Berjumpa Lagi dengan Keriuhan Musik
Sejak pandemi Covid-19 berkecamuk, hari-hari ini adalah fase kerumunan musik meluapkan kerinduannya. Setelah dua tahun lebih, kru panggung, artis, pengelola acara, dan penonton bisa berinteraksi lagi secara langsung.
Hari-hari ini, lini masa media sosial dijejali wewara pertunjukan musik beraneka skala, mulai dari konser besar hingga acara-acara swadaya komunitas. Pelantang suara di panggung dinyalakan kembali. Pengorganisasi acara sibuk menyukseskan hajatannya. Penggemar kembali disapa idolanya, dan secara langsung.
Di panggung Java Jazz Festival pada akhir Mei lalu, Angga, vokalis grup Maliq & D’Essentials, tak henti bergerak. Dia terlihat semangat betul memanaskan arena, beraksi di depan penonton yang berjubel nyaris tanpa jarak. Penonton juga tak kalah girang. Mereka tak enggan mengajak pasangannya untuk merapat ke tepi panggung. Makin rapat makin hangat.
Suasana seperti ini yang kami rindukan selama dua tahun terakhir.
”Suasana seperti ini yang kami rindukan selama dua tahun terakhir,” ujar Angga. Indah, rekan vokalnya, malah menantang penonton untuk meminta lagu. ”Sudah lama, kan, kita enggak ketemu. Kalian mau lagu apa? Semuanya?” pancing Indah, antusias.
Band yang sebelum pandemi sangat padat jadwal panggungnya ini lantas membawakan lagu ”Himalaya”. Penonton ikut bernyanyi. Yang tidak hafal membuka ponsel, lantas mencari liriknya supaya bisa larut dalam euforia itu.
Suasana serupa terlihat di salah satu konser dalam rangkaian tur Lexicon dari solois Isyana Sarasvati. Di Semarang, Isyana tampil di pelataran Kelenteng Sam Poo Kong, Jumat (17/6/2022). Penonton juga banyak betul, bahkan dari luar Kota Semarang, seperti Jakarta, Bandung, Tegal, sampai Merauke. Luar biasa. Mereka bertahan di tengah gerimis meski arena itu tak beratap.
”Seneng banget bisa balik ke Semarang meski harus tertunda selama dua tahun karena ini mimpi Isyana untuk bawa Lexicon ke Semarang. Hujan-hujan dikit enggak papa, ya, biar kita bisa senang-senang bersama,” sapa Isyana dari panggung. Lexicon, yang jadi tajuk tur ini, adalah judul album ketiga Isyana yang dirilis November 2019. Setelah pandemi mereda, baru kali inilah dia bisa mempresentasikan albumnya secara langsung dari panggung.
Interaksi semacam inilah yang hilang sekitar dua tahun terakhir. Pertunjukan secara daring atau konser virtual yang ditempuh beberapa artis berlangsung satu arah. Artis jejingkrakan di depan para awak kamera dan produksi. Kebanyakan, penonton anteng di rumah masing-masing.
Fitur komentar yang disediakan sejumlah pelantar juga tak sanggup menggantikan interaksi langsung antara idola dan penggemar. Bagaimana mungkin mereka membaca komentar satu per satu saat pengambilan gambar. Reaksi penonton yang memberi energi balik bagi penampil tak dirasakan.
Grup rock Seringai termasuk salah satu band yang kurang nyaman dengan ”keanyepan” seperti ini. Alhasil, sejumlah tawaran manggung virtual mereka tampik. Mereka bakal mengakhiri ”musim paceklik” panggung lewat pentas perdana setelah dua tahun lebih dalam sebuah festival di Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 30 Juli mendatang.
Baca juga: Nonton Siapa Saja Boleh
Arena kecil
Di arena yang lebih kecil, festival musik bernama The Other Festival digelar pada 24-25 Juni lalu di arena M Bloc Space, Jakarta Selatan. Acara ini memanggungkan 32 penampil yang tersebar di tiga area di kawasan ruang kreatif berlokasi di Blok M ini. Beberapa penampilnya antara lain Danilla, Feast, Bilal Indrajaya, Anda Perdana, Mad Madmen, Kelompok Penerbang Roket, Mantra Vutura, dan The Panturas.
Sepekan sebelumnya, acara multi-penampil juga dihelat di M Bloc bertajuk Irama Kotak Suara X Emerging Showcase. Acara yang terbagi dalam dua sesi ini mempresentasikan musikalitas 12 penampil—hampir semuanya pendatang baru. Emerging Showcase adalah agenda rutin yang digelar M Bloc untuk mementaskan musisi-musisi baru yang dimulai sebelum pandemi berkecamuk. Acara ini muncul lagi. Band baru dapat panggung lagi.
Kekuatan M Bloc itu program musik, film, ekshibisi, seni, dan bazar. Anak muda juga sudah bosan nonton konser online (daring).
”Kekuatan M Bloc itu program musik, film, ekshibisi, seni, dan bazar. Anak muda juga sudah bosan nonton konser online (daring),” kata Group Head Marketing M Bloc Group Ario Saloko. Dia menuturkan, pertunjukan di tempatnya kembali marak setelah nyaris mati suri pada tahun 2020 dan 2021. Pemasukan M Bloc, yang baru diresmikan pada November 2019, spontan anjlok.
