Lagu Natal, Nostalgia yang Kian Sekuler
Dahulu, lagu-lagu populer untuk Natal bercorak religius, yakni tentang kelahiran Tuhan Yesus. Belakangan, lagu-lagu Natal cenderung membahas Santa Klaus, lonceng, dan musim dingin.
Bulan Desember, lagu-lagu Natal klasik selalu berkumandang menandakan hari kelahiran Yesus Kristus sebentar lagi tiba. Lagu Natal menjelma sebagai pembuka pintu nostalgia kenangan manis bagi para pendengarnya. Seiring waktu berlalu, konsumsi lagu Natal rupanya juga mengalami tren perubahan.
I don't want a lot for Christmas/There is just one thing I need/I don't care about the presents underneath the Christmas tree/I just want you for my own/More than you could ever know/Make my wish come true/All I want for Christmas is you.
Sepenggal lirik lagu “All I Want For Christmas Is You” (1994) dari Mariah Carey itu menjadi penanda umat Kristiani memasuki masa perayaan Natal di akhir tahun. Setiap tahun, lagu ini kembali merangsek ke tangga lagu berbagai negara meskipun telah dirilis hampir tiga dekade silam.
Mengutip situs resmi Billboard, di Jakarta, Kamis (29/12/2022), lagu “All I Want For Christmas Is You” telah menduduki posisi puncak Billboard Hot 100 selama total 11 pekan. Lagu ini merupakan satu dari sekian lagu Natal klasik yang selalu diputar untuk merayakan hari lahir Kristus di akhir tahun tersebut.
Ada juga lagu-lagu klasik lainnya, seperti,‘“Last Christmas” (1984) oleh Wham!, “White Christmas” (1942) oleh Bing Crosby, “Rockin’ Around the Christmas Tree” (1958) oleh Brenda Lee, dan “Blue Christmas” (1964) oleh Elvis Presley. Pada umumnya, lagu-lagu Natal bisa dibilang hidup tak lekang waktu.
Meskipun kadang kala penyanyinya berbeda, lagu tersebut telah familiar. Banyak lagu Natal merupakan hasil rekaman ulang lagu-lagu Natal klasik yang diciptakan puluhan dekade silam. Lagu “Last Christmas” yang ditulis George Michael, misalnya, telah dinyanyikan ulang oleh Ashley Tisdale, Cascada, Carly Rae Jepsen, hingga Ariana Grande.
Mengapa kita cenderung mendengarkan lagu Natal yang itu-itu saja? Dalam artikel All we want for Christmas is ... these songs. Here’s why. yang dirilis The Washington Post, bisa dibilang nostalgia adalah jawabannya.
“Umumnya, musik populer adalah tentang menempatkan diri Anda di luar sana, hubungan baru, awal baru, menjadi muda dan melajang, serta menari. Musik Natal hampir kebalikan dari itu, secara konseptual dan lirik. Ini tentang kepulangan, nostalgia, melihat kembali ke masa yang lebih polos dalam hidup seseorang atau sejarah budaya,” kata Joe Bennett, Profesor Musikologi di Berklee College of Music
Lagu Natal selalu identik sebagai lagu liburan akhir tahun yang menggembirakan. Bagi kebanyakan orang Kristiani, masa tersebut adalah momen untuk mengucap syukur, berkumpul dengan keluarga, dan bersenang-senang.
Sadar atau tidak, lagu Natal menjadi pengiring atau pelengkap penting dalam momen tersebut. Lagu-lagu tersebut kemudian bertugas sebagai semacam pengingat akan masa-masa menyenangkan itu.
Menurut Brian Rabinovitz, dosen musik di College of William & Mary, lagu pada musim liburan menggali lubang kenangan manis di otak kita. “Semua musik dapat merangsang pusat kesenangan otak, tetapi musik liburan dapat membangkitkan kenangan berharga di atas itu, berkat sistem pengarsipan otak,” ujarnya.
Lagu baru
Belum banyak lagu Natal kontemporer yang betul-betul menggeser lagu klasik seperti “All I Want For Christmas Is You” dan lagu Natal sebangsanya dari era sebelum tahun 2000-an. Beberapa musisi telah mencobanya, seperti Justin Bieber dengan “Mistletoe” (2011), Kelly Clarkson dengan “Underneath the Tree” (2013), dan Ariana Grande dengan “Santa Tell Me” (2014).
Upaya mereka belum bisa dibilang sukses jika kita melihat kembali ke kondisi Billboard Hot 100 saat ini. Bagaimana agar lagu-lagu Natal baru bisa ikut sukses?
“Untuk alasan yang jelas, merupakan tantangan nyata untuk menambahkan sesuatu yang baru pada kanon itu. Karena (lagu Natal) secara sengaja bukan bergaya kontemporer. Karena lagu-lagu itu membawa banyak asosiasi budaya khusus untuk pendengar,” tutur Mark Simos, pengajar musik lainnya di Berklee College of Music.
Mungkin kunci bagi para musisi adalah untuk terus berusaha. Sekali mereka berhasil, tidak bisa disangkal profit berkelanjutan telah menanti di depan mereka.
