Selamat Merayakan Film Pendek!
Berlangsung sejak 2015, Minikino Film Week hadir lagi pada tahun ini. Semangat festival film pendek bertaraf internasional ini masih sama, yakni mempromosikan budaya film pendek sekaligus mengedukasi masyarakat.
Hujan deras menerpa Geo Open Space, Badung, Bali, Jumat (9/9/2022). Tetesan air yang jatuh tak melunturkan semangat para pelaku industri film pendek yang datang untuk merayakan penutupan Minikino Film Week 8. Ayo berpesta!
Bicara soal festival film, dunia memiliki sejumlah festival yang khusus merayakan film pendek. Perancis terkenal dengan Festival Film Pendek Internasional Clermont-Ferrand. Jerman identik dengan Festival Film Pendek Internasional Oberhausen, sedangkan Finlandia ada Festival Film Tampere. Di Indonesia, kita punya Minikino Film Week (MFW).
Sedikit kilas balik, Minikino adalah organisasi yang berkutat di dunia film pendek sejak 2002. Terdiri dari dua kosakata, mini berarti kecil sedangkan kino dari bahasa Latin berarti sinema.
Minikino diinisiasi oleh Tintin Wulia, Kiki Muchtar, dan Judith Guritno yang sekarang dilanjutkan oleh para generasi penerus. Berada di bawah naungan Yayasan Kino Media, organisasi ini menyelenggarakan festival film pendek dan kegiatan lain yang mendukung festival ini.
Dikutip dari minikino.org, Minikino mendefinisikan film pendek sebagai sebuah karya budaya yang memiliki tradisi dan nilai literasi yang sama tuanya dengan sejarah sinema itu sendiri. Setiap festival film pendek mempunyai standar durasi. Untuk Minikino, organisasi ini menerima durasi film pendek maksimum 25 menit.
Banyak kegiatan terkait film pendek yang digarap organisasi yang bermarkas di Bali ini, termasuk acara tahunan Minikino Film Week yang berlangsung sejak 2015. Tahun ini, Minikino Film Week 8 (MFW8) berlangsung selama 2-10 September 2022.
“Visi Minikino itu membuka jejaring karena kami percaya budaya berkembang kalau kita membuka diri. Satu hal lagi, kami ingin mengajak penonton berpikir kritis, sadar akan tontonannya, dan menyadari apa manfaatnya untuk diri dan lingkungan sekitar,” tutur Travelling Festival Director MFW8, I Made Suarbawa alias Birus, Rabu (7/9/2022).
MFW8 menerima 925 film pendek dari 85 negara. Sebanyak 169 film lolos seleksi nominasi penghargaan di mana kategori film yang terbanyak adalah fiksi (57,4 persen), animasi (15,38 persen), dokumenter (14,79 persen), dan eksperimental (12,43 persen).
Sejumlah sineasi dari dalam dan luar negeri berhasil membawa pulang titel juara. Film Mora Mora (2021) karya Jurga Šeduikytė dari Lithuania menang di kategori Film Pendek Anak Terbaik. Sedangkan The Sound of the Time/I suoni del tempo (2021) karya Jeissy Trompiz dari Kolombia unggul di kategori Film Pendek Dokumenter Terbaik.
Untuk kategori Film Pendek Fiksi Terbaik, film Hantu (2021) garapan Kim Kokosky Deforchaux dari Belanda keluar sebagai juara. Film Pendek Animasi Terbaik jatuh pada Eyes and Horns (2021) karya Chaerin Im dari Korea Selatan. Selanjutnya, Warsha (2021) karya sutradara Lebanon-Kanada, Dania Bdeir, keluar sebagai Film Pendek Terbaik tahun ini.
Minikino juga menggelar Best National Jury Competition 2022. Dari lima film Indonesia yang menjadi nomine, film Ride to Nowhere (2022) besutan Khozy Rizal mendapat gelar juara. Film ini mengalahkan Teguh (2021), A Grandpa’s Uniform and The Other Things Of Fear/Pedhut (2021), Jamal (2020), dan Nusa Antara/The Archipelago (2021).
Film-film yang masuk dalam MFW8 mengangkat beragam tema. Ada yang membahas percintaan, isu jender, ketimpangan sosial, kemiskinan, ekspresi diri, kenakalan remaja, kesehatan mental, hingga masalah lingkungan. Pada dasarnya, mereka memberi respon atas apa yang terjadi di sekitar, menyuarakan keresahan, dan membagikan pengalaman personal.
Itulah yang dilakukan Khozy Rizal dalam film Ride to Nowhere. Film yang membahas diskriminasi jender di dunia kerja ini merupakan ungkapan kegelisahan Khozy. “Aku memang hanya membuat film yang dekat dengan diriku pribadi. Aku tinggal di Makassar dan sekarang sedang merasakan perubahan sosial masyarakat di sana,” tuturnya.
Agenda khusus
Kehadiran festival semacam Minikino menjadi tempat yang tepat untuk merayakan film pendek. Direktur Program MFW8, Fransiska Prihadi mencatat, animo pembuat film dan produksi film pendek untuk mengikuti Minikino Film menunjukan tren meningkat dari tahun ke tahun. Tren itu bisa terlihat dari antusiasme peserta Begadang Filmmaking Competition yang merupakan bagian dari MFW.
Kompetisi Begadang menantang pembuat film untuk membuat film pendek dalam waktu 34 jam dengan ketentuan tertentu. “Tahun lalu itu ada 35 kelompok produksi yang mendaftar Begadang. Tahun ini, ada 47 kelompok produksi yang mendaftar. Itu sudah terlihat kenaikannya,” ujar perempuan yang dipanggil Cika ini.