Ario tak menyebut angka kerugiannya. Tetapi, sebagai gambaran, dia menyebutkan, pendapatan M Bloc sempat nihil ketika terpaksa tutup selama tiga bulan di masa awal pandemi. Para awak di sana lantas putar otak untuk menyelamatkan tempat nongkrong yang sedang ”wangi-wanginya” di kalangan anak muda itu.
Para awak M Bloc menyintasi tahun 2020 dan 2021 dengan mengalihkan sejumlah arena menjadi studio. ”Konten daring masih diproduksi. Lokasi pengambilan gambar, rekaman musik, sampai rekaman iklan tetap dibutuhkan,” kata Ario.
Dia kini bernapas lega seiring mulai ramai gelaran acara di sana, yang boleh dihadiri sampai 500 orang. Kebijakan ini tentu bakal berdampak terhadap penghasilan. ”Setelah sekian lama libur, banyak penyelenggara acara akhirnya bikin konser. Mereka butuh massa menonton musik, juga mempromosikan produk,” ujarnya.
Meski begitu, Ario menyadari bahwa kebijakan penyelenggaraan pertunjukan yang mengundang massa bisa berubah kapan saja. Apalagi, sepekan terakhir ini, angka kasus Covid-19 merangkak naik lagi. Hal ini cukup merisaukannya.
”Prokes (protokol kesehatan) sudah pasti diterapkan. Sesuai peraturan gubernur (DKI Jakarta), SK mendagri, dan ketentuan Satgas Covid-19, kami punya prosedur standar operasi,” katanya. Izin yang mereka peroleh menjadi indikasi semua ketentuan telah dipenuhi. Namun, jika sampai hal buruk terjadi, lanjut Ario, bisa saja M Bloc Space kembali difungsikan sebagai studio meski hal itu akan memberi efek domino pada kru sistem suara, artis, hingga restoran penyewa.
Baca juga: Injak Gas Promotor Musik pada 2022
Jangan menganggur lagi
Ketika gegap gempita panggung musik disenyapkan pembatasan sosial pada 2020 dan 2021, banyak kru panggung menganggur. Mereka kelimpungan. Demi menyambung hidup, sebagian mereka pulang kampung menjadi petani atau bahkan jadi pengemudi ojek.
Inet Leimena, Ketua Asosiasi Pekerja Industri Pertunjukan Indonesia (APIPI), menceritakan, kisah pilu itu terjadi pada masa awal pandemi atau sekitar April 2020. Saat itu, APIPI, sebagai wadah pekerja panggung, baru terbentuk.
”Kondisinya memang sempat parah, dan kami waktu itu baru membentuk asosiasi sehingga belum mendapat bantuan pemerintah. Ada kru yang pulang ke rumah orangtuanya di Jawa Tengah untuk menjadi petani. Yang bertahan di sekitar Jabodetabek jadi penarik ojek agar tetap berpenghasilan,” tutur Inet pada Rabu (22/6/2022) di Jakarta.
Ada kru yang pulang ke rumah orangtuanya di Jawa Tengah untuk menjadi petani. Yang bertahan di sekitar Jabodetabek jadi penarik ojek agar tetap berpenghasilan.
Inet dan beberapa sejawat yang selevel dengannya berinisiatif membantu. Mereka mengumpulkan donasi uang untuk kru panggung yang hidupnya mendadak sulit—beberapa orang disebut Inet hanya bisa makan dengan nasi dan kecap. ”Donasi itu sifatnya pinjaman, bukan pemberian, supaya mereka ada kemauan berusaha,” kata Inet.
Nilai pinjamannya Rp 2,5 juta per orang yang bisa diangsur sekuat mereka. Beberapa penerima pinjaman menggunakan uang itu sebagai modal usaha berjualan makanan. Inet dan kawan-kawan menjadi pembelinya dan ikut membantu mempromosikannya.
Sejak 2021, pekerjaan kru panggung mulai muncul, di antaranya tenaga untuk menyokong pengambilan gambar konser virtual ataupun film. Para kru yang sempat beralih profesi dipanggil bekerja lagi. Uang pinjamannya mulai bisa dicicil, bahkan ada yang sudah lunas. Ada juga yang usaha dagangan makanannya dilanjutkan istri, sementara suaminya kembali bekerja di panggung.
Menurut Inet, belakangan ini roda pekerjaan dan ekonomi kru panggung sudah mulai membaik meski belum kembali melaju seperti sebelum pandemi. Salah satu perhelatan besar yang ditangani Inet dan rekan-rekan adalah Java Jazz Festival yang baru lewat itu dan terbilang sukses.
Selama virus Covid-19 masih ada, protokol kesehatan tetap perlu dijaga. Sebab, pekerjaan-pekerjaan menggiurkan untuk kru panggung hingga artis sudah terjadwalkan di depan mata, termasuk jadwal konser artis mancanegara yang melibatkan banyak pekerja. Semoga saja perjumpaan langsung idola dan penggemarnya seperti sekarang tetap langgeng sampai nanti-nanti.
Baca juga: Di Antara Euforia dan Waspada