Berkat Bu RT, Semua Masalah Selesai
Perempuan ketua RT punya kekuatan yang menakutkan preman sekalipun, yakni ketegasan yang dibalut dengan kelembutan. Berkat Bu RT, semua masalah selesai.
Perempuan menjadi ketua RT sudah tidak aneh lagi. Di sejumlah perkampungan, termasuk yang bercitra keras, perempuan RT diakui kehebatannya oleh warga. Mereka punya kekuatan yang menakutkan preman sekalipun, yakni ketegasan yang dibalut dengan kelembutan. Berkat Bu RT, semua masalah selesai.
Tidak pernah terlintas di benak Naema Loak alias Tami (52) menjabat sebagai ketua RT. Tetapi itulah yang terjadi. Ketika warga RT 04/RW 02, Kelurahan Maulafa, Kupang, Nusa Tenggara Timur menggelar pemilihan RT tahun lalu, warga menginginkan ada satu perempuan yang menjadi kandidat ketua RT. Warga rupanya bosan juga melihat pemilihan ketua RT yang kandidatnya selalu laki-laki.
Tanpa sepengetahuan Tami, namanya dimasukkan ke dalam daftar kandidat ketua RT 04 lantaran dia dikenal punya karakter tegas dan disiplin. Tami baru tahu namanya masuk sebagai nomine jelang pemilihan.
Ia tidak bisa menolak. Ia pun bertarung melawan kandidat lain pada pemilihan ketua RT pada 1 Januari 2021. Hasilnya 50 persen suara diberikan kepada Tami. "Tiba-tiba saja saya jadi ketua RT perempuan pertama di wilayah RT 04/RW 02 sepanjang sejarah,” kata Tami, Selasa (30/8/2022).
Sejak saat itu, hari-hari Tami disibukkan dengan urusan administrasi kependudukan warga, rapat di kelurahan, dan pendataan warga untuk pembaharuan data Keluarga Penerima Manfaat agar program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bisa tepat sasaran. Ada 53 kepala keluarga atau sekitar 170 jiwa yang mesti ia layani.
Puncak kesibukannya terjadi ketika pandemi Covid-19 merangsek ke Kupang, termasuk wilayah "kekuasaan" Tami di RT 04. Ia mesti siaga setiap saat mengurus warga yang terinfeksi. Kualitas kepemimpinannya benar-benar diuji saat itu.
Suatu hari ketika pandemi sedang menggila, ada warga yang menggelar hajatan melewati batas waktu yang telah disepakati, yaitu pukul 21.00 WITA. Tami dengan tegas membubarkan hajatan itu. Si tuan rumah tidak terima dengan tindakan Tami. Tetapi Tami bergeming.
Ketegasan Tami dihargai banyak orang, tapi ada juga yang mencibirnya. Oleh karena ketegasannya, sejumlah orang menjulukinya ketua RT paling jahat.
Bekas lokalisasi
Di Surakarta, Jawa Tengah, ada Titik Nurkayati, perempuan tangguh yang menjabat ketua RT 001/RW 003 yang masuk wilayah Kampung Mojo. Kampung itu dulunya bernama Silir yang dikenal sebagai daerah prostitusi yang rawan dari sisi keamanan. Saking rawannya Silir dijuluki "Kampung Texas" lantaran ada saja orang yang rebutan perempuan, berantem, sampai tembak-tembakan.
Lokalisasi itu secara resmi ditutup pada 1998. Meski Silir telah berganti nama menjadi Mojo, tetapi hingga dua dekade kemudian stigma negatif tetap melekat pada kampung itu. Pada saat yang sama aroma kemiskinan tercium di mana-mana.
Pada 2018 ketika warga menggelar pemilihan ketua RT, mereka menginginkan perubahan. Pasalnya, selama bertahun-tahun kampung itu sepi kegiatan. Maka, warga mendatangi Titik yang dianggap sukses menjalankan sejumlah program PKK di kampung itu, untuk dicalonkan sebagai ketua RT.
Titik yang saat itu menjabat ketua PKK menyatakan bersedia dicalonkan sebagai ketua RT. Pada saat pemilihan ia menang. Ia menjadi satu-satunya perempuan di antara 64 ketua RT di wilayah kelurahan Mojo. Titik dipilih lagi sebagai ketua RT 001/003 untuk periode 2020-2024. "Semula saya waswas juga menjadi ketua RT di Mojo. Takut kalau suatu saat berhadapan dengan preman. Tapi alhamdulillah selama saya jadi RT, tidak ada gangguan yang berbau kriminal."
Titik yang merupakan orang tua tunggal lantaran suaminya meninggal dunia sepuluh tahun yang lalu, harus membagi waktu antara mengurus kedua anaknya, bekerja di sebuah percetakan, dan melayani warga.