Rupanya, selain ingin karya mereka ditonton khalayak, para pembuat film sebenarnya memiliki agenda khusus. Dengan mengikuti festival, sutradara dari Bogor, Azalia Muchransyah, bisa mendapat pengakuan yang mendukung portofolio sebagai pembuat film sekaligus dosen. Sebagai pengajar film di Binus University, portofolio bisa membuat rekam jejak Azalia lebih terpercaya dan memacu mahasiswa ikut membuat film sendiri.
Belum lagi manfaat ekonomi lewat pendanaan yang bisa diperoleh ketika mengikuti festival. Tahun lalu, misalnya, Azalia menjadi pemenang ketiga dari Short Film Pitching Project 2021 dalam ajang Europe on Screen untuk film pendek Riwayat Ceti (2022). Seperti yang diketahui, kantong pendanaan untuk film pendek memang terbatas selama ini.
Motivasi lain bagi Azalia adalah untuk memperluas jejaring. “Penting banget buat aku karena datang ke festival seperti Minikino karena itu berarti ketemu sama filmmaker lain dan orang lain, seperti distributor dan programmer. Aku juga bisa ketemu penonton untuk dapat masukan,” tutur sutradara Nusa Antara (2021) ini.
Keuntungan dari memeroleh jejaring itu sudah dia rasakan. Selain masuk sebagai nomine MFW National Competition Award 2022, film Nusa Antara masuk dalam S-Express Short Film Program Exchange sehingga bisa tayang keliling di negara-negara Asia Tenggara dan negara lainnya.
Dari Laos, ko-produser film Pha Hom/The Blanket (2021), Kongchan Phiennachit atau Dawn, mengatakan, keberadaan festival film pendek bertaraf internasional krusial dalam memotivasi pembuat film. Apalagi untuk mereka yang berasal dari negara yang industri filmnya sedang bergeliat seperti Laos.
Dawn menjelaskan, industri film di Laos masih kecil, bahkan berada di tahap awal jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Sekolah film juga baru berdiri beberapa tahun lalu.
“Mengikuti festival film seperti ini dapat memberi harapan dan inspirasi kepada pembuat film generasi muda di Laos bahwa kami bisa. Mereka jadi bisa percaya diri untuk berkompetisi melawan negara lain dengan karya mereka,” kata Dawn yang adalah ko-produser The Blanket (2021), pemenang kedua RWI (Raoul Wallenberg Institute) Asia Pacific Award di MFW8.
Sedikit berbeda, pembuat film Chicken Awaken (2022), Beny Kristia, mengikuti Begadang Filmmaking Competition karena iseng. Film ini dia buat bersama teman-teman mahasiswa yang bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa film di Universitas Brawijaya, Malang. Tak disangka, mereka bisa meraih juara.
Lahirnya talenta
Festival film pendek sejatinya menjadi saksi lahirnya para sineas bertalenta baru. Selain Minikino, Indonesia pernah punya perhelatan serupa yang mengapresiasi film pendek. Mengutip buku Direktori Festival Film Dunia dan Indonesia (2019), beberapa di antaranya XXI Short Film Festival, Festival Film Solo, dan Festival Film Pendek Konfiden. Sayang, semuanya tak lagi aktif.
Ketua Bidang Festival dan Penyelenggara Kegiatan Badan perfilman Indonesia, Vivian Idris, menambahkan, adanya festival bertaraf internasional seperti Minikino yang sudah berjalan lama memberi dampak positif industri film pendek terhadap jejaring internasional yang terpercaya. “Ini bisa menjadi pintu masuk buat pembuat film pendek dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk melihat posisi film pendek Indonesia seperti apa,” tuturnya.
Pendiri Bogotá Short Film Festival di Kolombia, Jaime E Manrique menilai, kualitas film pendek Indonesia telah menunjukkan standar produksi berkualitas tinggi. Penilaian ini tidak menggunakan Hollywood sebagai standar karena setiap negara memiliki perbedaan sejarah sinema.
Dilihat dari segi produksi, film-film pendek Indonesia yang berkompetisi di festival seperti Minikino menunjukkan, para pembuat film mampu membuat cerita dan penokohan kuat yang ditampilkan dengan akting memukau.
Akan tetapi, lanjut Manrique, masih banyak pekerjaan rumah untuk membuat film pendek Indonesia berkembang lebih jauh. Para pembuat film pendek membutuhkan lebih banyak lokakarya dan relasi internasional untuk dihubungkan dengan festival dan dunia internasional.
“Mereka butuh lebih banyak eksposur untuk membentuk situasi dan kritik yang membangun. Indonesia sekarang berada dalam momen yang bagus jadi penting supaya pemerintah yang memiliki dana bisa mendukung para pembuat film ini. Film pendek berkualitas bisa membangun industri perfilman yang lebih baik,” tutur laki-laki kelahiran Bogota ini.
Baca juga: Berkat Bu RT, Semua Masalah Selesai
Cika berharap, perhelatan MFW tidak menjadi sekadar ajang kompetisi bagi para pembuat film pendek. Namun, Minikino juga bisa menjadi tempat mereka menampilkan karya dengan layak mendapat apresiasi serta ruang interaksi untuk menghasilkan karya baru.
“Itu yang kami harapkan. Mungkin suatu saat kami bisa bangga bilang kalau kami mengikuti dan mendukung jejak karier mereka. Kami ingin beberapa tahun kemudian mereka bisa bilang menampilkan film pertamanya di Minikino dan sekarang telah berkarier,” kata Cika. Panjang umur film pendek Indonesia!