Kelompok musik .Feast mengeluarkan delapan lagu yang disatukan ke dalam album mini bertajuk Abdi Lara Insani. Album ini dirilis secara digital pada 22 April 2022.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·5 menit baca
Apa sih rasanya diiming-imingi perbaikan menggiurkan, tetapi tak ada wujudnya? Gemas sudah pasti. Mau protes, tetapi ngeri kriminalisasi. Lagi pula namanya ”jualan”, ya, harus meyakinkan. Kita saja yang terlalu polos dengan mudahnya percaya. Kalau begitu, mari nggrundel saja! Seperti kelompok musik .Feast, gerundelan-nya berbuah delapan lagu yang disatukan ke dalam album mini bertajuk Abdi Lara Insani. Album ini dirilis secara digital pada 22 April 2022. Sehari sebelumnya, .Feast menyempatkan memperdengarkan lagu-lagunya secara langsung di sebuah tempat berkumpulnya anak muda, di kawasan Antasari, Jakarta. Ini kali pertama mereka lakukan.
Baskara Putra (vokal), Adnan Satyanugraha (gitar), Dicky Renanda (gitar), Fadli Fikriawan (bas), dan Adrianus Aristo Haryo (drum) hadir mengenakan pakaian mirip kostum tentara di masa lampau. Luaran hijau berkerah dengan empat kantong di sisi atas bawah dipadu kemeja putih sebagai dalaman dan dilengkapi atribut ikat pinggang warna coklat. Hanya kombinasi bawahannya berupa kain jarik.
Bersama mereka, hadir sesosok pria yang menjadi Ali. Tokoh utama yang merangkai jalinan cerita dalam album mini mereka. Ketika melihat pakaian Ali dan kostum yang dikenakan kuintet ini, pikiran sedikit berkelana ke sebuah film yang dibintangi Brad Pitt, yakni Inglourious Basterds (2009). Detail baju yang mirip meski berjarik.
Di dalam ruang yang temaram itu, ada sebuah panggung dengan karangan bunga ucapan selamat atas terpilihnya Ali sebagai harapan baru rakyat dari laskar simpatisan partai ratu adil. Ya, ratu adil seperti yang diramalkan Prabu Jayabaya. Pemimpin Nusantara yang kabarnya kelak menjadi penyelamat karena membawa keadilan dan kesejahteraan.
Muncul pula pembawa acara dengan kemeja merah yang disebutnya sebagai seragam kader partai ratu adil. Entah kenapa pula merah warnanya. Intro berupa monolog dari suara ayah Ali yang diisi oleh musisi Vincent Rompies pun membuka agenda malam yang mirip rapat bawah tanah partai oposisi. Dari intro ”Berhenti di Kotak Pesan Suara”, masuk ke ”Bintang Massa Aksi”, ”Camkan”, ”Kuping Ini Makin Lalai”, ”Gugatan Rakyat Semesta”, ”Jaya”, ”Ali”, dan ”Senin Toko Tutup”.
Lagu demi lagu yang masih menawarkan musik cukup keras ini memiliki babakan cerita. ”Bintang Massa Aksi” yang pembukanya seperti mendengarkan musik pembuka sebuah film dengan dominan instrumen brass, bercerita Ali ketika masih menjadi mahasiswa dan mulai bergerak sebagai aktivis kampus. Trek ini bersama ”Senin Toko Tutup” yang menjadi penutup merupakan lagu yang benar-benar baru dalam album ini.
Sementara ”Camkan” merupakan lagu .Feast ketika mengawali karier. Mereka sengaja merilis ulang dengan beberapa modifikasi dan hasil akhir yang lebih rapi dibandingkan keluaran pada 2014. Keputusan memasukkan ”Camkan” karena isi lagu yang diilhami dari kejadian GKI Yasmin dan pengeboman gereja ini dinilai relevan untuk tetap disuarakan lewat perjalanan Ali.
”Kuping Ini Makin Lalai”, ”Gugatan Rakyat Semesta”, dan ”Ali” adalah lagu yang sudah ada, tapi belum dirilis. ”Sudah ada. Tapi untuk liriknya itu memang ada yang diubah dan itu bagian terakhir. Biar pemilihan katanya cocok aja dengan mood dan alur cerita yang udah dikonsepkan sejak awal,” kata Dicky.