Di masa lalu, John Lennon dan Yoko Ono berhasil menciptakan lagu Natal klasik dengan merilis “Happy Xmas (War Is Over)” (1971), begitu pula Paul McCartney dengan “Wonderful Christmastime” (1979). Fenomena serupa terjadi ketika Mariah Carey merilis album Merry Christmas pada 1994.
Merry Christmas adalah album liburan perdana Carey. Album ini berisi sejumlah rekaman ulang lagu Natal populer beserta lagu orisinal terbaru, yaitu “All I Want For Christmas Is You”, “Miss You Most (At Christmas Time)”, dan “Jesus Born On This Day”.
Ditulis oleh Carey dan Walter Afanasieff, lagu “All I Want For Christmas Is You” menjadi investasi berharga. The Economist memperkirakan, Carey mendapatkan royalti tahunan sebesar 2,5 juta dollar AS atau setara Rp 39,1 miliar, sedangkan The New York Post memproyeksikan dia mendapatkan 3 juta dollar AS atau Rp 47 miliar. Jumlah yang Carey terima itu di luar dari 60 juta dollar AS atau Rp 938,2 miliar yang telah penyanyi ini terima ketika lagu itu pertama kali dirilis.
“Itu hampir seperti membeli tiket lotre dan menguburnya di halaman belakang. Jika lagu Anda berakhir sukses, Anda akan mengalami perputaran besar setiap Desember hingga akhir waktu,” kata kritikus musik The Washington Post, Chris Richards.
Untuk membuat lagu Natal yang sukses, menarik untuk mencermati sejumlah kemiripan yang ada pada lagu-lagu Natal populer saat ini. Dalam artikel Data analysis of Musical and Lyric Traits in the UK’s favourite Christmas songs yang ditulis Joe Bennett pada 2017, lagu-lagu Natal kebanyakan mengandung tema tentang rumah, jatuh cinta, pesta, Santa Klaus, salju, kegiataan keagamaan, dan perdamaian.
Bennett melanjutkan, lagu Natal memiliki sejumlah karakteristik, antara lain menggunakan kunci mayor, birama 4/4, dan lirik bertema khas Natal. Selain itu, lagu Natal memiliki tempo median sekitar 115 bpm (beats per minute).
Semakin sekuler
Menariknya, terlihat pergeseran tren konsumsi lagu-lagu liburan saat Natal yang dulunya bernuansa religius menjadi semakin sekuler. Mengutip artikel Who Took the Christ Out of Christmas Music? Holiday Hits Are More Secular Than Ever, Billboard membagi lagu religius dan sekuler berdasarkan konten lirik setiap lagu.
Lagu-lagu religius berisi referensi ke tokoh-tokoh Alkitab, yakni Yesus, Tuhan, dan Bunda Maria, serta mengandung tema-tema Kristiani. Sedangkan lagu seperti “Hallelujah” (1984) yang ditulis Leonard Cohen dianggap sebagai lagu sekuler meskipun memiliki judul yang bernuansa religius.
Dahulu, lagu-lagu liburan populer adalah lagu religius tradisional tentang kelahiran Tuhan Yesus, misalnya “Little Drummer Boy” (1941), “Joy to the World” (1719), “Silent Night” (1818), dan “Hark! The Herald Angels Sing” (1739). Pendengar juga menikmati lagu klasik, seperti “Mary, Did You Know?”, atau “O Holy Night”.
Memasuki tahun 2022, pemutaran lagu secara streaming menunjukkan bahwa 100 lagu liburan top cenderung membahas Santa Klaus, lonceng, dan musim dingin. Pemutaran lagu-lagu yang membahas kelahiran Kristus dan Bunda Maria berkurang.
Kecenderungan itu terbukti. Billboard menganalisis data dari Luminate selama bulan November dan Desember dari tahun 2010-2022. Khusus Desember 2022, data yang digunakan sampai 8 Desember ini. Billboard menemukan, pangsa musik religius hanya 4,4 persen dalam total konsumsi 100 lagu liburan top pada tahun ini.
Sebagai perbandingan, pangsa musik religius sebesar 7,4 persen pada 2010 lalu mencapai titik tertinggi 18,2 persen pada 2015.
Adapun per 8 Desember 2022, hanya ada enam lagu religius yang masuk ke tangga lagu 100 lagu liburan teratas. Contohnya adalah lagu “The Little Drummer Boy” (1958) oleh Harry Simeone Chorale yang masuk dalam daftar tersebut tetapi turun ke peringkat 72.
Baca juga: Sentimental Lagu-lagu Natal
Musisi Amy Grant pun masih masuk dalam daftar, tetapi lagu-lagu sekulernya meraih peringkat lebih baik daripada lagu religius andalannya, “Hark! The Herald Angels Sing”. “Namun, temuan akhir bisa saja memiliki lebih banyak lagu religius saat Natal nanti,” tulis Lead Analyst Billboard Glenn Peoples mengingatkan. (Forbes)