Wajah Boleh Asing, tetapi Rasa Tetap Korea
Industri K-Pop semakin ramai dengan wajah-wajah idola asing. Ini adalah strategi agensi K-Pop untuk menaklukan dunia.
Idola K-Pop tak lagi harus orang Korea atau keturunan Korea. Mengglobalnya musik dari Korea Selatan ini membuat perekrutan calon idola menembus batas kewarganegaraan, bahasa, dan ras. Semakin banyak orang asing menjadi idola, tetapi pastinya tetap ada rasa Korea.
K-Pop alias Korean Pop, merupakan perpaduan musik Asia dan Barat yang muncul pada tahun 1990-an. Genre ini mencampur elemen pop, R&B, hip-hop, rap, jazz, electronic dance music, hingga klasik ke dalam musik maupun gaya sang artis. Terkenal dengan produksi yang apik, artis K-Pop tampil menarik dengan riasan unik, busana keren, dan koreografi penuh presisi.
Salah satu faktor penting pendorong K-Pop menemukan momentum di ranah global adalah ketika PSY merilis lagu “Gangnam Style” (2012). Dunia begitu terjangkit lagu ini sehingga menjadi sebuah fenomena budaya populer. Video musik lagu ini ini menjadi konten pertama yang ditonton satu miliar kali di Youtube.
Peneliti Asean Center di Korea University, Jung Ho-jai, mengatakan, K-Pop dapat menarik khalayak global sebab memiliki budaya "universal", yakni perpaduan pengaruh Asia dan Barat itu.
“Budaya Korea cukup berbeda untuk dianggap menarik bagi orang asing, tetapi juga cukup Barat untuk dimengerti. Penting untuk dicatat bahwa budaya pop Korea erat kaitannya dengan budaya Amerika, karena kedua negara tersebut berkaitan,” kata Jung, dikutip dari artikel "When it comes to the global rise of K-pop, timing was everything" di Jakarta, Sabtu (21/1/2023).
Budaya Korea cukup berbeda untuk dianggap menarik bagi orang asing, tetapi juga cukup Barat untuk dimengerti.
Nama-nama artis K-Pop, seperti Wonder Girls, Super Junior, Girls’ Generation, EXO, BIGBANG, 2NE1, BLACKPINK, IU, Seventeen, BTS, hingga Stray Kids wara-wiri di seluruh dunia. Untuk menjadi idola seperti mereka tentu tidaklah segampang itu. Ada proses panjang di belakang layar.
Pada umumnya, calon idola sejak usia awal remaja mengikuti audisi yang diadakan perusahaan agensi. SM, YG, JYP, HYBE, dan Starship adalah beberapa nama agensi besar di sana. Ada kalanya, pihak agensi juga melakukan perekrutan langsung, semacam casting jalanan.
Proses audisi dan casting K-Pop tak terbatas di dalam negeri. Akan tetapi, calon idola yang berhasil debut awal-awal biasanya merupakan orang atau diaspora Korea. Lambat laun, perekrutan calon idola semakin membuka pintu kepada warga negara lain, terutama mulai dari pertengahan tahun 2000-an.
Baca juga: Selebrasi Talenta Asia di Head in the Clouds Festival
Orang asing bisa melakukan debut sebagai idola K-Pop. Sebutlah Han Geng dari China (grup Super Junior, debut 2005), Nichkhun dari Thailand (2PM, 2008), Momo dari Jepang (TWICE, 2015), dan Lisa dari Thailand (BLACKPINK, 2016).
Idola non-Korea semakin bertaburan seiring waktu. Rata-rata mereka berasal dari China, Jepang, dan Thailand walaupun ada segelintir dari negara lain, seperti Indonesia, Taiwan, dan Vietnam. Makin banyak grup yang memiliki setidaknya satu atau dua anggota dari luar negeri.
Pada dasarnya, mereka perlu memenuhi standar industri. Selain bisa menyanyi dan atau menari, mereka perlu berwajah menarik, berkulit putih, dan bertubuh proporsional. Karena lama berlatih di Korsel, mereka juga harus bisa berkomunikasi dalam bahasa Korea dan mengikuti norma yang berlaku di sana.
Diversifikasi pasar
Perekrutan idola dari luar Korea merupakan salah satu strategi untuk menjaga keberlangsungan K-Pop dan bisnis. Idola K-Pop asing memegang peran penting untuk meningkatkan popularitas grup dan menggaet pasar dari negara tujuan maupun kawasan sekitar.
Sebagai contoh, SM mencoba memikat pasar China dengan menciptakan EXO. Grup ini awalnya beranggotakan 12 orang di mana tiga orang berasal dari China. EXO terbagi menjadi dua subgrup, yaitu EXO-M untuk pasar China dan EXO-K untuk pasar Korea. JYP yang menyasar pasar Jepang pun menelurkan TWICE pada 2015 dengan tiga anggota Jepang.
Yang menarik untuk ditilik, China dan Jepang merupakan pasar besar bagi K-Pop. Akan tetapi, tiga negara besar di Asia Timur itu rentan dengan gejolak politik dan ekonomi yang mengganggu hubungan antar negara. Pada 2016, misalnya, China melarang penayangan konten hiburan Korea akibat ketegangan politik meskipun larangan ini mulai longgar setahun terakhir.