"Saya berusaha on time setiap hari, termasuk hari Minggu. Kalau saya sedang kerja dan ada panggilan darurat dari warga, saya pulang dulu. Nanti balik kerja lagi," ujar Titik yang mengaku kerap tidur larut malam demi melayani warga yang mengurus surat-surat penting.
Selain mengurus masalah administrasi kependudukan, ia juga harus siap mengurus persoalan-persoalan tak terduga mulai urusan mendamaikan suami-istri yang mau cerai, hingga mengurus seorang ibu yang melahirkan di rumah kontrakan, sementara suaminya sedang di penjara. Bayinya keluar, tetapi ari-arinya tertinggal di perut sang ibu. Saat itu, sekitar pukul 02.00, Titik membawa ibu itu ke rumah sakit terdekat.
Puncak kesibukannya terjadi saat pandemi Covid-19 memuncak. Bersama pengurus RT lainnya, ia pontang-panting mengatasi penyebaran Covid-19. Salah satunya ketika ia mendesak warga di rumah kontrakan untuk menjalani tes Covid-19. Ternyata banyak yang positif.
Dari situ, ia membujuk mereka untuk pindah sementara ke Bale RW yang dijadikan tempat isolasi mandiri. "Setiap hari saya keliling minta donasi dari warga untuk biaya masak buat warga yang isolasi. Nangis saya, bahkan di depan warga, karena menghadapi persoalan rumit di awal-awal jadi RT," kenang Titik.
Setelah persoalan itu selesai, barulah Titik bisa menjalankan program lainnya, yakni mengikis stigma negatif terhadap kampung yang dulunya kawasan lokalisasi itu. Caranya dengan merancang sejumlah program yang membuat kampung lebih bersinar, bersih, dan sehat.
Bersama pengurus Kelompok Swadaya Masyarakat Mojo Waras, Titik mengupayakan jaringan air minum dan jamban sehat ke rumah-rumah warga. Sejauh ini, proyek pengadaan air minum di daerah padat penduduk itu berjalan dengan bantuan dana pembaca Harian Kompas yang dikelola Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas.
Titik ingin kelak RT 001/003 dan Kampung Mojo secara keseluruhan dikenal karena prestasi dan kegiatan-kegiatannya bukan karena masa lalunya. Dengan begitu, memori soal era kegelapan Silir akan terkubur dengan sendirinya.
Ditentang satpam
Sejumlah perubahan juga dicatat perempuan Ketua RT 06/RW 09 Perumahan Bintaro Jaya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Helena Annie (58). Sudah setahun ini, ia memimpin 150 warga atau 50 KK yang tinggal di RT 06.
Pada awal menjadi ketua RT, ia terkaget-kaget melihat sebagian warganya terbiasa hanya minta dilayani. Ia juga kaget melihat kebijakan wajib memakai masker selama masa pandemi, justru ditentang oleh petugas keamanan di RT-nya dan pedagang pisang yang berjualan di komplek itu.
Begitu ia menjadi RT, aturan itu ia tegakkan. Semua orang tanpa terkecuali wajib memakai masker di lingkungan RT 06 selama pandemi belum usai. “Kepada satpam saya bilang, 'kalau nanti terkena korona, ya sudah, rasakan saja sendiri'," cerita Helena pada Rabu (31/8) malam.
Setelah urusan masker kelar, ada lagi urusan lain yang Helena tangani. Ibu dua anak ini sering melihat pengemudi ojek daring lalu lalang di depan rumahnya mencari alamat untuk mengantar pesanan makanan.
Ketika alamat ditemukan, mereka harus berteriak-teriak memanggil si pemesan dari luar rumah. Sering kali panggilan tidak juga dijawab karena si pemesan sedang asyik main gim, nonton drama korea, atau tertidur di dalam rumah.
Geregetan dengan ulah warga yang seperti itu, Helena membuat grup WhatsApp antara lain untuk mengurusi pesanan makanan lewat ojek daring. Ia juga membuat aturan, pemesan yang tak merespons telepon dari ojek daring atau ketukan di pagar rumahnya, makanan yang dipesan akan ditaruh di pos satpam.
“Jika dalam waktu dua jam makanan tak diambil, saya berikan ke satpam. Biar mereka makan. Saya tak mau makanan terbuang percuma,” tegasnya. Ketegasan Helena ternyata efektif mendidik warga untuk lebih peduli kepada pesanan makanan lewat ojek daringnya sendiri.
Tidak hanya gesit membuat aturan, Helena juga terjun langsung ke lapangan. Ia kerap bangun pukul 02.00 atau 03.00 sekadar menengok pos satpam, melihat apakah satpam tertidur atau terjaga. Bagi dia , keamanan lingkungan merupakan prioritas.
