”Drive My Car” bercerita tentang cinta, duka, dan upaya untuk melanjutkan hidup. Disutradarai oleh Ryusuke Hamaguchi, film ini menang sebagai Film Internasional Terbaik dalam perhelatan Academy Awards 2022.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Dunia serasa berhenti berputar saat kita kehilangan orang tercinta. Tidak mudah untuk bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Sebuah film Jepang, Drive My Car (2021), menunjukkan bahwa ada seninya untuk melanjutkan hidup yang penuh suka duka.
Stoikisme, yang diwariskan filsuf Zeno, menekankan betapa krusial untuk mengejar kebajikan, keberanian, keadilan, dan kesederhanaan agar obyektif menilai hidup. Dengan melihat segala sesuatu secara rasional, manusia bisa menerima hidup apa adanya dan bereaksi selaras dengan alam.
Pola pikir itu sekilas terkesan nrimo atau pasrah. Akan tetapi, ada kebebasan di baliknya sebab manusia menyadari mereka tidak bisa mengendalikan perkara eksternal yang terjadi di luar diri. Suka dan duka adalah sementara yang menjadi bagian dari lingkaran kehidupan.
Mungkin itu sekelebat pesan yang ada dalam film Drive My Car karya sutradara Ryusuke Hamaguchi.
Drive My Car bercerita dari sudut pandang Yûsuke Kafuku (diperankan Hidetoshi Nishijima), seorang aktor dan sutradara terpandang dengan pembawaan tenang. Ia menikah dengan penulis skenario Oto (Reika Kirishima).
Trauma rupanya masih membayangi pasangan ini setelah kehilangan putri satu-satunya bertahun-tahun silam. Yûsuke telah meninggalkan dunia televisi dan kembali ke teater. Oto berhenti berakting lalu beralih menulis. Oto baru bisa mendapat inspirasi saat bercinta.
Pada suatu waktu, Yûsuke mendapati istrinya berselingkuh dengan seorang aktor muda, tetapi pura-pura tidak tahu. Kehidupan mereka berlanjut seperti biasa. Akan tetapi, Oto tiba-tiba meninggal akibat pendarahan otak tanpa sempat memberi tahu Yûsuke apa yang ingin ia katakan.
Dua tahun berlalu. Masih berduka, Yûsuke melakukan residensi di Hiroshima. Dirinya akan menyutradarai adaptasi multibahasa dari drama Uncle Vanya karya Anton Chekhov, penulis hebat Rusia. Yûsuke memiliki ikatan kuat dengan drama ini karena selalu berlatih dengan rekaman suara Oto di mobil.
Agar produksi berjalan lancar, teater setempat melarang Yûsuke menyetir mobil andalannya, sebuah Saab 900 Turbo berwarna merah. Mereka memberinya seorang sopir perempuan, Misaki Watari (Tôko Miura), dengan masa lalu kelam. Yûsuke mesti membiasakan diri dengan Misaki sekaligus menghadapi dinamika selama persiapan pertunjukan.
”Reaksi publik, yang sering menyebut tema perpisahan dan kesedihan di Drive My Car, membuat saya sadar bahwa film ini bukan hanya tentang rasa sakit, tapi di atas segalanya adalah tentang orang-orang yang mencoba menjalani kehidupan sedikit lebih baik meski bersedih atau karena bersedih,” kata sutradara Hamaguchi.
Drive My Car mencakup tema universal tentang cinta, kehilangan, dan pengampunan. Perjalanan Yûsuke bergumul dengan kedukaan menjadi sorotan utama. Kematian Oto meninggalkan Yûsuke penuh penyesalan. Mengapa dia tidak melakukan hal yang harus dilakukan atau mengatakan yang harus dikatakan? Apakah dirinya sudah mengenal baik Oto?
Film ini bukan hanya tentang rasa sakit, tapi di atas segalanya adalah tentang orang-orang yang mencoba menjalani kehidupan sedikit lebih baik meski bersedih atau karena bersedih.
Film ini secara artistik menyuguhkan bagaimana gagasan, orang, atau simbol bisa mengandung makna baru tanpa berubah. Semua bergantung pada perspektif si pemandang, pada kasus ini Yûsuke. Ia akhirnya belajar untuk mengenali diri dan menerima hal yang tidak bisa diubah.
Kehadiran Misaki sebagai sopir dan teman mengobrol merupakan awal baru bagi Yûsuke. Meski awalnya enggan, ia akhirnya rela mobilnya dikendarai orang lain. Begitu pula yang terjadi pada dirinya. Yûsuke akhirnya membiarkan hidupnya berjalan apa adanya.
Bahasa komunikasi
Elemen lain yang menarik yang muncul adalah penggunaan multibahasa dalam dialog film. Hamaguchi menyajikan dialog dalam bahasa Jepang, Inggris, Korea, Tagalog, Mandarin, hingga Indonesia. Ia juga menambahkan bahasa isyarat Korea untuk salah satu karakter bisu.
Sang sutradara mengaku keragaman bahasa itu tidak mengandung pesan apa-apa. Namun, sebetulnya ada ironi terselubung dalam film itu.
Keragaman bahasa dalam dialog untuk pentas Uncle Vanya menunjukkan bagaimana tokoh dalam drama bisa berkomunikasi meskipun menggunakan bahasa yang berbeda. Mereka saling mengerti dengan membaca mimik, bahasa tubuh, dan nada suara. Emosi bisa tersampaikan.
Tentu saja kata-kata memiliki arti, tetapi bagian terpenting dari komunikasi kita adalah bahasa tubuh dan tekstur suara.
”Tentu saja kata-kata memiliki arti, tetapi bagian terpenting dari komunikasi kita adalah bahasa tubuh dan tekstur suara. Ada banyak informasi di sana, dan jika ada muslihat, penonton akan mengetahuinya,” ujar Hamaguchi.
Kebalikannya, Yûsuke dan Oto yang sama-sama berbicara dalam bahasa Jepang justru tidak mengerti satu sama lain. Keduanya gagal berkomunikasi setelah trauma kehilangan anak yang berujung pada penyesalan Yûsuke.
Drive My Car diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya Haruki Murakami. Alur film ini bergerak lambat sampai film berlangsung selama hampir tiga jam. Namun, daya tariknya berhasil menyihir penonton internasional.
Film ini mendapat empat nominasi dalam Academy Awards ke-94 dan membawa pulang Piala Oscar sebagai Film Internasional Terbaik. Drive My Car menjadi film Jepang pertama yang mendapat nominasi Film Terbaik di Oscar sehingga semakin membuka jalan bagi sineas Asia lain setelah Parasite (2019) dan Minari (2020).
”Drive My Car menyentuh perasaan yang dimiliki semua orang, tetapi jarang dikatakan. Ini bukan film di mana Anda harus memahami Jepang untuk benar-benar menyukainya dan memahaminya,” ujar Tamaki Tsuda, produser televisi dan mantan kritikus film di Tokyo.