Agensi K-Pop jadi mulai mengurangi ketergantungan terhadap dua negara itu. “Perusahaan hiburan Korea merasakan kebutuhan mendesak untuk mendiversifikasi pasar karena sebagian besar bergantung pada pasar China dan Jepang. Dengan adanya kemenangan BTS di Billboard dan pandemi, mereka mempercepat laju diversifikasi,” kata Gyu Tag Lee, Dosen Studi Budaya di George Mason University kampus cabang Korsel.
Perusahaan hiburan Korea merasakan kebutuhan mendesak untuk mendiversifikasi pasar karena sebagian besar bergantung pada pasar China dan Jepang.
Alhasil, agensi mulai melirik ke arah Asia Tenggara dan wilayah lainnya. Pada 2016, YG memperkenalkan BLACKPINK di mana salah satu anggotanya, Lisa, berasal dari Thailand. Ia merupakan idola asing K-Pop pertama di agensi itu setelah berdiri sejak 1996.
Kehadiran idola K-Pop asing terbukti membantu eksposur grup dan ekspansi bisnis. Mereka biasanya menjadi penghubung atau penerjemah grup dengan penggemar. Dari sisi penggemar pun, ada ikatan solid berupa rasa bangga melihat orang sendiri bisa menjadi idola K-Pop.
Lisa, umpamanya, sukses menjadi idola K-Pop dengan pengikut terbanyak di Instagram dengan 86,9 juta pengikut per 21 Januari 2023. Selain itu, ada kalanya status sebagai orang asing membuat mereka "lolos" dari konflik di Asia Timur. Lisa bisa beraktivitas di China di tengah larangan ketat pemerintah setempat karena secara teknis dia berkewarganegaraan Thailand.
Idola K-Pop dari negara Asia Tenggara lainnya ikut lahir. Misalnya, Dita Karang dari Indonesia (SECRET NUMBER), Minnie dari Thailand ((G)I-DLE), dan Hanni dari Vietnam-Australia (NewJeans). Grup baru YG, BABYMONSTER, diperkirakan akan memiliki dua anggota dari Thailand.
Ada juga upaya melakukan diversifikasi yang sedikit berbeda. Apabila grup-grup lainnya menempatkan anggota non-Korea dalam jumlah minoritas, agensi DR Music justru meluncurkan BLACKSWAN sebagai grup multinasional. Anggotanya berasal dari Senegal, Brasil, India, dan AS.
Sebenarnya BLACKSWAN sudah debut sejak 2011, tetapi grup ini mengalami berkali-kali perombakan anggota dan pergantian nama sehingga menjadi grup lintas negara seperti sekarang. Dinamika dalam grup ini menunjukkan bahwa formula multinasional ini belum sukses berlaku di industri K-Pop.
Strategi baru
Namanya bisnis, selalu ada upaya untuk mencari solusi baru. Tren yang terjadi belakangan adalah agensi K-Pop mulai memproduksi grup K-pop di negara tujuan dengan anggota lokal. K-Pop akan semakin melokal.
SM lewat Label V membentuk grup WayV di China pada 2019 sekaligus mengumumkan pada 2022 akan membentuk grup NCT Hollywood, NCT Tokyo, NCT Saudi, dan NCT cabang berbagai negara lainnya. Sementara itu, JYP meluncurkan grup NiziU di Jepang pada 2020.
“Kita tidak bisa terus mencoba membuat budaya lain menyukai produk Korea. Sekarang, kami harus mencoba memahami mereka, dan membuat sesuatu bersama. Kami berutang kepada mereka, karena mereka telah mengkonsumsi budaya Korea begitu lama,” kata Park Jin-young, pendiri JYP, kepada CNBC pada 2016.
Dosen Studi Asia Timur di University of Toronto, Michelle Cho, mengatakan, industri K-Pop terpaksa beradaptasi dengan menarik talenta terbaik dari seluruh dunia. “Jika mereka berhasil mendiversifikasi casting dan melatih idola jenis baru, itu akan menjadi hal yang baik untuk industri dan prospek globalnya,” katanya.
Baca juga: Lagu Natal, Nostalgia yang Kian Sekuler
Akan tetapi, memang tidak mudah bagi orang asing untuk beradaptasi dengan sistem pelatihan K-Pop yang keras. Calon idola harus rela untuk berlatih menyanyi, menari, dan akting selama bertahun-tahun tanpa kepastian debut. G-Dragon dari BIGBANG menghabiskan 11 tahun pelatihan sebelum terkenal sebagai King of K-Pop.
Menjadi seorang calon idola berarti individu tersebut juga perlu memerhatikan penampilan dan citra. Mereka harus menjaga berat badan, belajar etika, belajar bahasa asing, belajar manajemen media, dan tidak melakukan masalah apapun. Bersiaplah untuk lahir sebagai orang baru.
Perjalanan K-Pop sepertinya memasuki babak baru. Bisa kita lihat, agensi berlomba-lomba untuk mengglobal. Mereka meramu strategi demi strategi demi mendominasi dunia. (BBC/CNN/Korea Times/AP/SCMP/Korea JoongAng Daily)