Perkembangan teknologi hingga pandemi membawa cara baru dalam mengakses hiburan. Metode streaming melalui gawai lewat berbagai aplikasi over the top (OTT) yang tersedia menjadi favorit khalayak.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
Perkembangan teknologi hingga pandemi membawa cara baru dalam mengakses hiburan. Metode streaming melalui gawai lewat berbagai aplikasi over the top (OTT) yang tersedia menjadi favorit khalayak dalam mengonsumsi tayang favoritnya yang didominasi serial, bukan film.Perpaduan promosi yang aktif di media sosial pun kian mengantarkan tontonan dengan metode ini laris manis, bahkan mengungguli pamor layar kaca.
Dari terSong Kang-Song Kang hingga terBian-Bian menjadi jargon yang populer berseliweran di media sosial untuk menggambarkan betapa melekatnya karakter ini sampai para penonton di dunia nyata pun baper. Tak kalah ramai juga kehadiran kubu seperti tim Han Ji Pyeong vs tim Nam Do San atau tim Tari vs tim Sarah. Memangnya calon presiden saja yang boleh punya kubu kan?
Fenomena di atas terus menggeliat ketika pandemi merebak. Terjebak di rumah tentu membutuhkan asupan hiburan untuk tetap waras. Drama Korea memang menjadi rajanya. Namun yang menggembirakan, serial daring Indonesia nyatanya berhasil mencuri hati.
Jika diperhatikan, sebelum pandemi pun, lahirnya serial daring yang disponsori suatu produk sebagai ajang promosi dan diputar di Youtube cukup menarik minat. Sebut saja Nic and Mar (2015) yang dibintangi Nicholas Saputra dan Mariana Renata hingga Nanti Kita Cerita Tentang hari Ini The Series (2019).
Seperti menemukan momentum, serial daring Indonesia terbukti mampu bersaing dengan Drama Korea yang populer. Tidak bisa dibilang hijrah juga, mengingat para penggemar Drama Korea ini tetap menonton oppa dan eonnie favoritnya, sambil tak mau ketinggalan serial daring.
Salah satu yang mendongkrak popularitas serial daring Indonesia ini adalah kehadiran My Lecturer My Husband (2020) di saluran WeTV. Kisah yang diangkat dari tulisan Wattpad ini menggandeng Reza Rahadian dan Prilly Latuconsina sebagai pemeran utama. Dalam sekejap, jagat maya selalu ramai dengan unggahan cuplikan tiap episodenya.
Bahkan sejak Jumat malam di tiap episode barunya tayang, nama Arya, peran yang dimainkan Reza selalu menjadi trending topic di Twitter. Tak ketinggalan, media sosial seperti TikTok dan Instagram juga berlomba menampilkan cuplikan adegan galau hingga baper Arya dan Inggit yang makin membuat penasaran.
Strategi ini nyatanya efektif menarik minat para penonton baru. “Gue tadinya cuma scroll aja di IG. Apa sih ini? Tapi kok Reza Rahadian. Harusnya sih keren. Ya udah jadi nonton satu episode, terus ketagihan. Akhirnya sampai langganan biar enggak ketinggalan episodenya,” ungkap Maura Ghaisani (33), di Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Ini pula yang terjadi ketika Imperfect: The Series (2021) rilis di WeTV pada Januari 2021. Perlahan judul lain menyusul dengan pola promosi yang kurang lebih serupa diriuhkan para warganet yang enteng untuk saling berbagi unggahan. Hingga muncul banyak meme kreatif. Salah satunya saat Layangan Putus (2021) di WeTV dielu-elukan. Bahkan Layangan Putus ditayangkan kembali di salah satu televisi swasta. Fenomena unik.
Belakangan, serial Wedding Agreement (2022) yang diperankan Indah Permatasari dan Refal Hady di saluran Disney Hotstar kerap mewarnai media sosial dan diburu para pengabdi drama. Sebelumnya, serial Married with Senior (2022) di saluran Vidio juga digilai karena banyak adegan gemas-gemas bucin, kata anak muda masa kini.
