik tentang kondisi orang miskin yang diperlakukan semena-mena. Di beberapa kartunnya, Goei Kwat Siong bahkan menggambarkan nasib A Piao yang miskin ternyata lebih buruk dibandingkan dengan kucing dan anjing milik orang kaya.
Hal ini menunjukkan, kisah A Piao memang tidak selalu lucu. Ada kegetiran, kritik, dan gugatan yang muncul dari cerita bocah gundul itu.