Baskara menambahkan, lagu-lagu yang disusun dalam Abdi Lara Insani ini sebagian sudah ada sejak 2015. Namun, semuanya baru final pada awal 2022. Dalam beberapa bulan, mereka pun merampungkan album mini ini. Pilihan album mini ini sekaligus melihat kondisi terkini dan menjadi jembatan untuk album penuh kelak.
Merujuk dari pemberitaan Kompas pada 2020, ketika merilis album mini bertajuk Uang Muka, .Feast berencana mengeluarkan album berjudul Membangun dan Menghancurkan. Namun, karena pandemi, album mini menjadi pilihan. Keluhan massal
Sejak memulai debut pada 2012, .Feast lekat dengan konten politik sosial dalam lirik-liriknya. ”Ini sebenernya kan kita ngeluh aja. Sering kali dikecewain. Gue belum pernah sekali pun milih (pemilu) terus bangga. Sekarang pun gue kecewa. Bahkan, apa yang kita semua usahakan kayak enggak ada hasilnya juga. Adalah yang tiba-tiba disahkan malem-malem, yang kita butuhkan malah enggak juga,” tutur Baskara.
.Feast sebenarnya ingin mencoba tema lain. Namun, kondisi yang ada memang rasanya bikin gatal untuk tidak dikeluhkesahkan. Meski mereka menolak kalau albumnya kali ini disebut mendompleng isu yang tengah ramai, yaitu Pemilu 2024. ”Enggak ada kalau itu. Tapi kan emang kenyataannya kan dari dulu sampai sekarang, enggak ada yang berubah juga. Jalan depan rumah gue masih rusak, padahal bayar pajak juga gue,” ujar Ryo atau akrab disapa Bodat.
Ya, sosok Ali yang digambarkan dalam album ini sesungguhnya bukan hal baru. Dari tiap periode peralihan kekuasaan di negeri ini, bahkan di banyak negara, selalu muncul tokoh yang terlihat bersinar dan ideal dengan menawarkan gagasan keadilan dan kesejahteraan yang menyilaukan. Tokoh yang muncul dari kelompok di luar penguasa yang bertakhta. Suaranya pun lantang berbicara untuk kepentingan bersama.
Padahal menurut Noah Chomsky dalam buku Politik Kuasa Media, teori kepentingan bersama muncul dari para elite dan masyarakat intelek yang menyadari term kepentingan bersama ini akan cepat diterima publik. Meski bersama, bukan berarti menyertakan masyarakat di luar lingkarannya.
Terasa riil bukan? Bisa dibuktikan sendiri hari ini, sebagian tokoh dan aktivis mahasiswa yang mentereng ketika Reformasi mendadak ikut berebut kuasa dengan cara-cara yang membuat geleng-geleng kepala. Tak jauh beda ketika Orde Lama ditumbangkan dan bersalin menjadi Orde Baru. Pasca-Reformasi, muncul sejumlah tokoh yang diyakini ideal dengan kepentingan bersama. Namun, rasanya analisis Chomsky tak meleset. Kita tak masuk dalam term ”bersama”.
Ali pun digambarkan demikian. Simak lirik ”Gugatan Rakyat Semesta” dengan nuansa berderap khas suasana demonstrasi massa. ”Kеnyamanan hanya dipinjamkan sementara/ Tunjukkan bahwa kaulah yang pegang peеrcaya/ Tunjukkan bahwa kaulah yang punya kuasa/ Tunjukkan gemuruh gugatan rakyat semesta”.
Namun, lagu penutup yang menjadi klimaks dengan permainan riff gitar khas .Feast berpadu lirik berima menunjukkan situasi terkini ketika Ali telah memperoleh kuasa. Cukup asyik dinikmati. Simak liriknya ”Makan sekarang/Senin toko tutup/ Lihat sekarang/Senin lampu redup/Beli sekarang/Senin barang meletup/Bicara sekarang/Senin istana tutup”.
”Singkatnya mungkin adalah penggambaran kekecewaan masyarakat secara kolektif terhadap figur ’pengubah bangsa’ yang pada akhirnya selalu mengecewakan dan terkadang parahnya terbukti lebih buruk dibandingkan pemimpin terdahulu,” ucap Baskara yang menulis seluruh lirik lagu di album mini ini.
Apa yang ditulis .Feast bisa jadi curahan hati banyak orang yang resah saat ini. Mengeluh itu hak semua orang. Rasanya tak elok juga kalau dibatasi, apalagi tiba-tiba pakai regulasi. ”Semoga hal-hal buruk tidak terjadi lagi sama kita semua,” ujar Bodat.