Melihat perjalanannya, serial daring di Indonesia ini memang selalu berasal dari adaptasi novel, tulisan, atau kelanjutan dari film layar lebar yang laku. Hanya ada sebagian yang berasal dari naskah orisinal. Berbicara serial daring ini, apa bedanya dengan sinetron?
Bersaing
Secara garis besar sesungguhnya tak jauh beda. Tema percintaan dan perselingkuhan masih akrab dijual. Drama memang tidak ada matinya. Namun yang membuat para penonton ini rela berlangganan dan menghabiskan waktu berjam-jam di layar gawai atau mengalihkan perangkatnya ke televisi karena kualitas serial daring ini terbilang mumpuni. Alur ceritanya pun kerap sukses membuat penasaran.
Sementara itu, sinetron sejak beralih pada metode kejar tayang atas nama rating makin kehilangan arah. Penulis Eka Kurniawan yang pernah ikut menjadi salah satu penulis skenario serial televisi ini mengakui, episode pilot hingga sepekan pertama itu yang paling berkualitas karena dilakukan dengan riset dan waktu yang sesuai untuk menggagas alur cerita. Sisanya tentu bisa ditebak.
Belum lagi, kualitas akting yang tidak merata hingga penggambilan gambar yang ikonik. Misal, ketika tokoh antagonis hendak merencanakan kejahatannya pada si protagonis maka metode zoom in-zoom out kamera ini selalu diandalkan.
Padahal sebelum era kejar tayang, serial televisi memiliki kualitas mumpuni dengan cerita beragam. Sebut saja Losmen (1980), Si Doel Anak Sekolahan (1994), Keluarga Cemara (1996), Tersanjung (1998), hingga Cinta (1999). Bahkan persoalan kubu-kubuan bisa jadi dimulai oleh Si Doel, tim Sarah atau tim Zaenab.
Belakangan, layar kaca sempat dilirik lagi karena sinetron Ikatan Cinta (2020). Amanda Manoppo dan Arya Saloka sukses membuat ibu-ibu ketagihanmenyaksikan aksi keduanya sebagai pasangan. Ikatan Cinta bahkan bersaing dengan serial daring dan menjadi topik hangat di media sosial pada tiap penayangannya. Namun di tengah popularitas yang kian menanjak, alur cerita yang dihadirkan makin kesana kemari memasuki episode yang melampaui 700 episode ini.
Di sisi lain, serial daring yang hanya tayang hingga 8-12 episode per musim ditunggu. Bahkan banyak yang berharap ada musim selanjutnya. Ini membuktikan tidak selamanya kejar tayang diincar masyarakat. Mereka kini lebih berpatok pada kualitas. Setidaknya alur cerita dan elemen yang masuk logika.
Pengamat Film, Hikmat Darmawan berpendapat serupa dengan film yang juga kini banyak hadir pada layanan OTT, kehadirannya ini membuka wawasan bagi para penonton. Untuk menggantikan sepenuhnya memang tidak. Namun, para penonton akan memiliki referensi dan dapat memilih yang terbaik untuk disaksikan. Untuk itu, hal ini tidak bisa dianggap enteng oleh para pelaku industri.
Selain kualitas, promosi melalui media sosial ini juga efektif. Riset berjudul Binge Watching and The Role of Social Media Virality towards Promoting Netflix’s Squid Game yang ditulis Wasim Ahmed dari University of Stirling, Inggris dapat menjadi acuan bahwa unggahan berupa cuplikan hingga narasi tebakan apa yang terjadi pada episode selanjutnya melalui tangkapan gambar atau meme berpotensi meningkatkan minat orang untuk menonton.
Namun, sebelum bicara promosi lebih lanjut, kualitas perlu berbenah. Meski drama cinta-cintaan dengan konflik yang berulang, rasanya hak para penonton untuk tetap memperoleh sesuatu dengan penyajian yang apik, baik di layanan streaming atau televisi.