Karena Helena sangat tegas sebagai ketua RT, ia sempat diminta menjabat sebagai sekretaris RW. Tetapi warga di RT-nya menolak melepas Helena untuk jabatan sekretaris RW.
Kekuatan
Apa yang membuat sejumlah perempuan yang menjadi ketua RT bisa menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan dalam banyak kasus, lebih baik dari ketua RT laki-laki?
Nurul Firda yang pernah menjabat sebagai ketua RT 10/RW 01, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur berpendapat, warga umumnya mudah menerima perempuan ketua RT karena perempuan lebih cerewet dalam pengertian positif, lebih gesit, dan multitasking.
"Cara berkomunikasinya juga lebih lembut meski secara sikap tetap tegas. Dengan cara seperti itu, warga jadi sungkan pada perempuan RT," ujar Nurul yang sekarang menjadi anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan Ujung Menteng, semacam anggota parlemen tingkat kelurahan.
Dia mencontohkan, saat menjabat sebagai ketua RT pada periode 2017-2020, ia sempat diminta warga menangani anak-anak muda yang mabuk-mabukan selepas acara hajatan. Sekitar pukul 02.00 pagi, Nurul keluar rumah ditemani warga dan menemui anak-anak muda itu. Secara halus ia mengusir dan menyuruh mereka pulang.
"Ternyata kalau sama Bu RT mereka segan, apalagi saya asli orang sini. Mereka langsung bilang, 'iya mpok,' lalu bubar tanpa ada keributan," kenang Nurul.
Tami, perempuan ketua RT di Kupang menambahkan, perempuan memiliki sifat keibuan sehingga warga, terutama sesama perempuan, merasa lebih aman untuk curhat atau mengadukan masalahnya. Ada yang mengeluhkan persoalan keuangan keluarga dan utang yang menumpuk. Tami biasanya berusaha mencarikan solusi sebisanya.
Tami menyadari beratnya tugas ketua RT yang dulu dia pandang sebagai pekerjaan yang biasa saja. “Menjadi ketua RT bisa dibilang pengorbanan yang luar biasa dari segi pemikiran, tenaga, dan uang. Tapi bagi saya, kebanggaan pribadi adalah bisa menolong orang dengan berbagai cara dengan segala kekurangan saya,” tutur perempuan ini.
Sementara itu, Titik, perempuan ketua RT dari Kampung Mojo, Surakarta menuturkan, perempuan lebih sabar menghadapi masalah. "Kalau ada masalah, saya lebih baik mengalah, tetapi bukan berarti kalah. Saya mengalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Menyelesaikan masalah itu perlu hati yang bersih, sabar, tidak emosi," tutur Titik.
Titik memilih menyelesaikan semua persoalan di lingkungan RT-nya lewat jalan rembuk warga atau musyawarah. Apalagi, masalah itu menyangkut kepentingan orang banyak. Agar musyawarah berlangsung lancar, RT harus tegas, tetapi didasari argumen yang benar.
"Tapi kalau (persoalannya) pribadi, saya pakai pendekatan komunikasi dari hati ke hati dan face to face," tambahnya. Ia yakin benar, seorang ketua RT, apapun jenis kelaminnya, akan diterima dan disegani warga jika memiliki karakter yang baik.
Semua itu tidak mudah dilakukan di tengah persoalan warga yang beragam. Agar tidak stres menghadapi itu semua, Helena, perempuan ketua RT di Bintaro, selalu mengingatkan dirinya bahwa tugas sebagai ketua RT itu bagian dari pengabdian kepada masyarakat.
Ia memang tidak mendapatkan imbalan secara materi, tetapi ia memetik banyak pelajaran sebagai ketua RT. “Saya belajar sabar, tak egois, dan memahami pihak lain siapapun itu. Apa yang sekarang ku lakukan merupakan hal amat berbeda dengan yang aku geluti puluhan tahun di dunia kerja,” tutur Helena.
Sosiolog Nia Elvina melihat, banyaknya perempuan yang mau menjadi ketua RT/RW sebagai fenomena yang baik. Fenomena ini muncul, antara lain, karena ada asumsi bahwa pemimpin perempuan lebih minim melakukan tindakan penyelewengan wewenang. Meskipun, ia mengingatkan bahwa asumsi itu tidak terbukti di lapangan.
Kehadiran para perempuan ketua RT/RW, lanjut Nia, juga tidak serta merta menandakan bahwa kultur patriarki dalam kepemimpinan di Indonesia mulai memudar. Ideologi patriarki bagaimana pun masih kuat.
Artinya, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan untuk mengatasi dominasi kepemimpinan laki-laki dari tingkat RT hingga tingkat nasional. Munculnya perempuan sebagai pemimpin di tingkat RT/RW tetap perlu diapresiasi sebagai upaya mengurangi dominasi kepemimpinan laki-laki.
Jayalah Bu RT!